Pemulihan pendidikan perlu segera dilakukan melalui pembelajaran tatap muka terbatas untuk mengatasi berbagai dampak akademik dan non-akademik selama pembelajaran di sekolah terhenti hampir dua tahun ini.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pembukaan kembali sekolah mulai Januari 2022 digelar lebih intensif dibanding tahun lalu dan bahkan bisa dengan kapasitas 100 persen. Namun, dalam implementasinya belum semua sekolah di daerah menggelar pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas di minggu pertama masuk sekolah karena menunggu petunjuk teknis dari daerah masing-masing.
Pemerintah daerah diminta untuk mendukung dan tidak menghalangi pembukaan sekolah. Namun, semuanya harus tetap dengan pengawasan dan evaluasi untuk memastikan kluster sekolah tidak terjadi.
Di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, sebanyak 217 SD dan SMP hingga Kamis (4/1/2021) masih menunggu petunjuk dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan setempat. Saat ini kegiatan belajar mengajar masih berlangsung secara terbatas.
Kepala Sekolah Menengah Pertama 11 Naimata, Kota Kupang, Warmansyah, Selasa (4/1/2022), mengatakan, jumlah siswa di sekolah itu 956 orang. Sejak Juli 2021 sampai awal masuk sekolah tahun ajaran 2022, murid masih menjalani kegiatan belajar mengajar (KBM) terbatas.
Di daerah lain, ada sekolah yang belum menggelar PTM karena masih dalam persiapan. Ada juga dengan alasan mengantisipasi dampak Covid-19 karena ada siswa dan keluarga yang berlibur ke luar kota sehingga perlu karantina terlebih dahulu demi keselamatan bersama.
Tidak hanya pendidikan anak usia dini hingga pendidikan menengah atas yang didorong segera menggelar PTM. Perguruan tinggi juga diminta untuk bisa memulihkan perkuliahan di tahun 2022 ini.
Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Nizam, di Jakarta, Selasa (4/1/2022), mengatakan, perguruan tinggi juga didorong menyiapkan PTM. Sejak semester lalu, persiapan sudah dilakukan, terutama untuk mahasiswa angkatan 2020 dan 2021.
Dari evaluasi tidak ada kluster baru karena PTM di kampus. Asal semua pihak tetap disiplin menjaga protokol kesehatan, kegiatan di kampus bisa mulai dilakukan secara langsung untuk semester ini.
"Dari evaluasi tidak ada kluster baru karena PTM di kampus. Asal semua pihak tetap disiplin menjaga protokol kesehatan, kegiatan di kampus bisa mulai dilakukan secara langsung untuk semester ini," ujar Nizam.
Mahasiswa angkatan 2021 dan 2020 yang masuk kuliah di masa pandemi ada yang belum pernah menginjakkan kaki di kampus."Kami minta supaya kampus bisa mengoptimalkan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau MBKM untuk mengatasi ketertinggalan akibat kampus tutup. Ada berbagai program yang bisa membantu mahasiswa untuk bisa belajar dan berinteraksi dengan banyak pihak, bahkan lintas daerah," ujar Nizam.
Sementara itu, Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Mochamad Ashari mengatakan, untuk Februari nanti semua mahasiswa yang berada di daerah diminta kembali ke Surabaya. ITS akan mengatur PTM dan kegiatan langsung di kampus agar mahasiswa bisa kembali berinteraksi dan berkegiatan bersama untuk pengembangan diri.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kemendikbudristek, Jumeri, mengatakan, kondisi pandemi Covid-19 yang terkendali membuat tidak ada alasan bagi satuan pendidikan untuk tetap menutup sekolah dan mengandalkan PJJ. Pemulihan pendidikan perlu segera dilakukan melalui PTM terbatas untuk mengatasi berbagai dampak akademik dan non-akademik selama pembelajaran di sekolah terhenti hampir dua tahun ini.
Pihak sekolah diminta untuk terus meyakinkan para orangtua agar menyemangati anak-anak mereka kembali ke sekolah. Kekhawatiran orangtua terhadap penyebaran Covid-19 dengan adanya varian baru Omicron bisa dipahami. Namun, pihak sekolah yang melaksanakan PTM, bahkan bisa tiap hari dengan kapasitas 100 persen, sudah dengan pertimbangan keamanan dan kesehatan.
"Sekolah harus bisa berkomunikasi dan meyakinkan orangtua pentingnya bersama-sama mendukung anak kembali ke sekolah. Termasuk pula mendorong orangtua untuk membawa anak-anak dari usia 6-18 tahun divaksinasi agar bersekolah secara tatap muka semakin aman," ujar Jumeri.
Pembelajaran yang aman di masa pandemi di tahun 2022 ini didukung dengan pemanfaatan teknologi digital untuk memantau kondisi sekolah. Pembukaan sekolah dengan kapasitas maksimal bergantung pada cakupan vaksin kedua guru dan tenaga kependidikan serta orang lanjut usia di suatu daerah.
"Jika ada kasus, sekolah tetap harus ditutup untuk sementara waktu," ujar Jumeri.
Mendesak
Dalam siaran pers akhir tahun lalu, UNICEF, Bank Dunia, dan UNESCO meyakinkan bahwa pembukaan kembali sekolah menjadi hal mendesak. Dari laporan yang dipublikasikan Desember 2021, generasi pelajar sekarang berisiko kehilangan 17 triliun dolar dalam pendapatan sepanjang hidup yang dihitung dengan nilai sekarang atau sekitar 14 persen GDP dunia saat ini sebagai akibat penutupan sekolah karena pandemi Covid-19. Proyeksi ini lebih parah dari sebelumnya yang diperkirakan 10 triliun ketika dirilis di tahun 2020.
Oleh karena itu, pembukaan kembali sekolah harus tetap menjadi prioritas utama dan mendesak secara global untuk membendung dan membalikkan kehilangan pembelajaran. Negara-negara harus menerapkan program pemulihan pembelajaran dengan tujuan memastikan bahwa siswa dari generasi ini mencapai setidaknya kompetensi yang sama dengan generasi sebelumnya. Program harus mencakup tiga tindakan utama untuk memulihkan pembelajaran yakni mengonsolidasikan kurikulum; memperpanjang waktu pembelajaran; dan meningkatkan efisiensi pembelajaran.
Dalam hal meningkatkan efisiensi pembelajaran, teknik seperti instruksi yang ditargetkan dapat membantu pemulihan pembelajaran, yang berarti bahwa guru menyelaraskan instruksi dengan tingkat pembelajaran siswa, bukan titik awal yang diasumsikan atau harapan kurikuler. Instruksi yang ditargetkan akan membutuhkan penanganan krisis data pembelajaran dengan menilai tingkat pembelajaran siswa. Hal ini juga memerlukan dukungan tambahan kepada guru sehingga mereka diperlengkapi dengan baik untuk mengajar ke tingkat di mana anak-anak berada, yang sangat penting untuk mencegah kerugian yang menumpuk setelah anak-anak kembali ke sekolah.
“Kami berkomitmen untuk mendukung pemerintah secara lebih umum dengan tanggapan Covid-19 mereka melalui rencana pemulihan misi yang diluncurkan awal tahun ini,” kata Stefania Giannini, Asisten Direktur Jenderal Pendidikan UNESCO.
Menurut Stefania, dengan kepemimpinan pemerintah dan dukungan dari komunitas internasional, ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk membuat sistem lebih adil, efisien, dan tangguh, memanfaatkan pelajaran yang didapat selama pandemi dan meningkatkan investasi. "Tetapi untuk melakukan itu, kita harus menjadikan anak-anak dan remaja sebagai prioritas nyata di tengah semua tuntutan lain dari respons pandemi. Masa depan mereka dan masa depan kolektif kita bergantung padanya,” kata Stefania. (NIK/KOR/EGI)