Ungkap Peretasan dan Serangan Hoaks terhadap Ketua AJI
Akun media sosial dan nomor Whatsapp Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Sasmito Madrim diretas. Peretasan ini harus diungkap agar tidak terus berulang dan mengancam kebebasan pers.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian didesak mengungkap peretasan akun media sosial dan nomor Whatsapp Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Sasmito Madrim. Peretasan yang diikuti serangan narasi hoaks ini berpotensi terus berulang sehingga mengancam kebebasan pers dan berekspresi.
Peretasan tersebut berawal pada nomor Whatsapp milik Sasmito, Rabu (23/2/2022) pukul 18.15. Sekitar 45 menit berselang, peretasan meluas ke akun Instagram dan Facebook miliknya.
Unggahan seluruh konten di Instagram dihapus dan peretas mengunggah konten yang menyebarluaskan nomor pribadinya. Sementara foto profil di akun Facebook Sasmito diubah dengan gambar porno. Nomor telepon selulernya juga tidak bisa menerima panggilan telepon dan pesan singkat.
Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin mengatakan, peretasan dan serangan hoaks tersebut berbahaya jika terus dibiarkan. Sebab, selain mengancam kebebasan pers, juga berpotensi mengadu domba melalui informasi yang tidak benar.
”Peretasan dan serangan seperti ini tidak boleh dianggap lumrah, bahaya sekali. Jadi, harus segera diungkap agar tidak terus berulang,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (26/2/2022).
Ade menyebutkan, kasus peretasan terhadap kalangan pers telah beberapa kali terjadi. Pada Agustus 2020, misalnya, laman berita Tempo.co dan Tirto diretas.
”Kasusnya tidak terungkap sampai sekarang. Kepolisian yang punya kewenangan membongkar ini,” katanya.
Ade menambahkan, peretasan dengan memuat narasi disinformasi tak bisa diremehkan. Sebab, hal itu dapat memicu provokasi jika ada masyarakat yang terhasut informasi bohong tersebut.
Komite Keselamatan Jurnalis menganggap peretasan dan penyebaran hoaks sebagai serangan terhadap aktivis yang selama ini memperjuangkan kebebasan berekspresi. Mereka mendesak kepolisian menyelidiki kasus tersebut.
Komite itu terdiri dari 10 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil, yaitu AJI Indonesia, LBH Pers, SAFEnet, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi), serta Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Melalui keterangan tertulis, Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia Erick Tanjung menyampaikan, upaya mengambil alih akun-akun tersebut sudah dilakukan tim keamanan digital. Akun Facebook Sasmito telah diambil alih, tetapi Instagram dan Whatsapp belum bisa dipulihkan.
Pada Kamis (24/2/2022), AJI Indonesia memantau serangan disinformasi yang mencantumkan nama dan foto Sasmito di media sosial. Narasi yang digunakan yaitu Sasmito mendukung pemerintah membubarkan ormas FPI (Front Pembela Islam); Sasmito mendukung pemerintah membangun Bendungan Bener di Purworejo, Jawa Tengah; serta Sasmito meminta Polri menangkap aktivis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.
”Ketiga disinformasi tersebut nyata-nyata mengadu domba AJI Indonesia dengan organisasi masyarakat sipil lainnya, termasuk membenturkan AJI dengan warga Wadas (Kecamatan Bener, Purworejo, Jawa Tengah) yang sedang berjuang menolak eksploitasi sumber daya alam di kampungnya,” sebut Erick.
AJI Indonesia menyatakan peretasan dan serangan disinformasi terhadap Sasmito merupakan upaya teror terhadap aktivis yang memperjuangkan kebebasan berekspresi dan demokrasi.Masyarakat diminta tidak memercayai narasi disinformasi yang beredar di media sosial.