Mahasiswa Disiapkan Adaptif Kuliah Tatap Muka ataupun Daring
Ancaman ”learning loss” juga terjadi di perguruan tinggi. Selama dua tahun pandemi Covid-19, perkuliahan tidak berjalan optimal. Mahasiswa dituntut untuk fleksibel menjalani kuliah tatap muka ataupun daring.
Situasi pandemi Covid-19 yang dinamis menghambat proses pembelajaran di segala jenjang. Di tingkat perguruan tinggi, banyak mahasiswa bahkan belum pernah merasakan kuliah langsung di kampus selama hampir dua tahun ini. Ancaman learning loss juga mengintai mahasiswa.
Salah seorang mahasiswa Universitas Indonesia, Debbi Sibuea, belum pernah merasakan kuliah secara langsung bersama dosen dan mahasiswa di ruang kelas. Padahal, dia sudah menjalani kuliah dari tahun 2021 sebagai mahasiswa baru.
Bayangan bisa merasakan kuliah langsung di kampus pada semester genap ini juga buyar. Padahal, saat memilih kelas untuk semester genap pada Februari ini, dia memilih beberapa kelas yang menawarkan pembelajaran tatap muka. ”Karena kasus Covid-19 saat ini meningkat, kuliah tatap muka diundur lagi. Kuliah masih jarak jauh. Jadi, belum pernah merasakan kuliah tatap muka,” kata Debbie yang tinggal di Bekasi.
Sejumlah kampus memang sudah membuka kuliah tatap muka terbatas sejak tahun lalu, termasuk untuk semester ini. Pilihan kuliah tatap muka diutamakan untuk mahasiswa baru yang belum pernah merasakan dunia kampus ataupun untuk pembelajaran praktik di laboratorium.
Namun, situasi pandemi Covid-19 di Indonesia yang meningkat, terutama dengan hadirnya varian Omicron, menuntut mahasiswa agar mampu beradaptasi dengan kampus yang buka-tutup. ”Saya jadi sering bolak-balik Yogyakarta-Jakarta. Kadang kampus sudah buka, ya saya balik ke kos di Yogyakarta. Tetapi, untuk awal semester ini sepertinya full kuliah jarak jauh lagi. Sudah sebulan saya di Jakarta, belum tahu kapan balik lagi ke Yogyakarta lagi,” ujar Diva, mahasiswa.
Menjalani perkuliahan tatap muka secara langsung yang bisa tiba-tiba berubah kembali kuliah jarak jauh menjadi hal yang harus dihadapi mahasiswa. Penyesuaian dilakukan dengan mengacu pada situasi perkembangan Covid-19.
Psikolog Universitas Gadjah Mada, Diana Setiyawati, mengatakan, mahasiswa harus adaptif menjalani perkuliahan di tengah situasi pandemi Covid-19. Sebab, banyak penyesuaian sistem pembelajaran yang dilakukan untuk merespons pandemi.
Mahasiswa harus adaptif menjalani perkuliahan di tengah situasi pandemi Covid-19. Sebab, banyak penyesuaian sistem pembelajaran yang dilakukan untuk merespons pandemi.
Saat virus Covid-19 merebak, seluruh aktivitas perkuliahan yang semula dilakukan secara tatap muka diubah menjadi kuliah daring. Lalu, saat situasi mulai terkendali, perkuliahan mulai mengarah pada sistem bauran antara daring dan tatap muka langsung.
”Yang penting itu adaptif. Itu kuncinya,” kata Diana.
Menurut Diana, mahasiswa kini dituntut dapat adaptif dan bisa menyesuaikan diri dengan perkembangan. Ia berharap mahasiswa tidak kaget dan tidak mudah kecewa dengan berbagai perubahan yang ada.
”Misalnya perkuliahan telah masuk offline lalu berubah menjadi online lagi diharapkan mahasiswa tidak kaget dan tidak kecewa dengan perubahan-perubahan itu,” kata Kepala Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM itu.
Berikutnya, mahasiswa juga diharapkan bisa lebih peduli akan kesehatan mental diri. Tetap berusaha menjaga diri agar tetap sehat secara mental.
Lalu, tetap menerapkan gaya hidup sehat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, serta berolahraga.
Tak kalah penting, mahasiswa diimbau disiplin menerapkan protokol kesehatan guna memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19.
Baca juga : Antisipasi Covid-19, Perguruan Tinggi di DIY Kuliah Daring
Panduan kuliah masa pandemi
Menyambut perkuliahan semester genap tahun ajaran 2021/2022, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Diktiristek), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, mengeluarkan panduan penyelenggaraan pembelajaran untuk perguruan tinggi. Panduan yang ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Nomor 2/E/KPT/2022 ini diharapkan menjadi acuan bagi perguruan tinggi untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran selama masa pandemi.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Diktiristek Nizam dalam acara Sosialisasi Panduan Pembelajaran Semester Genap Tahun Akademik 2021/2022 di Perguruan Tinggi pada Masa Pandemi, pekan lalu, menjelaskan empat poin penting terkait penyelenggaraan pembelajaran semester genap 2021/2022. Pertama, perguruan tinggi dapat melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas dengan penyesuaian level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di daerah masing-masing sesuai dengan instruksi Menteri Dalam Negeri.
Kedua, cakupan vaksinasi pada sivitas akademika dan tenaga kependidikan menjadi salah satu pertimbangan dalam pelaksanaan PTM terbatas. Ketiga, dalam pelaksanaan PTM terbatas, perguruan tinggi wajib memanfaatkan aplikasi Peduli Lindungi untuk keperluan screening saat masuk ke kawasan kampus. Keempat, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) menguatkan perannya dalam pengawasan dan pelaporan kepatuhan protokol kesehatan pada aktivitas pembelajaran perguruan tinggi.
”Penyusunan kebijakan pembelajaran di masa pandemi Covid-19 ini dilakukan dengan memprioritaskan kesehatan dan keselamatan sivitas akademika dan tenaga kependidikan di lingkungan perguruan tinggi,” ujar Nizam.
Selama dua tahun ini sudah dilakukan beragam adaptasi di tengah situasi pandemi. Pada Desember 2021, ada beberapa perguruan tinggi yang sempat melaksanakan PTM terbatas. Akan tetapi, masih banyak perguruan tinggi yang belum bisa melaksanakannya.
”Dengan keterbatasan intensitas pembelajaran, akan ada kemungkinan terjadi learning loss. Karena itu, kita perlu membuat upaya terbaik di tengah masa pandemi ini. Kita menggunakan prinsip untuk mengutamakan kesehatan, tetapi juga berusaha untuk meminimalkan learning loss,” ungkap Nizam.
Guna mendukung terlaksananya PTM terbatas/pembelajaran secara daring di beberapa perguruan tinggi, terdapat beberapa hal yang harus disesuaikan pada level PPKM di tiap wilayah, daya dukung perguruan tinggi, dan juga cakupan vaksinasi dengan penerapan protokol kesehatan.
Perguruan tinggi di wilayah dengan level PPKM 1 atau 2 dengan capaian vaksinasi dosis kedua di atas 80 persen dapat mengadakan PTM setiap hari dengan jumlah peserta 100 persen dari kapasitas kelas. Namun, waktu pembelajaran maksimal hanya 6 jam per pertemuan per hari.
Perguruan tinggi yang capaian vaksinasi dosis kedua di atas 50 persen PTM dapat menggelar kuliah secara bergantian (hibrida) dengan jumlah peserta 50 persen dari kapasitas kelas dan waktu pembelajaran maksimal 6 jam per pertemuan per hari. Adapun untuk capaian vaksinasi dosis kedua di bawah 50 persen, PTM dapat dilakukan secara bergantian dengan jumlah peserta hanya 50 persen dari kapasitas kelas dan waktu belajar maksimal hanya 4 jam per pertemuan per hari.
Perguruan tinggi yang berada di wilayah PPKM level 3 dengan capaian vaksinasi dosis kedua di atas 40 persen bisa melaksanakan PTM setiap hari secara bergantian (hibrida) dengan jumlah peserta 50 persen dari kapasitas kelas dan waktu belajar maksimal 4 jam per pertemuan per hari. Sementara bagi perguruan tinggi di wilayah PPKM level 3 dengan capaian vaksinasi dosis kedua di bawah 40 persen dan perguruan tinggi yang berada di wilayah PPKM level 4, pembelajaran dilaksanakan secara daring.
Sebagai persiapan pelaksanaan pembelajaran, perguruan tinggi diharapkan membentuk satuan tugas Covid-19 untuk menyusun dan menerapkan prosedur standar operasi protokol kesehatan, menerbitkan pedoman pembelajaran, wisuda, maupun kegiatan lainnya bagi sivitas akademika dan tenaga kependidikan di lingkungan perguruan tinggi. Satgas Covid-19 juga mengurus surat dari orangtua/wali mahasiswa yang mengikuti PTM/daring.
Saat pelaksanaan kegiatan pembelajaran, perguruan tinggi diharapkan dapat memastikan akses dan keterhubungan sivitas akademika agar dapat melaksanakan pembelajaran dari dalam dan luar kampus setiap saat serta memastikan pembelajaran dilakukan dalam atmosfer pembelajaran yang sehat, aman, dan nyaman dengan protokol kesehatan yang ketat.
Monitoring dan evaluasi
Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Diktiristek Kiki Yuliati menjelaskan, selama masa pandemi, pembelajaran di perguruan tinggi dilakukan dengan dua metode, yakni pembelajaran jarak jauh (PJJ) sepenuhnya dan PTM terbatas yang digabungkan dengan PJJ. Terkait pelaksanaan pembelajaran selama masa pandemi ini, Ditjen Diktiristek telah melaksanakan monitoring dan evaluasi ke berbagai perguruan tinggi pada semester ganjil tahun 2021/2022 lalu. Selain itu, survei kesiapan pelaksanaan PTM terbatas juga sudah dilaksanakan oleh Ditjen Diktiristek bersama dengan Kementerian Kesehatan.
Kiki menambahkan, penetapan level PPKM di daerah masing-masing memberikan dampak terhadap pembelajaran di perguruan tinggi. Karena itu, perlu dipastikan bahwa pembukaan perguruan tinggi harus diikuti dengan protokol kesehatan yang ketat
Baca juga : Perguruan Tinggi Mengembangkan Kuliah Daring Terbuka
”Kesehatan dan keselamatan sivitas akademika dan tenaga kependidikan di lingkungan perguruan tinggi menjadi prioritas utama dan menjadi pertimbangan penting dalam menetapkan kebijakan pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Pada saat melakukan monitoring ke perguruan tinggi, kami memantau bagaimana persiapan PTM terbatas untuk menemukan dan mengidentifikasi pola-pola praktik terbaik yang dapat diadaptasi oleh perguruan tinggi lain,” jelas Kiki.