Jurnalisme Berkualitas Menjadi Barometer Pers yang Sehat
Disrupsi digital membuat banyak media tergoda menyajikan konten yang mengejar umpan klik atau ”clickbait”, menggunakan judul bombastis, dan kurang verifikasi. Padahal, pers justru dituntut menyajikan konten berkualitas.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
Kompas/Hendra A Setyawan (HAS)
Di tengah pendemi Covid-19 yang melanda Tanah Air tidak membuat Ade (56) patah semangat menjajakan koran. Setiap pagi hingga siang ia mengecer koran kepada pengendara yang melintas di perempatan Gaplek, Tangerang Selatan, Banten, seperti pada Jumat (27/3/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Disrupsi teknologi digital membawa ancaman bagi pers dengan memproduksi konten yang mengejar umpan klik atau clickbait, menggunakan judul bombastis, dan kurang verifikasi sehingga rentan menghasilkan hoaks. Padahal, jurnalisme berkualitas tetap menjadi barometer pers yang sehat dalam menyebarkan konten yang mendidik kepada masyarakat.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengatakan, iklim pers yang sehat penting untuk terus dijaga. Sebab, hal itu berdampak pada kualitas berita yang disebarluaskan, yaitu informasi berbasis data, aktual, faktual, dan bertanggung jawab.
”Pers diharapkan menjaga kualitas sekaligus independensinya. Jurnalisme berkualitas tetap menjadi barometer pers yang sehat. Mengupayakan konten pers kembali ke khittahnya yang informatif, mendidik, mencerahkan, memberdayakan, dan membangkitkan nasionalisme,” ujarnya dalam diskusi ”Membangun Jurnalisme Berkualitas di Era Revolusi Teknologi Informasi” yang digelar Forum Pemimpin Redaksi secara daring, Selasa (8/2/2022).
Johnny mengatakan, tantangan pers dalam perkembangan teknologi digital sangat dinamis. Tidak hanya dari eksternal melalui serbuan platform global, tetapi juga dari internal dalam menghasilkan konten berkualitas.
Pers dituntut mumpuni membedakan produknya dari konten non-jurnalistik. Oleh karena itu, tidak sekadar melaporkan kejadian ataupun informasi, tetapi juga menyajikan daya analisis kritis dan berimbang, memperluas wawasan, serta menjaga humanisme masyarakat.
”Perusahaan media yang banyak menaungi insan pers diharapkan dapat menciptakan ekosistem yang sehat, baik dari segi sumber daya manusia, alat produksi, manajemen, maupun tata kelola internal korporasi pers,” katanya.
Selain menjaga kualitas konten, kolaborasi antarindustri pers pun diperlukan dalam menghadapi disrupsi digital. Hal ini tak hanya butuh dukungan dari pekerja media, tetapi juga pemilik media untuk menghadapi tantangan bersama-sama.
Johnny menambahkan, pemerintah berkomitmen mendukung keberlangsungan pers, termasuk melalui regulasi. Saat ini pihaknya sedang membahas usulan regulasi yang mengatur tentang publisher rights.
”Sedang dicari format hukumnya. Apakah diatur dalam undang-undang (UU) atau peraturan pemerintah. Regulasi bertujuan memastikan konvergensi yang adil di ruang digital,” katanya.
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menyebutkan, regulasi penting untuk memproteksi dan membuat iklim usaha pers yang baik. Namun, menurut dia, regulasi itu tidak membutuhkan UU baru, tetapi dapat dimasukkan ke UU yang sudah ada.
”Kalau buat UU baru prosesnya panjang. Ini bukan lempar badan, melainkan memang cantelan UU-nya sudah banyak,” ucapnya.
KOMPAS/RENY SRI AYU ARMAN
Menko Polhukam Mahfud MD hadir sscara virtual dan berbicara pada Konvensi Nasional Media Massa di Kendari, Selasa (8/2/2022). Kegiatan ini adalah rangkaian Hari Pers Nasional 2022.
Anggota Dewan Pers, Agus Sudibyo, mengatakan, keinginan masyarakat mengakses informasi melalui media sosial tidak bisa dihindari. Namun, pers tidak perlu mengikuti medsos, tetapi tetap fokus membuat konten berkualitas.
”Dalam prosesnya akan menemukan keseimbangan baru. Pers harus adaptif terhadap teknologi, tetapi juga mencari model baru yang berkelanjutan. Menyajikan jurnalisme berkualitas sesuai kode etik,” ujarnya.
Ketua Forum Pemred Arifin Asydhad mengatakan, kemerdekaan pers menjadi syarat agar jurnalisme berkualitas bisa berjalan dengan baik. Sejak dahulu, peran pers sangat penting sebagai pilar keempat demokrasi sekaligus menjadi pengawas bagi tiga pilar lainnya, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Pengamat media Ignatius Haryanto mengatakan, jurnalisme berkualitas diperlukan untuk menyampaikan informasi yang berguna bagi publik. Tidak hanya informatif, tetapi juga menawarkan penyelesaian masalah atas persoalan yang dihadapi masyarakat.
Foto tumpukan sejumlah koran yang terbit di Jakarta, Rabu (22/5/2019). Di tengah gempuran media sosial, media arus utama saat ini masih menjadi acuan informasi bagi warga.
Ignatius turut menyoroti fenomena iklan yang dibungkus dalam pemberitaan media massa. Menurut dia, media harus jujur untuk mengakui hal tersebut sebagai konten berbayar.
”Kejujuran sangat penting dalam mewujudkan jurnalisme berkualitas. Dengan kondisi seperti itu, bagaimana media tetap bisa mengawasi pemerintah,” ujarnya.