Sebanyak 374 Peneliti dan Pegawai Puslit Arkenas ”Bedol Desa” ke BRIN
Seperti di lembaga-lembaga lainnya, penggabungan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional ke Badan Riset dan Inovasi Nasional juga mengalami dinamika. Puslit Arkenas bertugas mengelola aset peradaban leluhur.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 374 peneliti dan pegawai Pusat Penelitian Arkeologi Nasional ”bedol desa” dengan bergabung dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN. Di lembaga baru ini, Puslit Arkenas menjadi Organisasi Riset Arkeologi yang dipimpin oleh pejabat fungsional peneliti utama setingkat eselon I.
Dari 374 peneliti dan pegawai Puslit Arkenas tersebut, sekitar 60 peneliti di antaranya merupakan para peneliti Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) dari berbagai provinsi. Seperti halnya Puslit Arkenas, para peneliti BNPB sebelumnya berada di bawah naungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan kemudian melebur ke BRIN.
Menurut Kepala Puslit Arkenas I Made Geria, Organisasi Riset (OR) Arkeologi nantinya akan membawahkan lima pusat. ”Yang kami ajukan di BRIN ada lima pusat, yaitu pusat prasejarah, pusat sejarah, pusat maritim, pusat rumah peradaban, dan pusat peradaban berkelanjutan,” paparnya, Rabu (5/1/2022), di Jakarta.
Dalam penelitian, Puslit Arkenas sebagai OR Arkeologi ditugaskan oleh negara untuk mengelola aset peradaban leluhur dengan segala nilainya yang luar biasa. Nilai-nilai tersebut perlu dipelihara dan dihidupi masyarakat sekaligus menjadi kebijakan negara.
Ini bukan sekadar membangun kota, melainkan juga membangun peradaban. Kalimantan bukan tanah kosong, tetapi ada warisan rakyat, ada peradaban sebelumnya. (I Made Geria)
”Diseminasi pengetahuan kepada publik tentang berbagai capaian leluhur bangsa di masa lalu serta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya menjadi krusial. Ini menegaskan pentingnya peran sejarah peradaban bangsa ini untuk kehidupan sekarang dan masa depan,” kata Made.
Made menegaskan, fakta arkeologi jadi titik pangkal dalam diskursus dari mana, siapa, dan akan ke mana arah bangsa ini melaju. Arkeologi tidak hanya mengungkap fakta masa lalu sebagai fondasi identitas nasional bangsa ini.
Melalui riset terapan yang inklusif, arkeologi turut menyediakan solusi atas berbagai problematika bangsa yang aktual. Pengalaman panjang bangsa ini dalam menghadapi tantangan global—semisal perubahan iklim dan diplomasi lintas bangsa—dapat menjadi referensi untuk menentukan kebijakan strategis menyongsong masa depan Indonesia.
Berdasarkan hasil integrasi dari 74 entitas pelaksana penelitian dan pengembangan kementerian/lembaga ke BRIN, terjaring 18 OR dengan 104 pusat di dalamnya. Puslit Arkenas menjadi OR Arkeologi dengan lima pusat di bawahnya.
Salah satu rekomendasi terbaru yang baru saja diberikan Puslit Arkenas dalam konteks kekinian adalah pembangunan ibu kota negara (IKN) di wilayah Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Penelitian IKN oleh Puslit Arkenas tahun 2020-2023 disiapkan untuk memberikan rekomendasi pengembangan IKN ke depan.
Puslit Arkenas mencermati rencana pembangunan IKN berlandaskan perspektif konservasi alam dan budaya. ”Ini bukan sekadar membangun kota, melainkan juga membangun peradaban. Kalimantan bukan tanah kosong, tetapi ada warisan rakyat, ada peradaban sebelumnya. Hasil riset menjadi rekomendasi dalam pembangunan IKN agar memaksimalkan modal budaya yang ada,” papar Made.
Menurut konseptor sekaligus Kepala Tim Penelitian IKN Puslit Arkenas Truman Simanjuntak, membangun sebuah ibu kota negara hendaknya tidak berangkat dari masa kekinian, tetapi dari kelampauan. Dengan demikian, nilai-nilai masa lampau dapat dibawa ke masa sekarang untuk membangun ibu kota negara yang kemudian diproyeksikan ke masa depan.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan, sebelum ada pembangunan fisik, IKN perlu dipetakan. ”Kita justru harus mampu memberikan rekomendasi bagaimana melakukan perencanaan dan eksekusi sehingga kita bisa menyandingkan kebutuhan pembangunan dengan preservasi dan konservasi, terkait ekosistem dan biodiversitas di sana,” tuturnya.
”Kita harus mencari apakah itu jalan tengah atau solusi, bagaimana memastikan sesuatu di sana bisa dikonservasi dan dipreservasi agar memberikan manfaat ke depan bagi generasi mendatang,” paparnya.
Seperti di lembaga-lembaga lainnya, penggabungan Puslit Arkenas ke BRIN juga mengalami dinamika. Salah satu penyesuaian baru yang mesti dilakukan para peneliti adalah mereka akan bekerja dengan sistem kerja coworking space atau ruang kerja bersama.
Artinya, Kantor Puslit Arkenas kini juga bisa dimanfaatkan oleh peneliti-peneliti BRIN lain. Demikian pula para peneliti yang selama ini bertahun-tahun berkantor di Gedung Puslit Arkenas di Pejaten, Jakarta, bisa berkantor di tempat lain di bawah BRIN.
Setelah bergabung dengan BRIN, Puslit Arkenas tidak diperbolehkan lagi merekrut tenaga kontrak. Hanya tiga jenis pekerjaan yang bisa menggunakan tenaga kerja dari pihak ketiga (outsourcing), yaitu sopir, pramukantor (office boy), dan petugas satuan pengamanan.
Untuk mengantisipasi terjadinya gejolak, 13 tenaga kontrak dan honorer Puslit Arkenas dialihkan ke Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kemendikbudristek. ”Khusus tenaga peneliti dari luar, kita hanya menggandeng mereka saat ada kerja sama dengan pihak asing,” kata Made.
Selain beberapa penyesuaian tersebut, sejumlah peneliti Puslit Arkenas kini mendapatkan pengakuan dari BRIN. Dahulu, ketika berada di bawah Kemendikbudristek, para peneliti utama yang bertugas di daerah (non-Jakarta) hanya diakui sebagai peneliti madya. Kini mereka diakui sebagai peneliti utama.
Sementara dari sisi kepemimpinan, selama ini Puslit Arkenas dinakhodai oleh pejabat setingkat eselon II. Dalam waktu dekat, Puslit Arkenas yang telah menjadi OR Arkeologi akan dipimpin oleh pejabat fungsional peneliti utama setingkat eselon I.