Ketika Anak Muda Memanfaatkan Teknologi Digital untuk Kemajuan Bersama
Generasi muda akrab dengan dunia digital. Di tangan sejumlah anak muda, teknologi digital digunakan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar mereka.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
Teknologi digital ”bak pisau bermata dua”. Teknologi digital yang tak lagi dapat dipisahkan dari keseharian hidup manusia di masa kini sesungguhnya mempunyai banyak manfaat positif. Di sisi lain, pemanfaatan teknologi ini juga bisa berdampak negatif bagi penggunanya.
Namun, dengan semangat dan keyakinan untuk membawa kemajuan dan kesejahteraan bersama, perkembangan teknologi digital dimanfaatkan para pemuda di desa ataupun kota untuk bisa melompat jauh ke depan dalam semangat gotong royong.
Insipirasi dari sejumlah anak muda penerima Semangat Astra Terpadu untuk (SATU) Indonesia Awards dari berbagai daerah menunjukkan aksi nyata yang sederhana memberi kebaikan bagi sesama umat manusia.
Dengan memanfaatkan media sosial untuk tujuan baik, dampaknya memberi senyum bagi orang-orang yang terangkat kehidupannya dari kiprah anak muda yang terpanggil memanfaatkan sisi positif teknologi digital.
Batin Narman (32), pemuda asli suku Baduy Luar di Kabupaten Lebak, Banten, pun berusaha menjawab tantangan yang dihadapi masyarakat adat Baduy. Awalnya, ia merasa resah melihat mulai banyak orang Baduy ke luar daerah adat selama berhari-hari, bahkan hingga satu bulan, karena alasan ekonomi.
Jika banyak orang Baduy ke luar, kesinambungan adat budayanya bakal terancam. Narman yang juga dikenal sebagai pemandu para wisatawan yang hendak berkunjung ke Baduy ini meyakini, dengan ekonomi tercukupi, warganya akan bertahan menjadi masyarakat adat.
Narman, yang tinggal di Kampung Morengo, Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten, melihat potensi kerajinan di masyarakat suku Baduy perlu dipasarkan dengan cara lain. Selama ini penjualan kerajinan, seperti kain tenun, tas, gelang, gelas, dan ceret dari bambu, hanya di Desa Ciboleger, tempat wisatawan yang hendak ke kampung adat suku Baduy Luar.
Narman, yang dari pergaulannya mengenal tentang internet, terpikir memanfaatkannya guna memasarkan kerajinan suku Baduy. Penjualan daring ia lakukan melalui laman dan media sosial dengan nama Baduy Craft sejak 2016 hingga sekarang.
Meskipun tidak bisa setiap saat mengakses internet karena saat di kampungnya ada aturan tidak mengunakan gawai, Narman cukup aktif bermedia sosial. Di akun Facebook-nya, pada pertengahan Desember 2021, berbagi kabar gembira bisa mendapatkan medali perunggu dari perlombaan lari 5.000 meter putra senior yang dilaksanakan pada 11 Desemebr 2021 di Stadion Badak, Pandeglang yang diikuti peserta dari delapan kota/kabupaten se-Banten.
”Bangga bisa menunjukkan orang Baduy memiliki tubuh yang sehat dan juga kuat seperti sudah dikenal sejak dulu dan mampu berkompetisi di tingkat daerah ataupun nasional untuk mengharumkan nama daerah,” ujar Narman yang mewakili Kabupaten Lebak.
Narman terus mengejar prestasi dan mengikuti perkembangan dunia luar, dengan tetap memegang nilai-nilai sebagai generasi penerus suku Baduy. Dia ingin menjadi contoh sosok orang Baduy yang tetap menghormati tuah atau kepercayaan dan keyakinan yang diwariskan leluhurnya sekaligus aktif mencari solusi yang pas untuk membuat Baduy tetap bertahan sampai kapan pun.
Kiprah Narman yang mulai memasarkan kerajinan Baduy secara daring pada 2016 mendapatkan penghargaan dari SATU Awards 2018. ”Saya terus melihat apa yang bisa dikembangkan sesuai adat. Jangan sampai merusak adat,” ujarnya.
Meskipun awalnya menggunakan gawai diam-diam untuk memasarkan kerajinan Baduy yang dibuat tetangganya, akhirnya dia mendapat restu dari tetua adat agar bisa menjalankan apa yang diyakini hati nuraninya bagi kaumnya. Tentu saja kegiatan berjualan kerajinan suku Baduy secara daring harus dilakukan di luar kampung dan dilakukan dengan tidak mencolok.
Sebagai generasi muda, secara jujur, Narman ingin agar Baduy beradaptasi dengan dunia luar. Di sisi lain, ia tetap meyakini bahwa ia yang lahir dari keturunan Baduy harus menjaga warisan leluhurnya dengan menjalankan adat budaya dan keyakinan yang turun-temurun.
Mengatasi dampak pandemi
Pemanfaatan teknologi digital bagi sesama juga dilakukan Revo Suladasha (35), pengusaha kuliner. Ia bersama temannya, Eri Kuncoro, membuat gerakan sosial Yuk Tukoni (Ayo Beli) sejak April 2020 melalui media sosial Instagram dan situs web. Gerakan itu untuk membantu pelaku usaha kecil menengah dan mikro (UMKM) kuliner di Yogyakarta yang terpukul akibat pandemi Covid-19.
Dari tahun ke tahun, semakin banyak anak muda mempunyai program yang memberi manfaat bagi warga sekitarnya, bahkan lebih luas.
Gerakan ini mengajak masyarakat untuk membeli dagangan makanan dan minuman pedagang kecil dari yang berjualan di kaki lima hingga warung. Dengan pengalaman di bisnis kuliner dan kemampuan teknologi digital, Revo dan temannya membantu para pedagang untuk bangkit. Kuliner yang disukai warga dikemas dengan bagus, bahkan dalam bentuk beku.
Revo dan Eri yang meraih SATU Indonesia Awards kategori Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Pandemi Covid-19 pada tahun 2020 memulai gerakan Yuk Tukoni dengan mendatangi warung atau tempat usaha para pedagang yang mau bergabung.
Kini penjualan produk makanan/kuliner UMKM dari Yogya terus berkembang. Bahkan, pengiriman produk makana siap saji ini sudah menjangkau sejumlah daerah di luar Yogyakarta. Tinggal pesan lewat Instagram atau situs web, kuliner kesukaan siap diantarkan ke rumah.
Head of Corporate Communications Astra Boy Kelana Soebroto mengutarakan, SATU Indonesia Awards mencari anak-anak muda yang tergerak hatinya untuk bisa membantu masyarakat sekitarnya. Dari tahun ke tahun, semakin banyak anak muda mempunyai program yang memberi manfaat bagi warga sekitarnya, bahkan lebih luas.