Rektor Uncen: Kami Ingin Mempertemukan Berbagai Pihak
Kampus ini mempunyai pusat-pusat studi dengan banyak SDM, tetapi tidak ada anggaran. Hampir semua perguruan tinggi, ya, kalau begitu. Jadi, memang perlu ada kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan swasta.
Oleh
HARYO DAMARDONO
·4 menit baca
Berdasarkan amanat Bung Karno, Universitas Cenderawasih didirikan di Jayapura, Irian Barat, pada 10 November 1962. Ketika itu, Irian Barat secara administrasi masih di tangan United Nations For Temporary Authority (UNTEA).
Universitas Cenderawasih (Uncen) dengan demikian sempat menjadi satu-satunya lembaga Pemerintahan Republik Indonesia yang pertama berdiri di Irian Barat (Papua), di samping perwakilan RI. Posisi Uncen pun menjadi sangat sentral pada masa itu.
Dengan sejarah panjangnya, di kampus Uncen sebenarnya tersembunyi berbagai ahli, berbagai pakar yang memahami betul warga dan alam Papua. Akumulasi dari pengetahuan para akademisi itu selama ini seolah terpendam. Ilmu-ilmu yang mereka miliki menanti untuk dikolaborasikan demi kemajuan Papua.
Uncen mau memosisikan diri sebagai lapak, sebagai toko. (Marketplace itu) yang mempertemukan teman-teman, berbagai pihak untuk bekerja sama.
Tekad untuk mewujudkan Generasi Emas Papua pun dapat tercapai bilamana terdapat kolaborasi-kolaborasi nyata. Posisi Uncen seharusnya tidak hanya sentral pada masa lalu, tetapi juga di saat sekarang ini ketika negeri ini sekuat tenaga membangun Papua.
Berikut ini adalah perbincangan wartawan harian Kompas dengan Rektor Uncen Apolo Safanpo, akhir November 2021, di Kampus Uncen di Jayapura.
Terobosan apa yang kini sedang dikerjakan Uncen?
Kami membuat marketplace (pasar daring) atau temu kolaborasi. Uncen mau memosisikan diri sebagai lapak, sebagai toko. (Marketplace itu) yang mempertemukan teman-teman, berbagai pihak untuk bekerja sama. Kita bisa saling sharing dan belajar. Tujuannya, untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.
(Selasa (30/11/2021) bertempat di Rektorat Uncen digelar temu kolaborasi dengan pelaku nonpemerintah, non-state actors. Hadir perwakilan dari Bappeda Papua, PT Freeport Indonesia, Bank Mandiri, dan Telkomsel Maluku-Papua).
PT Freeport telah bekerja sama dengan Pusat Studi Data dan Informasi Pembangunan (Pusdip) Uncen. Adakah pusat studi lain untuk diajak bekerja sama?
Itu memang hanya satu contoh. Kita punya lebih dari 25 pusat studi, mulai dari pusat studi hukum, hak asasi manusia, hingga energi. Di negara-negara maju itu, universitas, pemerintah, dan industri saling berkolaborasi.
Mereka juga menggunakan hasil-hasil riset dari dosen untuk digunakan sebagai pengembangan ilmu dan pengembangan masyarakat. Hasil riset pertanian digunakan untuk pertanian. Hasil riset kehutanan untuk kehutanan pula.
Apa hal positif dari berbagai kerja sama itu?
Kampus ini mempunyai pusat-pusat studi dengan banyak sumber daya manusia, tetapi tidak ada anggaran. Hampir semua perguruan tinggi, ya, kalau begitu. Jadi, memang perlu ada kolaborasi antara perguruan tinggi, pemerintah, dan swasta.
Kalau saya (memosisikan diri sebagai investor), misalnya, mau bikin hilirisasi sawit, bisa tidak minta dibuatkan riset? Ya bisa. Kebetulan, dosen itu tiap semester melakukan penelitian sebagai kewajiban Tri Dharma. Tapi, selama ini, karena dana terbatas, tidak bisa melakukan riset yang membantu rakyat.
Dengan kolaborasi, maka (hasil penelitian) yang biasanya output saja menjadi outcome. Artinya, harus bermanfaat bagi masyarakat di mana riset itu dilakukan.
Adakah investor dari luar negeri yang berkolaborasi dengan Uncen?
Ada banyak, tetapi baru sebatas dalam hal Tri Dharma saja. Teman-teman dari (Universitas) York membuat penelitian arkeologi di pegunungan bersama kami, lalu ada soal kesehatan. Yang menarik (bagi mereka) itu malaria, penyakit-penyakit tropis, dan tumbuh-tumbuhan untuk suplemen.
Uncen juga terlibat (dalam berbagai kolaborasi) secara perorangan. Ada dosen-dosen yang direkrut sebagai tenaga ahli ataupun peneliti. Kajian buah merah itu, kan, dilakukan dosen kita, Pak Made (I Made Budi).
Hasil berbagai kajian dari Uncen dan dosen-dosen Uncen diharapkan pada tahun-tahun mendatang menjadi program di pemerintah ataupun lembaga non-state actors.
Apa harapan dari Uncen? Mengapa Uncen harus didukung?
Uncen sangat layak diberi perhatian khusus karena kita itu selalu jadi fasilitator (di Papua), bahkan sampai yang berbeda ideologi. Uncen penting untuk semua urusan. Kita tak hanya menangani urusan akademik, tetapi juga soal pelanggaran HAM. Jadi, Uncen perlu didukung karena selalu jadi garda terdepan pemerintah.
Pertumbuhan sarana dan prasarana juga harus sesuai dengan deret hitung. Kalau bangun satu gedung untuk Uncen tidak bisa selesai di situ karena penduduk juga bertambah. Kita lagi membuka fakultas di Serui, dan satu lagi di Biak. Di sana tidak ada gedung, jadi pinjam sekolah.
Universitas swasta ada (di Papua), tapi daya tampung terbatas. Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi, misalnya, 25 mahasiswa saja per angkatan. Ada kampus swasta lain hanya terima 50 mahasiswa per tahun. Total mahasiswa Uncen itu 33.000 orang.
Tanpa (peningkatan) pendidikan di Papua, pasti susah mencapai target SDGs (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan). Ini beda dengan di Jawa. Tiap kilometer saja ada satu perguruan tinggi.