Guru Didorong Belajar Mandiri Menerapkan Kurikulum Merdeka
Kesiapan guru untuk menerapkan Kurikulum Merdeka tidak lagi menunggu giliran pelatihan dari pemerintah pusat dan daerah. Para guru didorong mempelajari Kurikulum Merdeka secara mandiri lewat platform digital.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kesiapan untuk menerapkan Kurikulum Merdeka tidak lagi menunggu pelatihan guru dan kepala sekolah secara berjenjang dari pemerintah pusat ataupun daerah. Para guru dan tenaga kependidikan di sekolah-sekolah yang berminat untuk mulai menerapkan Kurikulum Merdeka tahun 2022 dapat mempelajari secara mandiri kurikulum baru ini lewat platform digital yang disiapkan pemerintah.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan Nasional Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Zulfikri Anas di webinar ”Silaturahmi Merdeka Belajar: Wujudkan Pelajar Pancasila Melalui Kurikulum Merdeka”, Kamis (17/2/2022), mengatakan, pada masa lalu, kesiapan menerapkan kurikulum baru bergantung pada pelatihan berantai sehingga saat sampai ke guru cenderung menekankan tentang hal-hal administratif.
”Untuk penerapan Kurikulum Merdeka ini, kami mendorong para guru mandiri belajar dan mandiri berbagi untuk menumbuhkan perubahan dalam diri guru,” kata Zulfikri.
Sebagai pendidik dan pendamping anak-anak dalam belajar, ujar Zulfikri, para guru perlu memahami hakikat pendidikan, anak, belajar, hingga fungsi kurikulum. Jadi, dorongan belajar harus dimulai dari diri setiap guru.
”Tidak lagi harus menunggu pelatihan atau undangan. Kekuatan Kurikulum Merdeka yang memberi ruang pada anak berkreasi dan guru berkreasi menerangi serta mendampingi anak ini jadi gerakan. Kalau sudah merasa ingin berubah, ya kita ingin guru dan sekolah yang memutuskan untuk kapan memulai. Jadi, dalam materi untuk pelatihan guru di platform Merdeka Mengajar tidak hanya teknis administrasi dan akademik, tetapi berpikir reflektif, kapan dan bagaimana harus memulai perubahan demi memberikan proses belajar berkualitas kepada siswa,” ujar Zulfikri.
Para guru dan tenaga kependidikan di sekolah-sekolah yang berminat untuk mulai menerapkan Kurikulum Merdeka tahun 2022 dapat mempelajari secara mandiri kurikulum baru ini lewat platform digital yang disiapkan pemerintah.
Guru SMP Negeri 2 Temanggung, Jawa Tengah, Joko Prasteyo, mengatakan, dulu memang guru bergantung pada pelatihan berjenjang untuk menerapkan perubahan kurikulum. Namun, dengan menjadi guru penggerak, kemandirian guru untuk belajar mandiri terus didorong.
”Yang penting mindset guru dikuatkan dulu supaya guru punya keyakinan bahwa kurikulum baru ini memang jadi alternatif untuk mengatasi learning loss yang dialami siswa,” kata Joko.
Menurut Joko, di sekolah mulai terjadi kolaborasi semua pihak. Ada komunitas praktisi yang menyambungkan sekolah penggerak untuk berbagi praktik baik di sekolah masing-masing.
Bahkan, ada juga komunitas kepala sekolah dan guru mata pelajaran penggerak yang saling berbagi. Praktik ini bisa membuka mindset para guru yang belum terbuka untuk juga melakukan perubahan.
”Dengan aplikasi Merdeka Mengajar juga cukup komplet dan ada fitur inspirasi untuk mendorong guru mampu melakukan perubahan,” ujar Joko.
Menurut Joko, proyek penguatan Pelajar Pancasila yang menjadi salah satu bagian penting dari Kurikulum Merdeka membuat para pendidik melek untuk tidak menilai siswa dari kemampuan kognitif semata. Sekarang hasil pembelajaran diarahkan dengan hasil belajar yang nyata ke terbentuknya karakter siswa dalam enam profil Pelajar Pancasila.
Guru SD Negeri 005 Sekupang, Batam, Stefani Anggia Putri, mengatakan, Kurikulum Merdeka dilakukan di kelas I dan IV SD. Kurikulum Merdeka memberikan pelajaran paradigma baru dan diferensiasi. Materi yang diajarkan jadi terfokus dan sederhana. Materi di buku untuk siswa SD melatih kecakapan dalam memahami bacaan dan bernalar matematika.
Struktur Kurikulum Merdeka ada dua, yakni pembelajaran intrakurikuler berupa pembelajaran sehari-hari dan kokurikuler dengan proyek Profil Pelajar Pancasila. Adapun capaian pembelajaran dibagi dalam beberapa fase, yakni A (kelas 1-2), B (3-4), dan C (5-6). Sementara tujuan pembelajaran sekarang disusun guru dan alur pembelajaran disusun per fase per tahun.
Stefani mengatakan, pada awal semester, guru melakukan asesmen/diagnosis awal dengan asesmen sumatif dan formatif, serta kelas tinggi, ditambah Asesmen Kompetensi Minimum untuk literasi, numerasi, dan survei lingkungan belajar.
Menurut Stefani, pembelajaran berbasis proyek memberi kesempatan bagi siswa untuk mendapatkan pengalaman belajar secara langsung. Pada semester pertama, siswa mengerjakan proyek gaya hidup berkelanjutan dengan mempelajari tentang sampah, antara lain dengan menyanyikan lagu ”Jangan Membuang Sampah Sembarangan”. Di sini, anak belajar memilah sampah hingga mendaur ulang sampah.
Lalu, pada semester kedua, siswa mengerjakan proyek kearifan lokal dengan belajar permainan tradisional lompat tali dan congkal, serta menyanyikan lagu daerah. Orangtua juga dilibatkan sebagai narasumber dengan berbagi pengalaman tentang kearifan lokal yang mereka alami. Pada akhir semester, nantinya ada rapor dan pameran proyek selama satu tahun.