Saat Bocah SD yang Belajar Matematika dengan Prof Yohanes Surya Dikunjungi Presiden
Kunjungi anak-anak SD yang belajar matematika, Presiden Jokowi sangat senang. Anak-anak pun diminta terus belajar dengan rajin. ”Ya anak-anak terima kasih. Belajar terus ya. Pintar semuanya,” pesan Presiden Jokowi.
”Selamat Siang Pak Presiden,” tutur Glori dan Paulus beserta teman-temannya siswa-siswi Sekolah Dasar 173403 Sirisirisi, Kecamatan Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang Hasudutan, Provinsi Sumatera Utara, yang memakai seragam sekolah Merah Putih lengkap dengan topi dan dasi rapi saat memberi salam kepada Presiden Joko Widodo, Kamis (3/2/2022).
Di hari kedua kunjungan kerjanya di Sumut, Presiden Jokowi memang menyempatkan mengunjungi kantor Bupati Humbang Hasudutan dan menemui bocah-bocah SD tersebut sebelum menyerahkan Surat Keputusan Hutan Sosial dan Tanah Obyektif Reforma Agraria kepada masyarakat di Humbang Hasudutan.
Profesor Dr Yohanes Surya, pakar matematika dan mantan Rektor Universitas Multimedia Nusantara, yang mendampingi bocah-bocah SD itu pun ikut menyapa Presiden Jokowi. Ia kemudian menjelaskan anak-anak binaannya yang diajarkan berhitung dengan cara yang praktis dan sederhana. Menurut mantan Presiden Olimpiade Fisika Asia tersebut, bocah-bocah SD tersebut sebenarnya baru satu bulan dilatih dengan Metode Gasing (Gampang, Asyik, dan Menyenangkan).
Awalnya, anak-anak ini, disebut Prof Yohanes, tidak bisa berhitung. Presiden Jokowi lantas bertanya, ”Memang kelas berapa?” Prof Yohanes menjawab lagi, ”Kelas lima SD.”
Menurut dia, Metode Gasing dilakukan dengan cara memanfaatkan lagu, latihan logika, otak kiri-kanan, hingga motorik. Dengan metode pembelajaran Gasing ini, anak-anak dinilai akan menjadi lebih cepat belajar berhitung meski belajar dari nol. ”Anak yang tadinya enggak bisa ngitung dari mulai nol, dia bisa belajar begitu cepat sampai jago sekali. Itu seperti tadi ditanya sampai pecahan itu. Pembelajarannya itu hanya dalam waktu satu bulan, yang kita latih adalah gurunya terlebih dahulu, dan selanjutnya melatih anak-anaknya muridnya. Itulah keunikan Gasing yang bisa disebar kemana mana,” papar Prof Yohanes lagi.
Lebih jauh, Prof Yohanes menjelaskan, cara gampang, asyik, dan menyenangkan ini antara lain dilakukan dengan melagukan hafalan matematika. ”Anak-anak, misalnya, lantas melantunkan perkalian tiga dengan lancar. Metode ini kita pakai lagu, anak-anak benar-benar enjoy. Latihan logika, otak kiri, otak kanan, motorik, jalan semua,” tambahnya.
Baca juga: Berdamai dengan Matematika
Di hadapan Presiden, Prof Yohanes kemudian memberi pertanyaan matematika, seperti penjumlahan berapa 739 ditambah dengan 498. Anak-anak dalam hitungan detik mampu menjawab: 1.237. Pertanyaan kemudian beralih ke pengurangan lantas perkalian. Ketika menjawab pertanyaan, anak-anak tampak asyik menuliskan pertanyaan di secarik kertas yang ditempel di papan kayu yang dipegang sembari berdiri. Anak-anak itu mampu menunjukkan kemampuannya tanpa menggunakan alat bantu seperti kalkulator. ”Nanti, Pak Presiden bisa kasih soal juga,” ujar Prof Yohanes sambil menuliskan soal di papan tulis. Jawaban dengan lancar dilontarkan oleh anak-anak dengan cepat.
Belajar gasing memiliki dampak positif karena otak menjadi lebih cerdas, lebih aktif, dan anak-anak menjadi menyukai matematika. Tiap kali bisa menjawab pertanyaan matematika sekecil apa pun, mereka selalu dipuji dan tidak pernah diomelin. Hal ini sesuai dengan metode gampang, asyik, dan menyenangkan.
”Belajar gasing memiliki dampak positif karena otak menjadi lebih cerdas, lebih aktif, dan anak-anak menjadi menyukai matematika. Tiap kali bisa menjawab pertanyaan matematika sekecil apa pun, mereka selalu dipuji dan tidak pernah diomelin. Hal ini sesuai dengan metode gampang, asyik, dan menyenangkan,” tutur Prof Yohanes lagi.
Melihat kepiawaian anak-anak yang pandai matematika ini, Presiden Jokowi tampak menikmati dan tak banyak berkomentar. Namun, dengan sungguh-sungguh, Presiden Jokowi sangat menaruh perhatian terhadap anak-anak tersebut. Selanjutnya, kepada anak-anak, Presiden Jokowi lantas berpesan agar mereka terus belajar matematika dengan rajin. ”Ya anak-anak terima kasih. Belajar terus ya. Pintar semuanya,” pesan Presiden Jokowi, sebelum pamitan.
Dibuat lebih mudah
Saat ditanya, Gloria mengakui merasakan langsung efektivitas metode pembelajaran Gasing tersebut. Baginya, metode Gasing membuat matematika yang biasanya penuh dengan rumus menjadi menyenangkan. ”Biasanya kalau kita belajar matematika kan banyak banget rumusnya, ini dibuat lebih mudah gitu. Jadi, biasanya kan kalau satu pelajaran lebih dari satu bulan, ini benar-benar sebulan belajar pertambahan, perkalian, pengurangan, pembagian, pecahan, desimal,” ujar siswi yang bercita-cita menjadi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi seperti Nadiem Makarim tersebut.
Hal senada disampaikan oleh murid lainnya bernama Paulus. Sebelum mengikuti metode Gasing, dia merasakan matematika itu sulit, menyeramkan, dan tidak mudah untuk dipahami. ”Tetapi setelah saya tahu cara-cara cepat yang disiapkan oleh Pak Profesor Yohanes Surya saya makin lebih paham dan makin mengerti apa itu matematika dan dapat menjawabnya tanpa ragu-ragu dan jelas,” tambahnya.
Paulus pun ingin agar ilmunya bisa ditularkan kepada teman-teman sekolahnya dan bisa dipakai untuk berpartisipasi dalam olimpiade matematika. Ia pun merasa senang sekaligus terkejut dengan kedatangan Presiden. ”Seperti mimpilah karena baru pertama kali bertemu. Jadi tadi sempat kaya panik gitu, tapi setelah melihat Bapak Presiden tercengang jadi enggak panik lagi,” ungkapnya.
Seperti mimpilah karena baru pertama kali bertemu. Jadi tadi sempat kaya panik gitu, tapi setelah melihat Bapak Presiden tercengang jadi enggak panik lagi.
Kemudahan metode Gasing juga diperkuat oleh salah satu guru, Lespitasari. Ia menambahkan bahwa pelatihan dengan metode Gasing ini dimulai dari sejak Desember 2021 sampai Januari 2022. Selama lebih satu bulan, para guru berlatih penjumlahan, perkalian, pengurangan, pembagian, pecahan, dan desimal. ”Kemudian ketika pelatihan ada 1 guru dengan dua murid. Jadi apa yang didapat guru dari profesor langsung kita terapkan,” ujar Lespitasari.
Menambahkan pendapat guru, Profesor Yohanes berharap metode Gasing ini bisa dimanfaatkan untuk pembelajaran numerasi di seluruh Indonesia. ”Jadi anak-anak di seluruh Indonesia bisa menikmati pembelajaran gasing ini karena begitu mudahnya, dan begitu asyik, menyenangkan,” ungkapnya.
Walaupun banyak mengajarkan matematika, Prof Yohanes mengakui matematika masih dianggap mata pelajaran membosankan dan menakutkan. Atas dasar itulah, ia terus mencari anak-anak di beberapa daerah terpencil di Indonesia yang buta matematika, seperti di Papua. Di salah satu daerah terpencil di Papua, yaitu Tolikara, Prof Yohanes yakin, anak-anak Papua memiliki kemampuan tak kalah dengan anak-anak di kota-kota besar jika diberikan kesempatan sama. ”Selama bertahun-tahun mereka (anak Papua) sama sekali tak bisa menghitung 2+2 dan 3+2. Namun, sekarang tidak lebih dari satu tahun, mereka akan saya siapkan untuk menjadi juara Olimpiade Matematika nanti,” ujar pendiri Surya Institute ini kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (13/5/2011).
Kepada Kompas, pada 4 Desember 2020, Prof Yohanes juga menceritakan pengalamannya mendidik anak-anak di kawasan Indonesia timur. Banyak dijumpainya anak-anak yang mempunyai motivasi belajar bagus tetapi rata-rata tidak menguasai matematika. Mereka pun kemudian diajak mengikuti pembelajaran. Alhasil, setelah 3-5 bulan belajar, anak-anak tersebut dapat berhitung dengan baik dan memperoleh nilai ujian matematika di atas 80. Setelah dididik, anak-anak dari Tolikara dan Wamena, Papua, misalnya, dapat menguasai numerasi dan memperoleh nilai ujian matematika di atas 90.
Mereka bahkan juga dapat memenangi kompetisi sains tingkat nasional ataupun internasional. Dicontohkannya tim robot pendeteksi awal tsunami buatan siswa SD binaannya, yakni Demira Jikwa, Yohana Opriwiri, dan Albertina Beanal yang meraih peringkat ketiga ajang Indonesia Information Communication Technology Awards 2011.
Talenta Muda
Tumbuh kembang talenta belia Indonesia memang memperoleh tempat istimewa di hati Presiden Jokowi. Dalam setiap perjumpaan dengan anak-anak usia SD, Kepala Negara selalu menyelipkan pesan dorongan untuk terus belajar. Kecintaan pada anak-anak pula yang membawa Presiden Jokowi membelokkan langkah walaupun kadang di luar agenda yang telah ditetapkan—untuk berjumpa dengan sejumlah anak yang tengah belajar matematika.
Tak hanya di masa pandemi Covid-19, kedekatan Presiden Jokowi dengan anak-anak antara lain tampak ketika Presiden memenuhi janji mengajak anak-anak korban banjir di Papua berkunjung ke Jakarta. Sebanyak 30 anak diterima Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat, 11 Oktober 2019, ketika pandemi Covid-19 belum melanda Tanah Air.
Dalam pertemuan yang berlangsung di beranda Istana Merdeka tersebut, Presiden Jokowi berinteraksi dengan anak-anak yang wilayahnya terkena banjir bandang pada Maret 2019. Anak-anak yang hadir berasal dari SD Negeri Inpres Kemiri, SD Negeri Inpres Mbait, dan SD YPPK Agats.
Dulu, Pak Presiden bulan Maret janji anak-anak yang ini waktu itu banjir di Sentani kan? Bapak waktu ke lapangan, ketemu, terus janji mau ngundang ke Jakarta. Yang penting, satu janjinya Pak Presiden sudah ditepati.
”Dulu, Pak Presiden bulan Maret janji anak-anak yang ini waktu itu banjir di Sentani kan? Bapak waktu ke lapangan, ketemu, terus janji mau ngundang ke Jakarta. Yang penting, satu janjinya Pak Presiden sudah ditepati,” kata Presiden Jokowi.
Menurut Kepala Negara, saat meninjau lokasi banjir di Sentani, selain meminta sekolah mereka untuk diperbaiki, anak-anak juga ingin mengunjungi Jakarta. Tak hanya mengunjungi Istana, anak-anak Papua juga ditanya ingin pergi ke mana dan lantas diwujudkan untuk mengunjungi sejumlah destinasi, seperti mencoba moda raya terpadu (MRT), mengunjungi Monas, Dunia Fantasi (Dufan), hingga Taman Mini Indonesia Indah. ”Taman Mini Indonesia, mau ke sana? Oh boleh, nanti diantar ke Taman Mini Indonesia,” ujar Presiden.
Di hadapan Kepala Negara, anak-anak Papua tersebut kemudian menunjukkan kebolehannya bernyanyi. Selain itu, mereka juga memberikan kenang-kenangan kepada Presiden Jokowi, yakni topi rumbai, tas rajut bertuliskan ”Jokowi Presidenku”, dan sebuah cendera mata khas Asmat.
Di akhir acara, Presiden Jokowi memberikan sebuah kejutan kepada salah satu siswa yang ulang tahun pada hari ini, yaitu Solideo Fernandus. ”Hari ini katanya ada Solideo Fernandus. Ada yang ulang tahun ya? Ini saya beri foto. Selamat ulang tahun yang ke-13 Solideo Fernandus. Belajar yang baik,” kata Presiden Jokowi.
Perhatian Kepala Negara terhadap pengembangan talenta muda Indonesia kerap disampaikan di berbagai kesempatan. Saat memberikan sambutan pada groundbreaking (pemancangan tiang pertama) Papua Youth Creative Hub di Kota Jayapura, Provinsi Papua, Sabtu (2/10/2021), misalnya, Presiden menuturkan banyak generasi Papua yang hebat dan memiliki atau sedang dalam proses pendidikan sangat baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Setelah saya bertemu dengan komunitas Papua Muda Inspiratif, kemudian ada ide untuk membuat Papua Youth Creative Hub di tempat ini.
Kepala Negara menuturkan bahwa pemerintah ingin memberikan ruang sebesar-besarnya. ”Setelah saya bertemu dengan komunitas Papua Muda Inspiratif, kemudian ada ide untuk membuat Papua Youth Creative Hub di tempat ini,” ujar mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Presiden Jokowi menuturkan, dirinya meyakini masih banyak potensi yang belum tergali dan belum dikembangkan di Papua dan Papua Barat. Banyak bibit unggul dengan talenta sangat baik di bidang sains, seni budaya, dan di bidang olahraga.
”Dan, ini menjadi tugas besar kita semuanya untuk menyiapkan manajemen yang baik, manajemen talenta yang baik, yang tertata. Tadi sudah disampaikan bahwa yang berkumpul di Papua Muda Inspiratif ini bukan hanya ratusan, melainkan sudah ribuan. Ini sangat bagus sehingga kita harapkan nanti Papua Youth Creative Hub ini bisa menjadi motor penggerak, bisa menjadi pusat pengembangan talenta-talenta hebat di Tanah Papua,” kata Presiden Jokowi.
Menggaet hati
Wakil Presiden Ma’ruf Amin, yang juga Ketua Dewan Pengarah Tim Koordinasi Terpadu Percepatan Pembangunan Kesejahteraan di Provinsi Papua dan Papua Barat, menuturkan bahwa telah dirumuskan tujuh sektor strategis yang menjadi program quick wins 2021-2022 untuk membangun kesejahteraan masyarakat Papua. Salah satu sektor tersebut adalah di bidang pendidikan, yakni melalui Papua Pintar.
Baca juga: Sisi Balik Pembelajaran Matematika
”Kontribusi Universitas Cenderawasih sangat dibutuhkan untuk dapat menjadi think tank, terutama dalam membangun SDM Papua yang lebih berkualitas, kompeten, dan unggul,” kata Wapres Amin saat menerima audiensi dari jajaran sivitas akademika Universitas Cenderawasih, Jayapura, Papua, melalui konferensi video di kediaman resmi Wapres Jalan Diponegoro Nomor 2, Jakarta, Selasa (22/6/2021).
Kontribusi Universitas Cenderawasih sangat dibutuhkan untuk dapat menjadi think tank, terutama dalam membangun SDM Papua yang lebih berkualitas, kompeten, dan unggul.
Kembali ke pola pengajaran Profesor Yohanes Surya yang gampang, asyik, dan menyenangkan, pendekatan tersebut bernilai penting untuk mengajak anak-anak menyukai dan kemudian memahami matematika. Sebuah pendekatan yang membalik anggapan bahwa matematika adalah sulit dimengerti.
Terkait cara pengajaran yang memantik perhatian anak didik ini, bolehlah kita sebentar menengok cara yang dipraktikkan seorang humanis dan pendidik dari Belanda, Desiderius Erasmus. Sekitar tahun 1500, dia mengajarkan bahasa Latin kepada para muridnya. Alih-alih menjejali anak didiknya dengan hafalan banyak aturan, Erasmus menyusun buku percakapan-percakapan atau dialog dalam bahasa Latin.
”Dengan demikian, ia (Erasmus) dapat membangkitkan perhatian mereka. Dan, barang siapa yang dapat melakukan demikian, sudah separuh berhasil sebagai pengajar,” tulis J Trapman dalam kata pendahuluan buku berjudul Percakapan Erasmus yang diterjemahkan HB Jassin (Penerbit Djambatan, 1985).
Kemampuan menggaet hati anak-anak untuk bergembira dalam mengembangkan talentanya kiranya perlu terus dilakukan demi mengantar mereka memasuki kehidupan dengan segenap dinamika, tantangan, dan peluang ke depan. Semangat pun mesti terus digelorakan bagi tunas-tunas muda dari berbagai daerah di Indonesia untuk meraih cita-cita yang, menurut Proklamator dan Presiden pertama Indonesia, Bung Karno, hendaknya digantungkan setinggi langit.