Perguruan Tinggi Ikut Gotong Royong Atasi ”Stunting”
Perguruan tinggi digandeng BKKBN untuk bersama-sama mengatasi ”stunting”. Potensi dosen dan mahasiswa dari berbagai lintas ilmu berkontribusi hadirkan solusi dan inovasi.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perguruan tinggi ikut bergotong royong untuk mengatasi permasalahan stunting atau tengkes di Indonesia. Kontribusi perguruan tinggi ini didukung adanya banyak intelektual dan pakar dari berbagai bidang ilmu untuk mencari solusi dan inovasi dalam menurunkan angka stunting di Indonesia.
Guna mendukung percepatan penurunan angka stunting di Indonesia, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melakukan penandatanganan kerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Senin (7/2/2022). Pelaksanaan kerja sama ini merupakan upaya tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2001 tentang Percepatan Penurunan Angka Stunting.
Sesuai dengan ketetapan yang disesuaikan oleh World Health Assembly pada tahun 2025, target penurunan stunting diharapkan dapat mencapai 40 persen pada angka anak balita yang menderita stunting. Dengan angka tersebut, negara diminta untuk berkomitmen dan berkontribusi dalam menetapkan target penurunan stunting nasional.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Dwi Listyawardani mengatakan, setidaknya sudah terdapat 321 perguruan tinggi yang turut melakukan kerja sama dengan perwakilan BKKBN tingkat provinsi. Perguruan tinggi memiliki peran yang sangat penting dalam percepatan penurunan stunting. Melalui tridarma perguruan tinggi, diharapkan perguruan tinggi dapat berpartisipasi aktif dalam penurunan angka stunting di tingkat provinsi dan kabupaten.
”Dengan banyaknya jumlah perguruan tinggi yang terlibat, nantinya juga akan dilibatkan dalam program Matching Fund Kedaireka,” kata Dwi.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Diktiristek Nizam mengatakan, permasalahan stunting di Indonesia kompleks. Karena itu, dibutuhkan kerja sama dan gotong royong dari berbagai pihak untuk menyelesaikan permasalahan ini, tak terkecuali perguruan tinggi. Sebab, stunting tidak hanya masalah gizi, tetapi juga masalah air bersih, masalah akses pada bahan pangan yang berkualitas, pengelolaan keluarga, pernikahan dini, dan sebagainya.
”Jadi, aspeknya sangat luas dan sangat membutuhkan pendekatan multidimensional atau lintas disiplin dari para pakar dan juga melalui kegiatan mahasiswa di dalam tridarma perguruan tinggi,” kata Nizam.
Sejauh ini, ujar Nizam, perguruan tinggi telah banyak berkontribusi untuk menurunkan angka stunting di Indonesia. Melalui program Kampus Merdeka, mahasiswa dapat mengasah kemampuan dan mempraktikkan ilmunya secara langsung di tengah masyarakat. Dengan demikian, mahasiswa dapat ikut serta dalam mengakselerasi penurunan angka stunting di Indonesia.
Ada juga program Matching Fund atau pendanaan pendamping antara kampus dan mitra. Dengan program ini, perguruan tinggi dapat bekerja sama dengan mitra yang ada untuk menyelesaikan permasalahan yang ada, seperti stunting, dengan pendanaan dari Ditjen Diktiristek.
”Pada tahun 2021 sudah banyak perguruan tinggi yang memanfaatkan Matching Fund Kedaireka untuk program penurunan angka stunting dengan hasil yang cukup menjanjikan. Melalui kerja sama dengan BKKBN ini, semoga penurunan angka stunting di Indonesia dapat terakselerasi dengan program dan target yang lebih terfokus,” ujar Nizam.
Kolaborasi dosen-mahasiswa
Pelaksana Tugas Sekretaris Ditjen Diktiristek Tjitjik Sri Tjahjandarie memaparkan, ruang lingkup dalam kerja sama ini di antaranya penyelenggaraan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dalam mendukung program kependudukan, keluarga berencana, serta penurunan stunting. Selain itu, implementasinya mencakup tridarma perguruan tinggi di bidang program pembangunan keluarga, kependudukan, keluarga berencana, dan stunting.
”Kami berharap kerja sama yang dilaksanakan untuk waktu lima tahun ini mampu menumbuhkan kolaborasi yang baik antara dosen dan mahasiswa dalam mengimplementasi serta mencari solusi terkait permasalahan percepatan penurunan stunting dalam skala nasional,” kata Tjitjik.
Kerja sama diwujudkan dengan melibatkan perguruan tinggi sebagai partner dalam mengurangi angka stunting. Menurut Direktur Kerja Sama Pendidikan Kependudukan Edi Setiawan, saat ini sudah ada lebih dari 300 perguruan tinggi yang akan mendampingi 318 daerah kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Output yang diharapkan dari kegiatan ini adalah policy brief dan analisis situasi yang akan dijadikan rekomendasi pada saat audit stunting di kabupaten/kota.
Keterlibatan mahasiswa diimplementasikan melalui tiga kanal, yaitu MKBM, Kuliah Kerja Nyata tematik stunting, dan program pengabdian masyarakat lainnya. Melalui MBKM, ada tujuh bentuk kegiatan yang dapat dilakukan yaitu Program Kewirausahaan Peduli dan Intervensi Stunting (Perwira Penting), Asisten Mengajar Satuan Pendidikan Peduli dan Intervensi Stunting (Asmendik), Proyek Kemanusiaan Peduli dan Intervensi Stunting (Prokem Penting), Praktik Kerja/Magang Peduli dan Intervensi Stunting (Praker Penting), Proyek Independen Peduli dan Intervensi Stunting (Proyeksi Penting), Membangun Desa Peduli dan Intervensi Stunting (Bangdes Penting), dan Riset Peduli Terpadu dan Intervensi Stunting (Rindu Penting). Program MBKM ini sudah berjalan setidaknya di empat provinsi, yakni Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Riau, dan Aceh.