Batu Yoni Ditemukan di Lokasi Pembangunan Jalan Tol Solo-Yogyakarta
Sebuah batu yoni ditemukan pada salah satu titik pembangunan Jalan Tol Yogyakarta–Solo di Kabupaten Klaten, Jateng. Benda diduga cagar budaya itu tetap dipertahankan keberadaannya dengan merekayasa konstruksi jalan tol.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
KLATEN, KOMPAS — Sebuah batu yoni ditemukan pada salah satu titik pembangunan Jalan Tol Yogyakarta–Solo di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Benda diduga cagar budaya tersebut tetap dipertahankan keberadaannya. Konstruksi tol pun dibuat melayang agar tidak menggusur keberadaan benda tersebut.
Persisnya, yoni tersebut berlokasi di Desa Keprabon, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Letaknya berada di tengah sawah milik warga. Panjang dan lebar batu yoni tersebut sekitar 70 sentimeter.
Tampak ada cekungan di tengah batu berbentuk persegi tersebut. Selain itu, terdapat juga sebuah batu yang dibentuk menyerupai kepala kura-kura pada salah satu bidang batu tersebut.
Berdasarkan pantauan Kompas, Sabtu (5/3/2022), yoni tersebut diberi pembatas berupa tali rafia. Di sebelah kanan dan kirinya, tanah-tanah yang sebelumnya berupa sawah telah digali pekerja proyek pembangunan jalan tol. Terlihat sebuah alat berat dioperasikan untuk menggali tanah pada proyek tersebut.
”Adanya yoni sudah sejak lama. Dari dulu, tempatnya memang di sana dan tidak pernah dipindah-pindah. Jadi, itu memang ada di tengah-tengah lahan sawah milik warga,” kata Lurah Desa Keprabon Hariyanto Wahyu.
Benda cagar
Wahyu mengungkapkan, pihaknya tak tahu persis pertama kali yoni tersebut ditemukan. Hanya, lanjut dia, para sesepuh desa merasa benda cagar budaya itu telah bertempat di sana bertahun-tahun lamanya. Bahkan, seorang warga yang berusia sekitar 100 tahun mengaku sudah mengetahui keberadaan benda tersebut sejak masih muda.
Warga setempat, kata Wahyu, menyebut yoni tersebut dengan nama Candi Asu. Dalam bahasa Jawa, kata ’asu’ berarti anjing. Ungkapan itu muncul karena warga menganggap terdapat bagian yoni yang menyerupai kepala anjing. Namun, sejak kapan nama itu dimunculkan juga tak pernah diketahuinya.
”Kalau warga dari dulu menyebut namanya (Candi Asu) seperti itu. Mereka menganggap ada bagian yang mirip kepala anjing. Selama ini, benda cagar budaya tersebut juga tidak digunakan apa-apa oleh warga. Benda itu dibiarkan saja berada di sana,” ujarnya.
Kami ada tim khusus untuk penanganan rencana pembangunan Jalan Tol Solo-Yogyakarta. Keberadaan benda cagar budaya di titik mana saja sudah kami cek.
Lebih lanjut, Wahyu mengungkapkan, dengan adanya pembangunan jalan tol, warga bersepakat untuk tidak memindahkan candi tersebut. Akhirnya, solusi yang ditempuh ialah mengubah konstruksi tol. Yoni itu dibiarkan tetap berdiri. Untuk itu, jalan tol dibuat melayang, atau elevated. Dengan demikian, nantinya jalan tol bakal melintas di atas benda cagar budaya tersebut.
Dihubungi secara terpisah, Penanggung Jawab Substansi Badan Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah Deni Wahju Hidajat menyampaikan, pihaknya sudah meninjau langsung keberadaan yoni tersebut.
Keputusan untuk mengubah konstruksi jalan telah disepakati bersama. Kebijakan itu diambil mengingat proyek pembangunan tidak boleh merusak cagar budaya yang ditemukan di wilayah pekerjaan.
”Kami ada tim khusus untuk penanganan rencana pembangunan Jalan Tol Solo– Yogyakarta. Keberadaan benda cagar budaya di titik mana saja, sudah kami cek,” kata Deni.
Opsi lainnya, jelas Deni, benda cagar budaya yang ditemukan bisa saja diambil lalu dipindahkan ke tempat yang lebih aman. Hal tersebut dilakukan pada benda cagar budaya yang berupa temuan lepas.
Selanjutnya, benda-benda tersebut disimpan di museum milik Pemerintah Kabupaten Klaten dan rumah-rumah penyimpanan milik pemerintah desa setempat. Rekayasa konstruksi menjadi jalan yang ditempuh apabila temuan berupa situs ataupun temuan-temuan yang tak memungkinkan untuk dipindahkan.
Bicara soal temuan yoni, Deni mengungkapkan, benda tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-8 hingga ke-9, atau pada zaman Mataram Kuno. Kerap kali, benda tersebut ditemukan di tempat-tempat seperti kebun dan sawah. Pasalnya, yoni dianggap melambangkan kesuburan.
”Yoni merupakan lambang kesuburan. Jadi benda tersebut sering berada di tempat-tempat yang bisa ditanami dengan baik. Maka, tempat-tempat penemuannya itu sering kali di kebun atau sawah. Yang seperti ini, di Klaten, banyak sekali,” kata Deni.