Diskusi panel dengan narasumber dan peneliti digelar di perguruan tinggi untuk mengetahui apakah kegiatannya sudah berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Ini juga penting untuk mengukur keberhasilan riset.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perguruan tinggi berperan strategis dalam menghadapi perkembangan dunia yang semakin dinamis. Untuk itu, perguruan tinggi diharapkan tidak hanya mengamati dan mengkritisi berbagai fenomena di masyarakat, tetapi juga dapat memberikan solusi untuk memecahkan permasalahan yang empiris.
Dalam kegiatan Rapat Senat Akademik Universitas: Monitoring & Evaluasi Program Penelitian dan Pengabdian Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) 2021 yang digelar Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Rabu (22/12/2021), sejumlah dosen yang terlibat penelitian dan pengabdian masyarakat mempresentasikan kemajuan karya mereka di depan empat narasumber. Presentasi ini dilakukan sebagai bentuk monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan program pada enam kelompok pengabdian masyarakat dan satu kelompok penelitian dari UAJY.
Panel narasumber yang mengevaluasi pelaksanaan program penelitian dan pengabdian masyarakat terdiri dari Lukas S Ispandriarno sebagai pengamat politik dan sosial dan Y Argo Twikromo sebagai Tim Ahli Warisan Tak Benda Indonesia periode 2021-2022. Ada juga dari perwakilan media massa, yakni Ronny Sugiantoro selaku Wakil Pemimpin Redaksi Kedaulatan Rakyat dan Galih Wijaya selaku CEO Tugu Jogja.
Penelitian yang dilakukan terkait kesiapan pelaksanaan MBKM di kampus UAJY. Sementara untuk pengabdian masyarakat mencakup pemberdayaan masyarakat yang menyasar petani, masyarakat desa, hingga pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dalam pengembangan sebagai desa wisata dengan pemanfaatakan teknologi digital.
Terkait praktik MBKM di UAJY, Ign Novianto Hariwibowo melakukan survei kepada dosen (210 responden), mahasiswa (6.456 responden), dan tenaga kependidikan (461). Secara umum, program MBKM dipahami karena sudah ada sosialisasi dari kampus. Terkait dosen, keterlibatan yang diakui masih sebatas diskusi dan yakin program ini dapat membantu peningkatan kapasitas sebagai dosen.
Sementara untuk kalangan tenaga kependidikan, dirasakan belum berdampak langsung. Bahkan, tenaga kependidikan di UAJY mengaku belum ikut berpartisipasi karena yang selama ini dilibatkan ikut MBKM sebatas dosen dan mahasiswa.
”Yang menarik hasil survei dari mahasiswa. Mereka menilai MBKM penting dan bermanfaat untuk menunjang kompetensi ketika lulus. Namun, mayoritas mahasiswa belum siap mengikuti kegiatan MBKM,” kata Novianto.
Dari hasil fokus diskusi kelompok terpumpun dengan mahasiswa yang ikut MBKM program Kemendikbudristek, seperti Kampus Mengajar, Pertukaran Pelajar Mahasiswa di dalam dan luar negeri, serta magang industri dan studi bersertifikat, terungkap kesiapan ekstra. Ada berbagai kesiapan dari dokumen serta kompetensi untuk mampu melakukan program Kampus Merdeka yang tersedia agar bisa optimal.
”Dari sinilah kami merekomendasikan agar MBKM Center yang ada di kampus punya peran untuk diproyeksikan sebagai unit yang memperhatikan soal ini. Bagaimana mahasiswa dan dosen mendapat pembekalan cukup untuk bisa terlibat di MBKM sesuai minat. Ada kesiapan prosedur keadministrasian, mekanisme konversi satuan kredit semester (SKS) sehingga mendukung implementasi dari program studi, fakultas, hingga perguruan tinggi,” tutur Novianto.
Program MBKM harus bisa diselaraskan dengan profil lulusan UAJY. Tiap program studi juga memiliki keunikan dalam mengonversi SKS. Namun, tata kelola MBKM di UAJY perlu penguatan kapasitas sivitas akademika yang akan ikut MBKM karena butuh keterampilan dan kematangan.
”Misalnya bagi mahasiswa yang masuk dalam magang dunia industri sampai enam bulan. Kalau mahasiswa dilepas begitu saja tidak cukup karena ada yang harus disiapkan. Di sinilah MBKM Center harus lebih diperkuat,” kata Novinato.
Dalam paparan pengabdian masyarakat, A Teguh Siswantoro memaparkan pendampingan untuk petani milenial dengan inovasi sederhana. Ada cara perawatan tanaman cabai dengan penyiraman tetes air dan pupuk organik.
Hilirisasi dari riset ini untuk efisiensi pertanian sehingga dapat memunculkan petani-petani milenial. Ada menara air yang disambung dengan pipa kecil berlubang yang dapat disetel pengaturan tetes airnya. Pertanian pun dijalankan dengan cara tidak konvensional karena bisa ditinggal.
Ada pembuatangreen house untuk pembibitan hingga penggunaan cultivator quick cakar baja untuk mengolah tanah. ”Tanaman cabai ini, kan, dibutuhkan. Kadang harganya bisa tinggi. Dengan produksi cabai yang stabil tanpa terkendala cuaca, pertanian jadi semakin efisien. Ini dapat menarik minat petani milenial. Adapun petani tradisional juga bisa beralih karena melihat efisiensinya,” kata Teguh.
Ada pula kelompok dosen yang tergabung di Pusat Studi Kewirausahaan UAJY yang melakukan pengabdian masyarakat dengan semangat sociopreneruship. Dosen lintas ilmu mengajak mahasiswa terlibat melakukan pelatihan dan pendampingan di sejumlah desa untuk membantu UMKM naik kelas dengan memproduksi berdasakan potensi lokal yang lebih baik
Bagi UAJY, pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi untuk mencapai peningkatan jumlah penelitian, hasil penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat (pemecahan masalah), serta pengabdian kepada masyarakat yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Diskusi panel dengan narasumber dan peneliti digelar untuk mengetahui apakah kegiatannya sudah berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Apabila ditemukan permasalahan, hambatan, atau kendala, harapannya segera dapat diselesaikan. Selain itu, ini juga penting untuk mengukur keberhasilan kegiatan penerapan riset dan kajian yang telah dilaksanakan.
Upaya ini juga menjadi bahan masukan kepada sejumlah pemangku kepentingan. Beberapa pihak tersebut meliputi pimpinan Sekretariat Ditjen Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi, Ditjen Pendidikan Tinggi Riset dan Teknologi, Kemendikbudristek, dan lembaga litbang perguruan tinggi swasta.