Ruang-ruang dialog dengan pembaca pun akan lebih diintensifkan agar ”Kompas” bisa menjalankan fungsinya lebih baik lagi sebagai kompas, sebagaimana diharapkan Bung Karno, pendiri negeri ini.
Oleh
SUTTA DHARMASAPUTRA
·5 menit baca
Kompas/Wawan H Prabowo
Kolong jembatan layang di kawasan Rawa Panjang, Kota Bekasi, Jawa Barat, dihiasi mural untuk melawan penyebaran informasi palsu di masyarakat atau hoaks, seperti yang ditemui pada Minggu (28/2/2021).
Revolusi teknologi membuat informasi melimpah ruah. Semua orang, bahkan robot-robot, dapat membuat, memublikasikan, serta membagikannya. Informasi benar atau bohong, berisi apresiasi atau propaganda, kritis atau sinis, dan menginspirasi atau memprovokasi berbaur jadi satu di dunia maya.
Dengan kedigdayaannya, algoritma platform-platform raksasa pun terus agresif mengantarkan informasi-informasi itu dan merasuki pikiran dan jiwa warganet, seakan tanpa bisa dikendalikan lagi dampaknya. Kini, teknologi informasi bahkan sudah bergerak jauh lagi ke dunia realitas virtual rekaan, metaverse.
Kemajuan teknologi informasi akan berdampak positif apabila pembuat konten dan warga berkolaborasi membangun informasi berkualitas. Sebaliknya, kemajuan ini akan menjadi bencana bila semua tak peduli dengan konten yang dibuatnya.
Tak ubahnya makanan, apa yang dibuat dan ditelan pasti berdampak pada orang yang mengonsumsinya. Ada makanan yang segera berdampak ke tubuh, tetapi lebih banyak yang tidak bisa segera terasakan. Bahkan, tidak sedikit yang mengecoh. Makanan super lezat terkadang tidak menyehatkan. Makanan bergizi, ah, malah kurang nikmat. Tak mudah memilih yang nikmat juga sehat.
Kepiawaian memilah dan memilih informasi pun menjadi super penting di era ini. ”Di era banjir informasi, kejelasan menjadi kekuatan," kata Yuval Noah Harari, sejarawan dunia.
Informasi yang melimpah tak serta-merta akan membawa berkah. Era informasi melimpah justru bisa menjadi musibah jika dipenuhi hal-hal yang membutakan, bukan yang mencerahkan.
Betapa pentingnya informasi semakin terang benderang pada masa Pandemi Covid-19. Banyak bukti menunjukkan, misinformasi dan disinformasi telah menyeret banyak orang pada perilaku yang membahayakan diri bahkan orang lain, seperti meremehkan protokol kesehatan atau antivaksin. Korban berjatuhan tidak semata karena virus SARS-CoV-2, tetapi karena juga ”virus” disinfodemi.
Kini, informasi yang bertebaran pun semakin sederhana dan singkat, padahal persoalan yang terjadi semakin kompleks. Padahal, geopolitik dan geoekonomi terus bergerak. Dunia pun semakin terhubung, agenda internasional saling mengait dengan bangsa-bangsa.
Ketika umat manusia berniat bersatu mengatasi pemanasan global dan berlomba mengeksplorasi ruang angkasa, informasi yang banyak tersebar justru menyegregasi kita ke dalam kelompok-kelompok dan menjadi bermusuhan.
AP/FLORIDA TODAY
Peluncuran kapsul SpaceX Crew Dragon di atas roket Falcon 9 terlihat setelah lepas landas dari Pad 39A di Kennedy Space Center, Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat, Rabu (15/9/2021).
Informasi yang dikonsumsi akan menentukan bagaimana kita dapat memahami atau merespons persoalan dengan tepat atau tidak. Informasi tepat mempercepat pencapaian. Informasi tak akurat membuat kita berputar-putar bak di labirin dan akhirnya tersesat.
Di era revolusi teknologi informasi, kita semua bisa melakukan kontrol, memilah, dan memilih informasi yang sedemikian melimpah sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
Namun, karena informasi sedemikian melimpah, tentu tidak mudah untuk melakukannya. Di era banjir informasi, kebenaran bahkan kerap tersembunyi oleh tumpukan informasi, bak jarum dalam tumpukan jerami.
Memberi lebih
Jurnalisme dilahirkan untuk mencari kebenaran melalui disiplin profesional pengumpulan fakta dan verifikasi. Jurnalisme juga dilahirkan untuk loyal kepada warga dan atas independensinya memantau kekuasaan dengan obyektif.
Proses produksi di ruang redaksi yang taat metodologi serta taat etik akan menentukan kualitas informasi. Profesionalisme dan kode etik dapat menekan kemungkinan terjadinya bias kepentingan diri ataupun kelompok dalam pembuatan konten, sebaliknya mampu mengedepankan kepentingan publik. ”Journalism has always been a business of ethical people," kata novelis Leslie H Whitten.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Sejumlah poster yang menggambarkan sosok jurnalis harian Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin (Udin), dipajang dalam pameran Memorabilia Wartawan Udin di Ruang Kolaborasi Antologi, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (4/5/2021).
Saat ini, fungsi media arus utama melakukan diseminasi informasi boleh jadi tidak lagi hal utama karena semua orang dapat memublikasikan sendiri. Sebaliknya, fungsi verifikasi menjadi sangat diperlukan.
Ketika semua orang sudah bisa urun rembuk membahas persoalan, jurnalisme hadir untuk melihat persoalan secara komprehensif dan obyektif. Ketika semua orang bisa bersuara mempromosikan dirinya, peran jurnalisme adalah memperhatikan mereka yang tak bisa bersuara atau tak didengar.
Peran jurnalisme adalah memperhatikan mereka yang tak bisa bersuara atau tak didengar.
Redaksi harian Kompas pun berkomitmen lebih mengoptimalkan kerja-kerja jurnalistik yang profesional dalam mengkurasi informasi, serta menyajikan informasi yang lebih mendalam, komprehensif, jelajah, investigatif, survei, ataupun jurnalisme data. Menangkap peristiwa dan persoalan secara lengkap mendekati kompleksitas peristiwa dan permasalahan menjadi kekuatan (Jakob Oetama: Dalam Kondisi Bagaimanakah Pers Kini Bekerja).
Motto ”Amanat Hati Nurani Rakyat”, membela yang papa dan mengingatkan yang mapan, senantiasa menjadi semangat harian Kompas sejak didirikan PK Ojong dan Jakob Oetama, 28 Juni 1965. Oleh karena itu, kisah-kisah kemanusiaan dan kebudayaan yang inspiratif, isu soal demokrasi, kesetaraan perlakuan, penghargaan atas kebinekaan, serta keadilan dan pemerataan ekonomi selalu dan akan terus menjadi perhatian. Revolusi kembar, yaitu infoteknologi dan bioteknologi, ataupun dampak perubahan iklim yang terjadi sedemikian masif juga akan mendapat perhatian lebih.
Menjadi lebih
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, harian Kompas juga terus bertransformasi menjadi lebih digital, seperti halnya kompas yang telah bertransformasi menjadi global positioning system (GPS) yang lebih presisi. Fakta-fakta jurnalistik pun kami sajikan ke dalam lebih banyak format, tidak hanya teks, foto, grafis statis, tetapi juga video, grafis interaktif, bahkan multimedia interaktif.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pemimpin Redaksi Kompas Sutta Dharmasaputra (kiri) menerima Anugerah Dewan Pers 2021 kategori media siber untuk portal Kompas.id didampingi Ketua Umum Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Uni Lubis dalam ajang Anugerah Dewan Pers 2021 di Jakarta, Kamis (9/12/2021).
Harapannya, sahabat Kompas bisa menikmatinya sesuai dengan kebutuhan, kapan saja, dan di mana saja. Di pagi hari, sambil menyeruput teh atau kopi, Anda bisa menikmati versi ringkas padat terkurasi di harian Kompas. Di perjalanan, di kantor atau di mana pun, Anda bisa menikmati versi detail dan lengkap di Kompas.id secara digital.
Redaksi pun mengajak Anda semua untuk bersama-sama membangun konten melalui surat pembaca di harian Kompas atau kolom komentar yang bernas di Kompas.id, atau kiriman artikel opini yang mencerahkan di harian Kompas ataupun Kompas.id. Ruang-ruang dialog dengan pembaca pun akan lebih diintensifkan agar Kompas bisa menjalankan fungsinya lebih baik lagi sebagai kompas, yaitu membantu menunjukkan arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba, sebagaimana diharapkan Bung Karno, pendiri negeri ini.
Ke depan, kami juga akan lebih mengoptimalkan peran Ombudsman Kompas agar bisa menjadi jembatan antara redaksi dan pembaca sekaligus menjaga kualitas jurnalisme. Kami tidak bisa berjalan sendiri dan sangat memerlukan dukungan sahabat pembaca Kompas, mitra bisnis Kompas untuk memperkuat ekosistem media arus utama dan berterima kasih atas dukungan selama ini. Kita perlu bersama-sama membangun ekosistem informasi demi kebaikan negeri. Konten menjadi raja hanya ketika Anda memberikan mahkotanya.
Sutta Dharmasaputra, Pemimpin Redaksi Harian Kompas (Kompas.id)