Universitas Indonesia dan PT Paiton Energy membangun pembangkit listrik tenaga sampah yang akan digunakan di lingkungan kampus. Pembangkit itu akan menghasilkan biogas untuk listrik serta pupuk.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Universitas Indonesia mulai mengoperasikan pembangkit listrik tenaga sampah di lingkungan kampus sebagai bagian dari upaya mengatasi krisis lingkungan. Pembangkit tersebut akan mengolah maksimal dua ton sampah organik menjadi listrik sebesar 234 kilowatt jam.
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro, Rabu (1/12/2021), mengatakan, pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTSa ini merupakan hasil kolaborasi dengan pihak swasta untuk mengatasi krisis lingkungan hidup. Perubahan gaya hidup dan pola pikir tidak cukup untuk membangun masa depan berkelanjutan tapi perlu didukung teknologi.
”Kami mengupayakan terobosan bidang teknologi, khususnya teknologi tepat guna yang dapat meningkatkan mutu hidup bersama. Kami berkomitmen menjalankan peran dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (SDG), seperti terobosan energi berkelanjutan dan terjangkau,” kata Ari pada peluncuran PLTSa di Universitas Indonesia (UI), Rabu (1/12/2021), Depok, Jawa Barat.
PLTSa itu merupakan hasil kerja sama UI dan PT Paiton Energy untuk program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Perusahaan yang bergerak di sektor energi tersebut menyerahkan delapan unit mesin biodigester ke UI sebagai PLTSa.
Kami mengupayakan terobosan bidang teknologi, khususnya teknologi tepat guna yang dapat meningkatkan mutu hidup bersama.
Mesin tersebut akan mengolah maksimal dua ton sampah organik per hari, seperti sampah dapur, daun kering, kotoran hewan, hingga sisa kotoran belatung. Sampah-sampah tersebut dikumpulkan dari sekitar kampus, lalu diolah menjadi biogas untuk listrik berdaya 234 kilowatt jam. Listrik itu akan digunakan untuk keperluan akademik di kampus.
Sampah yang terkumpul lalu dicacah, kemudian dimasukkan ke mesin biodigester. Sampah itu harus memenuhi aspek keseimbangan hara dengan perbandingan karbon dan nitrogen di angka 30. Kemudian sampah teresbut dicampur dengan air dan diaduk rata.
Anggota tim pengabdi UI-Paiton di program Waste to Energy CSR Project, Munawar Khalil, mengutarakan, salah satu tantangan pengolahan sampah adalah menyusun komposisi yang tepat. Sebab, jumlah sampah organik yang dipakai hingga jenis dan mutu sampah akan memengaruhi biogas yang dihasilkan. Produksi biogas juga sangat dipengaruhi cuaca.
”Kami berharap ke depan produksi biogas bisa dikombinasikan dengan sumber electric generator lain. Kami berencana memasang panel surya,” kata Khalil melalui tayangan video.
Pupuk
Selain menghasilkan biogas untuk listrik, sampah tersebut diolah menjadi pupuk cair dan padat. Pupuk itu dapat digunakan di lingkungan kampus dan untuk masyarakat sekitar.
”Sampah juga dijadikan pupuk kompos yang digunakan petani, khususnya petani belimbing di seputar Kota Depok,” kata Direktur Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat UI Agung Waluyo. Harapannya, ke depan warga bisa secara mandiri melibatkan pihak yang bisa diajak bekerja sama mengelola sampah di Depok.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah pada 2020. Angka itu setara 185.753 ton sampah per hari yang dibuang oleh 270 juta penduduk. Artinya, setiap orang memproduksi 0,68 kilogram sampah setiap hari.
Sementara itu, penelitian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang rilis pada Juni 2021 menyatakan sedikitnya ada 23 juta-48 juta ton makanan yang hilang dan terbuang per tahun. Jumlah sampah makanan pun cenderung meningkat per tahun selama 20 tahun terakhir.
”Kami harap sampah-sampah yang sebelumnya menjadi beban bagi kami dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat,” kata Pejabat Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan UI (2018-2021) Rokhmatuloh.
Menurut Presiden Direktur PT Paiton Energy Koichiro Miyazaki, PLTSa akan memperdalam pengetahuan tentang publik tentang pengolahan sampah menjadi energi. Ada pula peluang penelitian. Hal tersebut penting untuk mendorong penggunaan energi terbarukan.