Iklim Penelitian di Sekolah Dorong Kompetensi dan Karakter Siswa
Budaya ilmiah dalam pembelajaran di sekolah tak hanya membangun kemampuan berpikir kritis. Penelitian juga membentuk karakter siswa, salah satunya daya juang.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kompetensi dan karakter siswa dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang berbudaya ilmiah di sekolah. Melalui kegiatan riset dalam pembelajaran ataupun lomba karya riset, para siswa dapat bertumbuh jadi pribadi berpikir kritis, kreatif, solutif, dan tangguh untuk menyelesaikan tantangan atau masalah yang dihadapi.
Ruang bagi guru untuk mengembangkan budaya ilmiah lewat riset dinilai makin dibuka dalam Kurikulum Merdeka. Pembelajaran berbasis proyek memberikan kemerdekaan bagi guru untuk mendorong siswa mulai melakukan kegiatan riset terhadap lingkungan sekitar yang bukan hanya untuk menerapkan ilmu pengetahuan, melainkan juga membangun karakter siswa.
Hal tersebut mengemuka dalam webinar Guru Seri 3: Mewujudkan Guru dan Peserta Didik Cakap Meneliti Dalam Menghadapi Tantangan Global yang digelar Center for Young Scientist (CYS) Indonesia, di Jakarta, Rabu (9/3/2022). Dalam acara tersebut, para guru pembimbing penelitian dari bidang ilmu pengetahuan alam ataupun sosial berbagi pengalaman dalam mengembangkan iklim penelitian di sekolah.
Ketua Forum Pembimbing Peneliti Belia Indonesia Kuncoro PR menjelaskan, sekolah yang sudah menerapkan integrated leaning by project atau pembelajaran terintegrasi berbasis proyek sebenarnya sudah memakai riset sebagai salah satu cara pembelajaran yang mengasah kompetensi dan karakter siswa.
”Arah Kurikulum Merdeka jadi kesempatan bagi guru untuk menjadi pembimbing yang andal bagi siswa dalam melakukan proyek pembelajaran. Pembentukan karakter untuk siswa juga dicapai dengan Profil Pelajar Pancasila,” kata Kuncoro.
Menurut Direktur CYS Indonesia Monika Raharti, para guru perlu didorong untuk menerapkan metode belajar lain lewat penelitian. Para guru dibantu untuk mengembangkan proses penelitian yang baik kepada siswa. Sebab, melalui kompetensi dan karakter yang terbangun melalui sekolah yang membekali siswa dengan budaya riset, hal itu menyiapkan siswa agar sukses di perguruan tinggi nanti.
Arah Kurikulum Merdeka jadi kesempatan bagi guru untuk menjadi pembimbing yang andal bagi siswa dalam melakukan proyek pembelajaran. Pembentukan karakter untuk siswa juga dicapai dengan Profil Pelajar Pancasila.
”Kami dikenal sebagai lembaga pengirim lomba karena ingin mendukung munculnya peneliti belia Indonesia yang andal. Namun, para siswa ini bertumbuh dan akan pergi dari sekolah. Karena itu, kami memandang penting untuk mendukung guru jadi pembimbing peneliti belia sehingga mampu membangun iklim penelitian di jenjang sekolah menengah,” jelas Monika.
Kepala SMPN 12 Yogyakarta Abdurrahman mengatakan, berpikir kritis dan kreatif merupakan keterampilan. Seorang peneliti dengan kreativitasnya bisa membuat sesuatu yang tidak mungkin jadi mungkin sehingga mampu memberikan solusi atas berbagai masalah dalam kehidupan manusia.
Abdurrahman yang merupakan guru Fisika membiasakan pembelajaran yang mendorong rasa ingin tahu siswa. Pembelajaran juga diperkaya dengan riset yang bisa dilakukan siswa. ”Berikan ruang untuk siswa berpikir liar dengan ide-ide kreatif,” kata Abdurrahman yang selama jadi pembimbing penelitian bisa mengantarkan para siswa untuk meraih prestasi riset di tingkat internasional, nasional, dan daerah.
Penelitian tak hanya menjadi domain bidang sains. M Ghufroni, guru Sosiologi di SMA Taruna Nusantara Magelang, mengatakan, penelitian bidang ilmu sosial juga memiliki ruang. Riset dalam bidang sosiologi, misalnya, bisa untuk mengembangkan sikap simpati dan empati dalam diri siswa.
Menurut Ghufroni, ada beragam tema yang dapat digali siswa untuk riset dari perspektif mata pelajaran Sosiologi. Dengan kegiatan riset bidang sosiologi, siswa SMA Taruna Nusantara yang umumnya dari kalangan menengah ke atas diajak untuk mengenal lingkungan sekitar. Mereka bisa mewawancarai orang-orang di sekitar sekolah agar peka terhadap persoalan sosial yang ada. Selanjutnya, siswa menuliskan temuannya.
”Kegiatan riset dibuat menyenangkan. Sebelumnya dengan kegiatan menonton. Misalnya, untuk bisa menggali berbagai tema riset dari budaya pop, siswa bisa melihat dari media sosial, lagu, podcast (siniar), atau video yang relevan dengan suatu tema. Siswa jadi terinspirasi untuk menemukan topik, menggali, dan mencari solusi,” kata Ghufroni.
Daya juang
Maria Inggrit Christiyanti, guru Biologi SMA Kolese Kanisius, Jakarta, mengatakan, di sekolah ada program riset paper untuk siswa kelas XII. Siswa diberi waktu enam bulan untuk meneliti, lalu menuliskannya dalam bentuk jurnal. Bahkan, ada ujian presentasi terhadap hasil riset siswa. Tujuan program untuk membentuk sikap kritis dan solutif serta anak-anak berlatih menulis dan public speaking.
”Saya mendampingi di penelitian lingkungan, banyak topik untuk bidang ini. Biasanya saya membuat narasi terkait lingkungan, lalu menantang siswa untuk mencari permasalahan dan solusi,” kata Maria.
Dari pengalaman mendampingi siswa yang melakukan riset, ujar Maria, ada berbagai pengalaman dan hikmah yang bisa dipelajari siswa. Para siswa ada yang menemukan kendala untuk menyelesaikan penelitian, termasuk saat harus bekerja sama dengan anggota tim. Namun, siswa mesti bisa melewati semua tantangan untuk menyerahkan hasil akhir riset.
Menurut Maria, inti dari pendidikan yakni bagaimana anak bisa melewat tantangan dan mengusahakan yang terbaik bagi dirinya dan bisa sukses. Project based learning dengan penelitian mengajarkan siswa untuk berpikir kritis hingga melatih karakter berjuang.
”Hal ini penting di dunia nyata. Tidak penting materi apa yang dikerjakan, apakah nanti mereka ingat, tetapi bagaimana mereka berjuang sampai akhir saat harus menyelesaikan penelitian, itu jadi bekal untuk perjalanan hidup siswa ke depannya. Dengan meneliti bukan hanya untuk menerapkan ilmu pengetahuan, melainkan juga mencari solusi dan mendidik karakter,” ungkap Maria.