UIII dan Ikhtiar Indonesia Membangun Pelangi Islam di Dunia
Indonesia dikenal di dunia sebagai bangsa yang toleran. Hal ini nantinya akan dijadikan semacam acuan untuk membangun Pelangi Islam di dunia, termasuk melalui kiprah Universitas Islam Internasional Indonesia.
Saat memimpin Rapat Koordinasi Kemajuan Pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia atau UIII pada 2 Maret 2022, Wakil Presiden Ma’ruf Amin berkisah bahwa Sekretaris Jenderal Majelis Hukama Al-Muslimin, Sulthan Al-Rumaithi, beserta delegasi beberapa bulan lalu menemuinya. Mereka datang ke Indonesia untuk belajar mengenai keberhasilan pelaksanaan Islam wasathiyah atau moderat yang saat ini menjadi tren global.
”Kedatangan Sekretaris Jenderal Majelis Hukama Al-Muslimin beserta delegasi tersebut bukan dimaksudkan untuk memberikan arahan atau pelajaran, melainkan justru ingin belajar dari Indonesia, belajar tentang Islam yang toleran yang sekarang ini menjadi contoh dunia,” kata Wapres Amin di Istana Wapres, Jalan Medan Merdeka Selatan Nomor 6, Jakarta Pusat.
Majelis Hukama Al-Muslimin merupakan sebuah lembaga internasional independen yang berpusat di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, dan dipimpin oleh Imam Besar Al Azhar, Ahmad al-Thayyeb. Majelis yang didirikan pada 19 Juli 2014 ini fokus mempromosikan perdamaian di tengah masyarakat Muslim, dengan semangat toleransi, harmoni, dan persaudaraan umat manusia. Anggotanya adalah para ulama, pakar, tokoh Muslim dari sejumlah negara yang memiliki karakter bijak, adil, independen, dan moderat. Ulama dan pakar tafsir Indonesia, M Quraish Shihab, merupakan salah satu anggotanya.
Dalam pertemuan dengan Wapres Amin pada 18 Desember 2021 itu, Sekjen Hukama menuturkan, sekarang ini bukan saatnya lagi pemikiran-pemikiran berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, sebaliknya, banyak pemikiran dari Indonesia yang semestinya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Indonesia sudah menjadi model yang digunakan untuk pengembangan Islam moderat di tingkat global oleh Majelis Hukama Al-Muslimin.
Atas dasar itulah, dalam rapat khusus membahas UIII, Wapres mengharapkan UIII dapar terus menggaungkan Islam moderat Indonesia ke mancanegara. UIII diharapkan dapat memberikan jawaban untuk memperluas dan menguatkan tren global tersebut. Apalagi, prakarsa pembangunan UIII sejak awal juga dimaksudkan untuk menjadi pusat rujukan global pelaksanaan Islam moderat.
Baca juga: Wapres Amin: UIII Mesti Dikelola Sesuai Standar Universitas Internasional
Wapres Amin beberapa waktu lalu juga menekankan arti penting penggalian karya-karya klasik para ulama besar Nusantara yang diharapkan dapat dijadikan kearifan lokal. Karya para ulama besar Nusantara itu bisa menjadi sumber pendidikan Islam yang moderat.
Saat ini bukan saatnya lagi pemikiran-pemikiran berbahasa Arab diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, sebaliknya, banyak pemikiran dari Indonesia yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Pernyataan itu disampaikan saat Wapres Amin bersilaturahmi dengan 30 orang keturunan Ulama Syaikhona M Kholil di Pendopo Bupati Bangkalan, di Bangkalan, Provinsi Jawa Timur, pada Kamis (13/1/2022). Kepada Wapres, keluarga itu menyebut mereka banyak kehilangan karya intelektual dari Syekh Kholil. Mereka lantas menggali dan menemukan 20 karya dalam berbagai bidang.
Keluarga lantas membentuk lembaga Nahdatul Turots untuk kebangkitan literasi kitab klasik karya Syeikh Kholil. Dalam pertemuan tersebut, Wapres menyatakan kagum dengan kekayaan literasi kitab klasik karya Syekh Kholil dan menyebut tentang pentingnya penggalian karya intelektual dari ulama-ulama besar Nusantara.
Menurut Wapres Amin, penggalian karya seperti inilah yang nanti akan dijadikan sebagai kajian budaya Islam Nusantara dari UIII. Karya-karya para ulama menjadi kekayaan intelektual yang akan dikaji oleh para generasi muda. Rata-rata karya dari para ulama Nusantara tersebut tersebar di Timur Tengah sebagai karya berbahasa Arab.
Pelangi Islam
Wapres Amin menuturkan bahwa bangsa Indonesia telah dikenal di dunia sebagai bangsa yang toleran. Hal ini nantinya akan dijadikan semacam acuan dalam rangka membangun Pelangi Islam di dunia.
Para cendekiawan dunia, semisal dari Arab Saudi, Mesir, dan Uni Emirat Arab, datang ke Indonesia untuk belajar tentang cara mengembangkan Islam dengan cara toleran, yakni sebagai rahmat bagi semesta alam. Penanaman sikap moderat dengan mengarah pada sikap toleran dan mengakui adanya berbagai macam perbedaan harus menjadi bagian cara pengembangan pendidikan Islam.
Nilai penting literasi peradaban Islam dalam bentuk kitab Turots kembali ditegaskan Wapres Amin pada acara Pameran Turots Ulama Nusantara, Pekan Memorial Syekh Nawawi Banten melalui konferensi video di Jakarta, Selasa, (8/2/2022). Turots merupakan warisan ilmu pengetahuan dan budaya Islam yang berasal dari pemikiran para ulama sejak zaman dahulu kala.
Wapres mendorong agar sumbangsih para ulama terhadap literasi peradaban Islam dibangkitkan kembali untuk menginspirasi lahirnya karya-karya baru yang sesuai dengan kondisi saat ini. ”Saya berharap sebagai ahli waris tradisi keilmuan Islam yang kaya di masa silam, seyogianya ingatan, spirit, dan kesadaran bangsa Indonesia akan kemegahan dan kebesaran leluhur kita dapat dibangkitkan kembali untuk mendorong munculnya karya-karya baru tentang ke-Islaman,” ucap Wapres.
Turots ulama jumlahnya sangat banyak, berusia ratusan tahun, tersebar di sejumlah perpustakaan dunia-mulai dari perpustakaan di Eropa hingga Timur Tengah-tetapi masih banyak yang belum terpublikasikan karena masih berupa naskah tua yang ditulis dengan tangan. ”Untuk itu, diperlukan adanya upaya ’tahqiq’ atau mengeluarkan nash secara benar tanpa cacat dengan pemeriksaan secara saksama dan detail,” ujarnya.
Penerbitan kembali karya-karya ulama Nusantara dinilai penting sebagai jembatan yang menyambungkan warisan pemikiran masa silam dengan realitas pembaca masa kini. Dari banyaknya ulama yang membuat karya tulis budaya Islam di Indonesia, Wapres mencontohkan, salah satunya ialah Syekh Nawawi al-Bantani.
”Selain dikenal dengan kitab-kitab hasil karyanya tersebut, Syekh Nawawi memberikan andil dalam membangun karakter Muslim Nusantara yang toleran, moderat, serta penuh rahmat, kasih sayang, dan welas asih,” kata Wapres Amin.
Baca juga: Syekh Nawawi al-Bantani, Penyebar Ajaran Islam nan Moderat
Selanjutnya, Wapres mengatakan, Turots Ulama Indonesia dijadikan sebagai basis pijakan membangun identitas dan jati diri ke-Islaman bangsa Indonesia. ”Utamanya dalam menghadapi berbagai tantangan dunia modern, menuju Indonesia yang unggul, tangguh, dan berkarakter seperti yang kita cita-citakan,” ucapnya.
Rujukan peradaban
UIII yang direncanakan sejak 2016 diharapkan menjadi pusat peradaban Islam di belahan timur dunia. ”Mengapa UIII ini didirikan, padahal kita sudah punya banyak Universitas Islam Negeri? (UIII) Ini kita bentuk bukan hanya untuk menjawab kebutuhan domestik, melainkan juga menjawab kebutuhan internasional, di antaranya memperkokoh kepemimpinan Indonesia di dunia internasional,” ujar Presiden Joko Widodo saat menyampaikan pengantar rapat terbatas tentang UIII di Istana Merdeka, 18 Januari 2018.
Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia sewajarnya dapat menjadi rujukan peradaban Islam di dunia. Apalagi, Islam moderat dapat berkembang baik di Indonesia.
Senada, Wapres ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla juga menekankan, Indonesia bisa menjadi tempat tujuan belajar Islam moderat. Karena itu, dia sangat memperhatikan pembangunan UIII sejak awal. Bahkan, Jusuf Kalla pula yang mencarikan dana tambahan untuk pembangunan kampus ini yang kemudian diperoleh dari Islamic Development Bank (IDB).
Penekanan pada Islam moderat akan menunjukkan Islam secara jernih. Pembelajar di UIII pun berlatar belakang agama apa pun. ”Kita ingin membuat center di timur,” kata Jusuf Kalla seusai meninjau proyek pembangunan kampus UIII di Cimanggis, Depok, 15 Oktober 2019.
Baca juga: Perkuat Gerakan Moderasi
Peranti diplomasi
Mengutip rilis Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Wapres RI, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyampaikan bahwa dibentuknya UIII merupakan inisiasi dari Presiden Joko Widodo agar Indonesia memiliki lembaga pendidikan tinggi dengan audiens internasional. Dengan demikian, UIII nantinya dapat mendiseminasikan praktik-praktik Islam yang ada di Indonesia kepada dunia.
”Jadi ini lebih merupakan tool of diplomacy. Bukan (semata) mencetak akademik, tapi ini adalah tool of diplomacy. Bahwa kemudian, (menyangkut) produknya; bisa saja pemikir hebat yang terus menggaungkan dan menyuarakan praktik Islam di Indonesia. Tapi, bisa juga masuk ke pop culture,” kata Pratikno.
Menurut Pratikno, adalah hal penting pula ketika praktik-praktik Islam bisa terdiseminasikan ke masyarakat internasional melalui film, animasi, gim, dan melalui buku-buku rujukan. Hal itu merupakan kontribusi Indonesia untuk masyarakat internasional.
Baca juga: Moderasi Beragama Perlu Diterapkan di Perguruan Tinggi Islam
Sementara itu, Rektor UIII Komaruddin Hidayat mengungkapkan bahwa antusiasme mahasiswa asing untuk belajar di UIII sangat tinggi. Saat UIII membuka beasiswa untuk 100 mahasiswa asing, misalnya, ada 1.000 lebih orang dari 59 negara yang mendaftar dalam waktu 40 hari dan kini sedang dalam tahap seleksi.
”Tidak hanya itu, para Duta Besar Negara Sahabat juga bergembira sekali menawarkan kerja sama, seperti pertukaran dosen dan mahasiswa, bahkan ada yang menawarkan diri untuk ikut membangun (sarana) fisik,” kata Komaruddin.
UIII diarahkan menjadi pusat kajian agama Islam dan budaya. Apalagi, di Indonesia sekarang ini belum ada pusat kajian praktik Islam dan demokrasi di dunia Islam. Ada harapan UIII dapat sekaligus memperkuat Islam moderat berdasarkan riset mendalam. Sebuah asa di tengah ikhtiar Indonesia membangun bianglala Islam di dunia.