Hari Ibu 2021, Momentum Akhiri Ketidakadilan dan Ketidaksetaraan
Hari Ibu yang diperingati setiap tanggal 22 Desember sejatinya adalah bangkitnya pergerakan perempuan Indonesia. Namun, hingga kini masih banyak yang salah kaprah dan memandangnya sebagai Mother’s Day.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Peringatan Hari Ibu Ke-93 tahun 2021 merupakan momentum untuk membangkitkan semangat perempuan Indonesia agar tetap ulet dan tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan. Ini juga momentum bagi perempuan untuk terus berjuang mengakhiri ketidakadilan dan ketidaksetaraan serta mewujudkan masyarakat sejahtera.
”Peringatan Hari Ibu sesungguhnya perayaan bagi semua perempuan Indonesia, dan bukan hanya untuk mengucapkan terima kasih atas jasa ibu yang memang begitu istimewa. Peringatan Hari Ibu adalah pengakuan akan capaian-capaian dan arti penting kerja perempuan di berbagai sektor pembangunan,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati pada puncak peringatan Hari Ibu Ke-93 yang berlangsung secara luring dan daring di Gedung Mandala Bhakti Wanitatama, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (22/12/2021).
Yogyakarta merupakan tempat penyelenggaran Kongres Perempuan Indonesia pertama tahun 1928. Tempat kongres perempuan pertama berlangsung di Dalem Joyodipuran (sekarang Kantor Balai Nilai Budaya DIY). Adapun Gedung Mandala Bhakti Wanitatama dibangun sebagai Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia di Yogyakarta.
Jika kita menginginkan Indonesia maju, kaum perempuannya tidak boleh tinggal di belakang.
Pada puncak peringatan Hari Ibu yang mengusung tema ”Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”, Nyonya Iriana Joko Widodo menyampaikan sambutan secara daring. Adapun Wakil Gubernur DIY Paku Alam X hadir mewakili Gubernur DIY.
Hadir di lokasi acara bersama Menteri PPPA antara lain mantan Menteri PPPA Linda Gumelar, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Femmy Eka Kartika, Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto Wiyogo, Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriayani, perwakilan UN Women, perwakilan UNFPA, GKR Hemas (mantan anggota DPD yang juga istri Gubernur DIY), dan sejumlah ketua organisasi perempuan.
Pada acara tersebut, Darmawati kembali menegaskan, Hari Ibu bukanlah Mother’s Day, tetapi sesungguhnya merupakan apresiasi bagi perjuangan perempuan Indonesia. Ini sekaligus memperbarui tekad untuk terus mengambil peran, berpartisipasi dalam pembuatan keputusan dan kebijakan, berdedikasi, serta berkontribusi bagi keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.
”Sejarah membuktikan, perempuan Indonesia telah memberikan yang terbaik bagi bangsa ini, di masa lalu maupun masa kini. Perempuan Indonesia telah menorehkan tinta emas kehormatan bangsa di hadapan bangsa-bangsa lain,” ujarnya.
Oleh karena itu, Menteri PPPA mengajak semua untuk terus menggaungkan daya perempuan Indonesia. Ketika perempuan berkarya, manfaatnya dirasakan oleh semua, perannya di ruang publik pun mendatangkan manfaat bagi keluarga, masyarakat, dan bangsa.
Darmawati menegaskan, tema peringatan Hari Ibu Ke-93, ”Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”, yang sama dengan tema tahun sebelumnya, sebenarnya juga merupakan seruan untuk menjadi pengingat bagi semua pihak bahwa perempuan yang mengisi setengah dari populasi Indonesia merupakan kekuatan sumber daya manusia bangsa.
”Bahwa memberdayakan perempuan merupakan urusan setiap warga negara Indonesia, karena manfaatnya juga akan dirasakan secara nasional, bahkan global. Jika kita menginginkan Indonesia maju, kaum perempuannya tidak boleh tinggal di belakang,” kata Darmawati.
Pada akhir sambutannya, ia menyampaikan terima kasih kepada semua perempuan Indonesia atas dedikasi dan kontribusi pada keluarga, bangsa, dan negara.
Babak baru
Wagub DIY menegaskan, Kongres Perempuan Indonesia pertama tahun 1928 merupakan momentum spesifik menandai babak baru karena bangkitnya gerakan perempuan Indonesia untuk berorganisasi secara demokratis, tanpa membedakan agama, etnis, dan kelas sosial. Subyeknya adalah perempuan yang secara umum tidak terbatas pada mereka yang secara etimologi ibu yang dimaknai perempuan.
Peringatan Hari Ibu adalah peringatan atas eksistensi perempuan dalam bermasyarakat dan bernegara. ”Kita perlu meluruskan miskonsepsi awam terkait makna dan cakupan perayaan Hari Ibu sehingga dapat kembali ke roh asalnya,” ujar Paku Alam X.
Ia mengajak semua pihak memperbaiki cara pandang dan budaya terkait peran dan posisi perempuan serta meningkatkan penghargaan pada perempuan. Selain itu, menempatkan kesetaraan jender, yakni kondisi tercapai persamaan kedudukan hak, kewajiban, dan kesempatan kaum perempuan dan laki-laki agar jadi mitra sejajar dalam semua aspek kehidupannya.
Pada puncak peringatan Hari Ibu 2021 juga ditayangkan secara daring testimoni peringatan Hari Ibu dari Ketua DPR Puan Maharani, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ibu Siti Nurbaya Bakar, serta Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi.
Di tengah acara tersebut juga ditayangkan video visualisasi Kongres Perempuan Indonesia pertama tahun 1928 (Ndalem Joyodipuran), video sejarah benda-benda museum dari tahun 1928, dan video napak tilas Museum Monumen Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia.
Pada akhir acara, Menteri PPPA memberikan penghargaan kepada menteri/pimpinan lembaga yang berkomitmen mewujudkan kesetaraan jender dan perlindungan perempuan, santunan kepada lima anak yang terdampak Covid-19, serta anugerah penghargaan Perempuan Tangguh Masa Pandemi Covid-19.