Struktur Arkeologi Berusia 9.000 Tahun di Jordania Ditemukan
Tim peneliti menemukan struktur berusia 9.000 tahun di Jordania. Artefak yang ditemukan di area gurun terpencil itu dulu digunakan untuk berburu.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, JUMAT — Benda arkeologi yang diperkirakan berusia 9.000 tahun ditemukan di area gurun terpencil di Jordania. Peralatan yang berasal dari zaman neolitik itu dulu digunakan untuk berburu kijang dalam jumlah besar.
Temuan itu berupa dinding-dinding batu yang membentang sepanjang beberapa kilometer. Dinding itu berfungsi sebagai perangkap. Kijang kemudian digiring ke tempat tertutup atau ke lubang oleh para pemburu.
Struktur batu serupa juga pernah ditemukan di beberapa kawasan di Timur Tengah, seperti di Suriah, Turki, Arab Saudi, dan Kazakhstan. Namun, para ahli meyakini bahwa struktur di Jordania merupakan yang tertua, terbesar, dan yang ada dalam kondisi paling baik dibandingkan dengan struktur di situs-situs lain.
Struktur di Jordania tersebut ditemukan oleh tim Perancis-Jordania yang disebut South Eastern Badia Archeological (SEBA) Project. Penggalian di situs itu dilakukan sejak 2021. Berdasarkan penelitian, struktur ini berasal dari tahun 7.000 Sebelum Masehi atau kini berusia sekitar 9.000 tahun.
Selain dinding batu, tim peneliti juga menemukan ratusan artefak, salah satunya arca binatang yang digunakan dalam ritual perburuan. Orang zaman dulu diyakini meminta kekuatan supranatural agar perburuan mereka lancar dan berlimpah.
Peneliti pun menemukan jejak perkemahan masa lalu. Ada pula penemuan berupa tulang-tulang kijang, fosil laut, dan prasasti dengan tinggi lebih dari 1 meter. Tim peneliti menyebut bahwa ini penemuan besar yang belum pernah terjadi sebelumnya.
”Ini struktur buatan manusia dengan skala terbesar dan tertua yang diketahui saat ini,” demikian kata SEBA Project seperti dikutip dari AFP, Jumat (25/2/2022). ”Situs ini menunjukkan strategi berburu yang sangat canggih, tidak terduga di masa itu,” ujar mereka.
Peneliti juga menyebut bahwa penemuan itu memberi perspektif baru terhadap budaya spiritual populasi manusia dari zaman neolitik. Hal ini juga menunjukkan simbolisme dan ekspresi artistik orang-orang di zaman itu.
”Penemuan ini memberi kesaksian tak ternilai dari kehidupan bersejarah di Timur Tengah, tradisinya, serta ritualnya,” ucap Duta Besar Perancis untuk Jordania Veronique Vouland-Aneini.
Menurut Menteri Pariwisata Jordania Nayef al Fayez, penemuan situs tersebut menambah kekayaan arkeologi Jordania. Kekayaan arkeologi itu meliputi antara lain kota Petra yang dipahat dari batu gurun, kota Romawi Jerash, dan kastil-kastil dari Abad Pertengahan.
Sebelumnya, tim peneliti dari Universitas Copenhagen, Universitas College London, dan Universitas Cambridge menemukan roti berusia 14.400 tahun di sekitar Jordania. Roti itu disebut roti tertua di dunia. Berdasarkan penelitian, roti itu buatan kelompok pemburu-peramu. Hasil penelitian mereka diterbitkan di jurnal Proceedings of National Academy Sciences (PNAS) pada 2018 (Kompas, 19/7/2018).
Penemuan roti tertua itu berdasarkan analisis sisa-sisa makanan hangus di situs pemburu pengumpul Natufian. Situs yang dikenal sebagai Shubayqa 1 ini ada di Gurun Hitam, di timur laut Jordania.