Strategi Kurikulum Merdeka dan Pertanyaan Urgensi Perubahan
Perubahan kurikulum senantiasa menghadirkan perdebatan pro-kontra demi kemajuan dunia pendidikan. Kemendikbudristek menawarkan strategi perubahan kurikulum secara sukarela.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
Perubahan kurikulum bukan hal yang aneh dan tabu bagi suatu negara untuk mendongkrak kualitas pendidikan dan menyelaraskannya dengan perkembangan zaman. Kurikulum sebagai salah satu elemen penting yang mendukung arah pembelajaran punya pengaruh signifikan. Karena itulah, pro-kontra perubahan kurikulum senantiasa muncul demi memastikan perubahan yang ada benar-benar bermanfaat untuk meningkatkan kualitas pendidikan demi kepentingan generasi masa depan.
Rencana perubahan Kurikulum 2013 menjadi Kurikulum Merdeka sudah dicanangkan berlaku secara nasional pada 2024. Tersedia waktu dua tahun sebagai masa transisi untuk membuat sekolah-sekolah siap mengimplementasikan Kurikulum Merdeka yang diklaim lebih sederhana,relevan, dan fleksibel dibandingkan Kurikulum 2013. Pemerintah pusat tidak kaku dalam mengatur kurikulum sehingga sekolah harus bisa membuat kurikulum operasional di tingkat satuan pendidikan.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim punya strategi untuk membuat Kurikulum Merdeka ini dapat diimplementasikan sekolah dengan pilihan sadar bagi sekolah yang mau bertransformasi untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Hal ini berdasarkan uji coba penerapan Kurikulum Darurat (kurikulum yang menyederhanakan materi Kurikulum 2013 untuk fokus pada materi esensial) di masa pandemi pada 2020. Meskipun tak dipaksa, nyatanya lebih dari 31 persen satuan pendidikan memilih Kurikulum Darurat.
”Kurikulum Darurat tidak dipaksakan. Pilihan diserahkan kepada sekolah. Ternyata tanpa mengharapkan, ada 31,3 persen (satuan pendidikan) pindah, tanpa dipaksa. Kurikulum Darurat ini jauh lebih sederhana, fokus, dan bisa diadaptasi belajar online,” ujar Nadiem.
Nadiem menyatakan, learning loss di sekolah-sekolah yang menerapkan Kurikulum Darurat jauh lebih sedikit daripada sekolah yang tidak menggunakannya. ”Ini data yang dahsyat. Ini membuktikan kepadatan materi dan kebanyakan materi yang selalu dititipkan di kurikulum enggak ada dampak positif ke siswa. Semakin ringkas dan sederhana, pendalaman materi bagus. Perdebatan harus menambah materi sudah selesai, tidak perlu. Materi yang ringkas, sederhana, dan fleksibel yang dibutuhkan,” tuturnya.
Tidak ada paksaan
Dengan memberikan pilihan merdeka kepada sekolah, perubahan kurikulum pun tidak dipaksakan. Hal ini juga sudah diujicobakan di sekolah penggerak, yang para kepala sekolahnya bersedia menjadi pemimpin perubahan. Kurikulum program sekolah penggerak lalu disebut sebagai Kurikulum Prototipe, dan saat diluncurkan sebagai rencana perubahan kurikulum nasional kemudian dinamakan Kurikulum Merdeka, implementasinya juga disebut tak memaksa sekolah demi kenyamanan semua pemangku kepentingan di sekolah.
”Dengan Merdeka Belajar, tidak ada pemaksaan dalam dua tahun ke depan. Karena tujuan pemulihan learning loss. Kami tawarkan seperti Kurikulum Darurat. Secara organik ada 30 persen sekolah yang memilih. Jadi penerapan untuk perubahan Kurikulum Merdeka ini mengikuti filsafat kemerdekaan belajar,” kata Nadiem.
Dalam penerapan Kurikulum Merdeka ada tiga opsi kesiapan. Sekolah yang belum nyaman dan percaya diri melakukan perubahan tetap bisa menerapkan Kurikulum 2013. Untuk sekolah yang mau melakukan perubahan sederhana dan ringkas, ada Kurikulum Darurat. Sementara sekolah yang sudah siap bertransformasi sesuai kecepatan yang diinginkan bisa menerapkan Kurikulum Merdeka secara penuh.
”Sekolah tidak perlu khawatir dengan anggapan ganti menteri ganti kurikulum. Itu karena selama ini sekolah dipaksa cepat untuk berubah. Kurikulum ini adalah opsi. Kita sudah sukses dengan Kurikulum Darurat yang tidak dipaksa. Tidak ada transformasi pembelajaran kalau guru dan sekolah merasa terpaksa. Kunci keberhasilan transformasi pendidikan (adalah) jika kepala sekolah dan guru memilih perubahan,” lanjutnya.
Bagi sekolah yang siap memberlakukan kurikulum itu secara penuh ataupun sebagian, ada bantuan materi dan konten. Ada juga pelatihan mandiri bagi guru dan kepala sekolah lewat platform Merdeka Mengajar dan pelatihan narasumber dari sekolah penggerak. Para guru didorong untuk membentuk komunitas belajar untuk berbagi praktik-praktik baik.
Kami menyadari, butuh waktu dan adaptasi berdasarkan data, masukan, dan umpan balik dari konstituen terpenting di pendidikan, yakni guru dan kepala sekolah.
Nadiem mengatakan, perubahan kurikulum yang dimulai dengan pilihan sukarela sekolah dilakukan karena belajar dari pengalaman selama ini. ”Kami menyadari, butuh waktu dan adaptasi berdasarkan data, masukan, dan umpan balik dari konstituen terpenting di pendidikan, yakni guru dan kepala sekolah. Masa transisi ini untuk kemerdekaan memilih opsi yang penting bagi diri sendiri. Tujuan utamanya untuk pemulihan dan mengatasi ketertinggalan. Jadi, butuh pengelolaan cermat. Ini sebagai opsi dan penerapan bertahap, tapi sampai akhir untuk perubahan kurikulum di tahun 2024. Jadi, ada umpan balik dari guru, pakar, dan lain-lain untuk menyempurnakan Kurikulum Merdeka,” papar Nadiem.
Menurut dia, dengan perbaikan selama tiga tahun, Kurikulum Merdeka siap menjadi kurikulum nasional. Dengan pendekatan ini, jadi ada waktu bagi sekolah untuk bersiap-siap sehingga tidak kaget. Ada waktu bagi sekolah yang menghadapi kendala pembelajaran akibat pandemi Covid-19 untuk memahami Kurikulum Merdeka.
”Saya yakin, melalui perubahan sistematis dan bertahap untuk mentransformasi pendidikan, (semua) jadi jauh lebih terukur dengan data yang benar, tidak terburu-buru, dan mencapai tujuan Merdeka Belajar,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Nasional Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan, transformasi pendidikan sudah menyelaraskan desain kurikulum, asesmen nasional, dan pelatihan guru. Ketiganya menggunakan kerangka berpikir yang sama.
Upaya menggerakkan perubahan juga dilakukan dengan mengajak pemerintah daerah dan pengawas sekolah untuk memiliki kerangka berpikir yang sama. Standar pelayanan minimum untuk pendidikan di daerah sudah sejalan dengan transformasi pendidikan saat ini.
Pemda akan dianggap berhasil memenuhi pelayanan minimum bidang pendidikan kalau skor literasi dan numerasi meningkat dari tahun ke tahun serta menutup kesenjangan, tidak lagi sekadar melakukan pemenuhan sarana-prasarana. Payung hukum perubahan juga ditata.
Ketua Tim Pengembang Kurikulum 2013 dan Guru Besar Universitas Pendidikan Indonesia Said Hamid Hasan menyatakan, meskipun perubahan kurikulum merupakan hal biasa, harus jelas mengapa kita butuh kurikulum baru. ”Hingga saat ini rasanya belum jelas alasan-alasan kenapa butuh kurikulum baru. Jika dikatakan untuk mengatasi krisis pembelajaran karena learning loss, sebelum pandemi (learning loss) sudah terjadi, di masa pandemi juga terjadi. Masalahnya kan di pembelajaran, jadi obatnya ya di pembelajaran,” kata Hamid.
Ia menegaskan, bukan tidak boleh berubah kurikulum, tetapi harus dipikirkan matang-matang implementasinya dalam konteks Indonesia. Kebijakan pendidikan harus bisa dilakukan untuk semua sekolah dan dinikmati semua anak bangsa.
Jika keberhasilan mengacu pada sekolah penggerak, harus dicermati bahwa sekolah-sekolah tersebut dibina dan didampingi dalam waktu yang cukup lama.
Pakar pembelajaran berbasis proyek, Aulia Wijiasih, mengatakan, praktik manajemen berbasis sekolah (MBS) dan project based learning (PBL) yang diklaim sebagai keunggulan Kurikulum Merdeka sebenarnya sudah menjadi bagian dari kurikulum sebelumnya. Namun, hal tersebut belum bisa masif dilakukan semua sekolah.
Menurut Aulia, standar-standar isi dalam kurikulum lama sudah mengajak guru dan sekolah menerapkan Merdeka Belajar. Namun, perubahan belum terlihat masif karena visi para pendamping/fasilitator dari pemerintah pusat dan daerah belum sama. Akibatnya, perubahan yang berkelanjutan dan sesuai dengan standar yang diharapkan tidak terjadi.
Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru Iman Zanatul Haeri khawatir dengan penerapan kurikulum yang coba-coba. Pada Kurikulum Merdeka ada penekanan kuat dalam pengembangan Profil Pelajar Pancasila, tetapi tetap perlu dikritisi juga apakah hal itu sudah relevan dengan keselarasan pendidikan masa depan.