BPCB Jatim mengekskavasi situs yang diduga reruntuhan candi di Desa Srigading, Kabupaten Malang, Jawa Timur, yang diperkirakan dibangun pada masa pramajapahit.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur, Senin (7/2/2022), mulai mengekskavasi Situs Srigading di Desa Srigading, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang. Benda cagar budaya yang berada di tengah perkebunan tebu itu diperkirakan dibangun pada masa Mpu Sindok atau abad ke-10 Masehi.
Lokasi ekskavasi berupa gundukan tanah (gumuk) dengan lebar sekitar 15 meter (m) x 15 m dengan tinggi hampir 3 m. Di permukaan gundukan terdapat sebuah yoni berukuran 0,8 m x 0,8 m, beberapa batu andesit berbentuk segi empat, dan sebaran batu bata dengan dimensi cukup besar.
Bentuk yoni di tempat itu cukup unik dan berbeda dengan kebanyakan yang ukurannya sama (simetris) antara sisi atas dan bawah. Yoni di Srigading memiliki lebar bagian atas lebih besar dibandingkan dengan sisi bawah. Sementara fondasi yoni ”dikunci” menggunakan semen oleh warga dengan maksud agar benda itu tidak kembali dicuri orang.
Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur, Wicaksono Dwi Nugroho, menjelaskan, ada indikasi Situs Srigading merupakan reruntuhan candi yang dibangun sebelum Majapahit.
Dari keterangan masyarakat, menurut dia, potensi benda kepurbakalaan di tempat itu cukup menjanjikan meski banyak bagian telah hilang, seperti arca Durga, Nandi, Dwarapala, hingga batu bata yang kabarnya diambil orang menggunakan kendaraan roda empat.
”Jadi, kami mencoba menyurvei melalui ekskavasi untuk melihat seberapa besar peninggalan purbakala di Desa Srigading ini. Dugaan sementara apakah ini sebuah candi, berapa luas, bagaimana bentuk yang tersisa? Ini yang akan kami cari tahu,” ujarnya. Proses ekskavasi berlangsung hingga enam hari ke depan.
Soal yoni—jika dikaitkan dengan cerita masyarakat terkait adanya arca Nandhi dan Durga—menurut Wicaksono menandakan adanya kegiatan peribadatan agama Hindu di masa lalu. Srigading merupakan nama baru. Sebelumnya desa itu bernama Manggis yang merupakan pemekaran dari Desa Lowokjati.
”Di Desa Lowokjati dulu ada prasasti yang sekarang ada di Museum Nasional, namanya Linggasutan dari masa Mpu Sindok. Apakah prasasti yang dulu dipindahkan Belanda ke Museum Nasional ada kaitannya dengan ini (situs)? Ada kemungkinan bangunan ini juga dibuat pada masa Mpu Sindok, tentang pemberian sima (perdikan) untuk bangunan suci,” katanya.
Tahun lalu yoni ini berusaha dicuri orang—lokasinya sudah bergeser puluhan meter—tetapi gagal.
Posisi yoni sudah berubah. Sebelumnya, posisi yoni agak miring lantaran tanah di bawahnya cekung. Namun, tahun lalu, yoni ini berusaha dicuri orang—lokasinya sudah bergeser puluhan meter—tetapi gagal. Yoni kemudian diletakkan di lokasi semula dengan posisi hadap berubah plus fondasinya disemen agar benda itu tidak hilang.
Pengambilan benda cagar budaya memang kerap terjadi. Selama ini, banyak benda cagar budaya (yang belum tersentuh oleh BPCB maupun perlindungan oleh pemerintah) masih terkesan dibiarkan begitu saja sehingga rawan pencurian dan perusakan.
Menurut Wicaksono perjalanan sejarah di Jawa Timur memang cukup panjang. Sejak masa klasik abad ke-10, bahkan Candi Badut di Kota Malang diklaim berdiri pada abad ke-8. Peradaban makin berkembang setelah muncul Majapahit sehingga banyak sekali temuan yang belum semuanya bisa ditangani akibat keterbatasan sumber daya manusia.
Suhan (50), salah satu petani yang memiliki lahan di samping gumuk, membenarkan bahwa sebelumnya ada arca di tempat itu, tetapi hilang diambil orang. ”Tak hanya arca, ini (yoni) juga sempat mau dicuri. Posisinya sudah bergeser ke sana (menujuk arah). Tidak tahu alat apa yang dipakai untuk mencuri,” ujarnya.
Menurut Suhan, tak ada warga yang mengetahui asal mula bagaimana situs masa lalu tersebut berada di kawasan itu. Yang dia tahu, beberapa tahun terakhir, tempat itu sempat dibersihkan dan menjadi lokasi wisata. Namun, tak berselang lama gumuk itu ditinggalkan lagi.