Kini muncul (lagi) harapan agar legislasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual berujung pengesahannya menjadi UU. Jangan lagi ada tangis air mata korban kekerasan seksual.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·5 menit baca
”Pada Tuhan aku mengadu. Mengapa nurani membeku. Mengapa terpenjara ragu. Apa ini hanya senda gurau, karena kuasa bukan milikku? O Tuhan, malam ini aku masih terjaga, memintaMu membangunkan hati-hati yang masih tertidur, menuntun jiwa-jiwa yang terperangkap kepongahan menjalankan ajaranMu.”
Petikan bait puisi ini dibacakan Olivia Chadidjah Salampessy, Wakil Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dalam acara Gerak Bersama dalam Doa Lintas Iman, Mendukung Pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Rabu (12/1/2022) malam.
Selain doa, melalui puisi berjudul ”Munajat Malam” ini, Olivia juga menaruh harapan kepada para wakil rakyat di Senayan agar segera mewujudkan harapan para korban kekerasan seksual dengan mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebagai RUU inisiatif DPR. Ini sebagaimana janji Ketua DPR Puan Maharani pada sidang pembukaan masa persidangan III tahun sidang 2021-2022, Selasa (11/1).
”O Tuhan, malam ini aku berani tersenyum. Menanti ketukan palu. Berpulih di bawah payung pelindung. Semoga bukan menjadi angin surga,” lanjut puisinya.
Puisi Olivia menyatu dengan lantunan doa dan harapan untuk menggugah hati para wakil rakyat di Senayan dilayangkan para tokoh lintas iman yang hadir dalam kegiatan itu. Acara yang berlangsung daring serta dipandu oleh Veryanto Sitohang (komisioner Komnas Perempuan) dan Inayah Wahid (putri Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid) tersebut diikuti sejumlah tokoh, antara lain Nyonya Sinta Nuriyah Wahid (istri Presiden Abdurrahman Wahid), Kiai Haji Husein Muhammad (Pemimpin Pondok Pesantren Dar at-Tauhid Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat), Badriyah Fayumi (Ketua Kongres Ulama Perempuan Indonesia/KUPI), serta sejumlah tokoh agama, aktivis, dan seniman.
Duka lara anak-anak perempuan kami sudah berbulan-bulan, bertahun-tahun dalam luka.
Selain menaikkan doa-doa untuk mendukung pengesahan RUU TPKS, para pemimpin lintas agama juga menyampaikan narasi dan pandangan tentang RUU TPKS. Beberapa seniman, seperti Andre Hehanussa dan Dewi Nova, juga hadir mendukung gerak bersama mengawal RUU TPKS.
Sinta Nuriyah sebelum membawakan doa mengingatkan betapa kekerasan seksual di Indonesia sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Sebab, sudah banyak korban yang berjatuhan, terutama perempuan. Bahkan sampai merenggut nyawa tanpa memandang usia. Mulai dari anak di bawah umur hingga nenek-nenek, semua bisa jadi korban kekerasan seksual.
”Yang mengerikan lagi, pelakunya adalah orang-orang yang harusnya memberi contoh teladan dan mengajarkan budi pekerja yang luhur. Tempat-tempat yang selama ini dianggap aman dari perbuatan seperti itu sekarang telah ternoda dari perbuatan yang tidak senonoh seperti itu. Oleh karena itu, RUU TPKS harus segera disahkan dan tidak bisa ditawar-tawar lagi,” ujar Sinta tegas.
Andre Hehanussa melantunkan sebuah lagu yang bercerita tentang ibu yang memiliki cinta besar pada anaknya. Dalam dialog dengan Inayah, Andre mengungkapkan, perlu ditanyakan kepada anggota DPR apa yang dipikirkan terkait berbagai kekerasan seksual yang bisa menyasar siapa saja.
Ketua Persekutuan Perempuan Berpendidikan Teologi di Indonesia (Peruati) Pendeta Darwita Purba dalam narasi berjudul ”Diamlah” yang dibacakan dan mewakili testimoni korban kekerasan seksual menggugah wakil rakyat bahwa sudah saatnya mendengarkan jeritan tangis para korban.
Imam Nahei, komisioner Komnas Perempuan yang juga mewakili KH Husein Muhammad, membawakan doa mewakili jeritan para korban kekerasan seksual. Bait-bait doa itu, antara lain, berbunyi, ”Wahai Tuhan kami. Tubuh anak-anak perempuan kami terlalu sering dilukai, direnggut, dan dirobek-robek. Duka lara anak-anak perempuan kami sudah berbulan-bulan, bertahun-tahun dalam luka. Masih saja direndahkan, disingkirkan, dan dihancurkan. Hingga tak tersisa kegembiraan dan indahnya masa depan. Oleh hasrat-hasrat rendah berlumur darah dan tangan-tangan penuh lumpur dan kotoran.”
Lonjakan kasus
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengungkapkan, Komnas Perempuan dari tahun ke tahun mencatat berbagai perkembangan kekerasan berbasis jender, khususnya kekerasan seksual. Bahkan ada lonjakan jumlah kasus yang dilaporkan, tetapi kapasitas untuk menyikapinya sangat terbatas.
Pada 2016-2020, Komnas Perempuan mencatat ada lebih dari 24.000 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke lembaga layanan baik pemerintah maupun organisasi masyarakat, atau yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan.
”Dari 24.000 kasus tersebut, sekitar 7.300 (kasus) atau 30 persen adalah kasus pemerkosaan. Itu pun angka yang dilaporkan kurang dari 30 persen dengan alasan yang bervariasi,” ujar Andy.
Oleh karena itu, kebutuhan untuk membahas dan mengesahkan RUU TPKS sangat mendesak. Kendati demikian, DPR diharapkan untuk berhati-hati dan cermat membahas RUU tersebut agar ketika disahkan menjadi UU betul-betul berpihak pada kebutuhan korban.
Gerak Bersama dalam Doa Lintas Iman merupakan langkah yang dilakukan para tokoh lintas iman untuk terus mengawal proses RUU TPKS. Mereka berharap kali ini DPR benar-benar serius dan membuktikan komitmen untuk menetapkan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR.
Ketua DPR Puan Maharani, Rabu (12/1) siang, di DPR, saat berdialog dengan belasan aktivis perempuan dari berbagai latar belakang, mulai dari akademisi, pemengaruh (influencer), pejuang HAM, pekerja seni, hingga mahasiswa, menegaskan bahwa RUU TPKS harus hadir sebagai satu payung hukum untuk menjaga serta membuat aman masyarakat, khususnya kaum perempuan.
Kendati demikian, ia menilai pentingnya memperhatikan korban-korban kekerasan seksual dari kelompok masyarakat lain, seperti kaum lelaki dan disabilitas. ”Karena ada juga laki-laki korban kekerasan seksual. Jadi, harapannya adalah RUU TPKS ini nantinya dapat melindungi, memberikan rasa aman, nyaman, bukan hanya buat perempuan dan anak, tapi seluruh warga Indonesia,” katanya.
Puan pun menyatakan perlunya kehati-hatian dalam proses penyelesaian RUU TPKS ke depan. Mekanismenya masih cukup panjang. Ketika nantinya ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR, tidak berarti prosesnya sudah selesai. Pemerintah dan DPR selanjutnya akan bersama-sama membahas permasalahan yang ada di daftar inventaris masalah (DIM) RUU TPKS.
Proses legislasi RUU TPKS memang masih panjang. Namun, penetapan RUU tersebut sebagai RUU usul inisiatif harus segera dilakukan DPR dan tidak perlu ditunda-tunda.
DPR setidaknya membuktikan kepada publik keberpihakannya kepada para korban yang juga konstituen mereka. Jangan lagi ada keraguan.