Melihat Sisi Humanis dari Selera Lidah Presiden Soekarno
Semasa hidupnya, Presiden Soekarno memiliki kuliner kegemaran. Jenis dan kisah kuliner kegemaran presiden pertama Indonesia tersebut dipamerkan di Museum Kepresidenan Balai Kirti.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
Museum Kepresidenan Republik Indonesia Balai Kirti di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, mengadakan pameran kuliner kegemaran Presiden Soekarno. Pameran kuliner ini mengungkap sisi humanis Presiden Soekarno dan keyakinannya tentang cita rasa pangan lokal yang bisa mendunia.
Sama seperti masyarakat pada umumnya, Presiden Soekarno atau Bung Karno semasa hidupnya juga memiliki kuliner kegemaran. Selera lidah Presiden Soekarno tidak jauh dari bumbu, rempah, dan cita rasa lokal. Kuliner tersebut merupakan makanan khas Nusantara di antaranya sayur lodeh, tahu dan tempe bacem, opor ayam, pepes, daun singkong rebus, serta sambal terasi.
Semua kuliner kegemaran Presiden Soekarno tersebut ditampilkan dalam pameran di Museum Kepresidenan Balai Kirti, Kamis (9/12/2021). Selain kuliner, kegiatan tersebut juga memamerkan koleksi peralatan jamuan makan yang biasa digunakan di Kompleks Istana baik untuk makan pribadi presiden maupun saat ada tamu kenegaraan. Pesan dari visualisasi kian tersampaikan karena pameran juga menampilkan foto-foto jamuan makan dari era Gubernur Jenderal Hindia Belanda hingga Presiden Soekarno.
Anggota Komisi X DPR sekaligus cucu Presiden Soekarno, Puti Guntur Soekarno, menceritakan, saat masih di Istana Bogor, ia selalu mendengar kisah dari ayahnya tentang kebiasan makan Bung Karno. Setiap hari, Bung Karno selalu mengonsumsi makanan yang sederhana, seperti nasi dengan lauk telur mata sapi dan diberi kecap untuk sarapan.
Bung Karno menjadikan politik pangan Indonesia sebagai salah satu jalan dalam membangun bangsa dan negara.
Namun, kecap yang dikonsumsi Bung Karno harus dipesan langsung dari produksi rumah tangga di Blitar, Jawa Timur, yang juga merupakan kota kelahiran proklamator tersebut. Bung Karno menyukai kecap dari Blitar ini karena masih diproduksi secara tradisional. Sebelum menjadi kecap, kedelai dibakar terlebih dahulu dengan menggunakan kayu.
Selain kecap, Bung Karno juga sangat menggemari nasi pecel Blitar dan sambal terasi hasil ulekan dari Ibu Fatmawati. Puti mengakui dan merasakan secara langsung keahlian memasak dari Fatmawati khususnya dalam membuat rendang.
”Bung Karno sebenarnya tidak terlalu suka rendang. Akan tetapi, rendang buatan Ibu Fatmawati selalu dicari. Bahkan, katanya Bung Karno meminta rendang dari Ibu Fatmwati ketika sempat keluar dari istana dan tinggal di Wisma Yaso,” katanya.
Semua kuliner kegemaran Bung Karno memang sederhana. Namun, di balik kesederhanaan tersebut, tersimpan kualitas dan khazanah budaya bangsa mulai dari proses pembuatan hingga bahan yang digunakan. Hal ini sekaligus menunjukkan perhatian dan penghargaan Bung Karno yang sangat besar terhadap masakan atau kuliner lokal.
Puti menegaskan bahwa Bung Karno semasa menjabat sebagai presiden sangat fokus terhadap pangan. Bung Karno pernah mengutus Menteri Pertanian saat itu untuk mendata setiap jenis pangan lokal Nusantara dari Sabang sampai Merauke. Berbagai ragam kuliner Nusantara tersebut kemudian dirangkum dalam sebuah buku berjudul Mustika Rasa yang diterbitkan pada masa pemerintahan Bung Karno.
”Bung Karno juga menugaskan kepada seluruh istri dari kepala daerah untuk mencatat apa saja jenis makanan yang menjadi keunggulan di daerahnya masing-masing. Data makanan itu termasuk bahan dan bumbu serta bagaimana cara memasaknya. Sebab, Indonesia terkenal sebagai jalur rempah dan harus diangkat dalam politik pangan,” ujarnya.
Menurut Puti, Bung Karno menjadikan politik pangan Indonesia sebagai salah satu jalan dalam membangun bangsa dan negara. Sebab, Bung Karno melihat bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman dan keunggulan pangan yang bisa mewujudkan kedaulatan pangan. Politik pangan ini bahkan telah menjadi bagian dari perjalanan politik Bung Karno yang kemudian membawa Indonesia dihormati dan disegani di dunia internasional.
Penyesuaian makanan
Kuliner kegemaran Presiden Soekarno yang dipamerkan di Museum Kepresidenan Balai Kirti disajikan langsung oleh juru masak (chef) Devina Hermawan. Dalam membuat dan menyajikan kuliner ini, ia mengakui sulit untuk menentukan cita rasa yang orisinal saat era Bung Karno. Sebab, saat ini sudah banyak penyesuaian dalam membuat kuliner Nusantara.
Devina memandang bahwa kuliner tidak hanya dapat menjadi jembatan untuk negosiasi di bidang politik, tetapi juga semua aspek. Kuliner dapat menjadi jembatan untuk mengenalkan daerah sekaligus budayanya kepada orang-orang asing.
Sebagai seorang chef, Devina juga menyoroti masih perlunya tingkat persaingan kuliner Nusantara agar bisa lebih dikenal dunia. Di samping fokus terhadap kualitas cita rasa suatu masakan, para pelaku bisnis kuliner Nusantara baik di dalam maupun luar negeri juga harus fokus meningkatkan manajemen dan pemasaran.
Kepala Museum Kepresidenan RI Balai Kirti Dewi Murwaningrum menyampaikan, pameran temporer kegemaran kuliner Presiden Soekarno merupakan pameran pertama yang menampilkan sisi humanis dari seorang pemimpin negara. Selama ini, Museum Kepresidenan Balai Kirti lebih sering menampilkan pameran yang bersifat serius seperti karya monumental atau prestasi seorang presiden.
”Pada saat kajian pengunjung beberapa waktu lalu terdapat beberapa masukan untuk menampilkan pameran tentang hal-hal yang tidak bisa dilihat di permukaan atau tidak banyak dibicarakan di buku-buku. Jadi ini juga salah satu cara kami memberikan pelayanan yang lebih secara terus menerus kepada pengunjung,” ucapnya.
Selain itu, tema kuliner kegemaran presiden diangkat dalam pameran juga sejalan dengan program Pekan Kebudayaan Nasional yang fokus pada tiga tema pokok yakni sandang, pangan, dan papan. Ke depan, pameran tidak hanya menampilkan kuliner kegemaran Bung Karno, tetapi juga semua presiden Indonesia.