Di Tepian Kaltara-Malaysia, Para Guru Mengajar Sukarela di Luar Jam Kerja
Sejumlah guru di Krayan merelakan waktu di luar jam kerja untuk mengatasi ketertinggalan murid akibat pembelajaran jarak jauh selama pandemi. Di perbatasan Kaltara-Malaysia itu, pengabdian guru bukan jargon belaka.
Oleh
Sucipto
·5 menit baca
KOMPAS/SUCIPTO
Diana Yunus, wali kelas III SDN 006 Krayan meminta siswanya, Niki Kristian (9), untuk menuliskan beberapa huruf, Sabtu (27/11/2021) di kawasan Long Midang, Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Secara sukarela, wanita 51 tahun itu membagi 10 siswanya menjadi tiga kelompok belajar untuk mendapat materi tambahan di luar jam sekolah. Itu dilakukan agar siswanya menguasai membaca, menulis, dan berhitung dasar.
Di ruang kelas berdinding kayu itu, Diana Yunus (51) menghampiri meja Niki Kristian, siswa 9 tahun yang merupakan anak didiknya. Diana mengeja huruf dan meminta siswa kelas III SDN 006 Krayan itu untuk menuliskan beberapa huruf. Niki kemudian menuliskan abjad-abjad yang wali kelasnya itu sebutkan.
Diana kemudian meminta Niki untuk menuliskan namanya di buku tulis. Niki berhasil menuliskan namanya meskipun sedikit berpikir. Niki dan tiga temannya duduk di sisi kanan ruang kelas. Mereka termasuk siswa Diana yang sudah mengenal abjad, tetapi belum lancar menulis dan membaca.
Di deretan meja tengah kelas, ada tiga siswa yang duduk di sana. Mereka sudah bisa mengeja kata, tetapi belum lancar membaca dan menulis. Adapun di pojok kiri kelas terdapat tiga siswa yang sudah mahir menulis, membaca, dan berhitung (calistung) dasar.
Diana melakukan pemisahan seperti ini agar mudah memberi perlakuan kepada siswa sesuai dengan kemampuannya. Selama pandemi Covid-19, para siswa tak berangkat ke sekolah. Karena sebagian besar wilayah Krayan belum tersentuh akses internet, guru memberi rangkuman materi dan sejumlah soal latihan kepada siswa untuk dipelajari di rumah.
Imbasnya, siswa kelas kecil, seperti kelas I, II, dan III ada yang belum mahir membaca, menulis, dan berhitung dasar. Contoh nyatanya adalah siswa kelas II yang nyaris setahun tidak bertemu dengan guru, kemudian naik ke kelas III dan menjadi siswa Diana.
Persoalan itu Diana ketahui saat sekolah mulai melakukan pembelajaran tatap muka terbatas sejak Agustus 2021. Setelah memetakan permasalahan pada muridnya, Diana berinisiatif membuat tiga kelompok dari 10 siswanya: empat orang masuk kelompok belum lancar menulis, tiga orang di kelompok kurang lancar menulis, dan tiga orang di kelompok mahir calistung dasar.
Les gratis
Setiap kelompok diminta datang ke rumahnya antara sore atau malam hari untuk pembelajaran tambahan atau gratis. Jadwalnya sesuai dengan kesibukan Diana di rumah. Rata-rata, satu kelompok belajar berkunjung dua sampai tiga kali seminggu ke rumah Diana. Itu ia lakukan tanpa memungut sepeser pun biaya dari siswanya.
Saya prihatin dengan keadaan siswa seperti ini. Makanya, saya sebisa mungkin memperjuangkan mereka agar punya bekal di kelas IV nantinya. Saya targetkan mereka sudah lancar menulis dan membaca dalam lima bulan ke depan.
”Saya prihatin dengan keadaan siswa seperti ini. Makanya, saya sebisa mungkin memperjuangkan mereka agar punya bekal di kelas IV nantinya. Saya targetkan mereka sudah lancar menulis dan membaca dalam lima bulan ke depan,” ujar Diana, ditemui di ruang kelas SDN 006 Krayan, Sabtu (27/11/2021).
Melepas masker sejenak, Diana Yunus, wali kelas III SDN 006 Krayan, berfoto bersama siswanya di kelas yang berlokasi di Desa Long Midang, Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Sabtu (27/11/2021).
Diana, yang memulai kariernya sebagai guru honorer sejak 2004 dan menjadi PNS pada 2014 itu, tak pernah mendapat pelatihan khusus metode mengajar. Sebab, dari dan ke wilayah Krayan hanya bisa dijangkau dengan angkutan udara perintis. Selain itu, jadwal penerbangan dan armada yang terbatas membuat warga tak bisa memesan tiket mendadak.
Adapun pelatihan daring yang kerap diadakan oleh organisasi guru atau dinas pendidikan setempat tak bisa diikuti oleh guru-guru dari Krayan. Meskipun akses internet gratis sudah ada di beberapa titik, jaringan tak stabil. Untuk mengikuti seminar daring melalui Google Meets atau Zoom, internet yang tersedia tak memungkinkan. Apalagi kalau banyak pengguna.
Oleh sebab itu, Diana mengandalkan pengalaman dan insting untuk mencari metode yang tepat bagi siswanya. Metode mengajar yang Diana terapkan murni inisiatif sendiri dengan mempelajari karakter siswanya.
Berkunjung dan membawa alat peraga
Berjarak sekitar 25 kilometer dari SDN 006 Krayan, terdapat Desa Pa’padi, sebuah desa terpencil di antara bukit dan pegunungan Borneo. Jaraknya memang tak terlalu jauh, tetapi akses menuju ke sana yang sangat sulit. Dari Long Bawan, pusat Kecamatan Krayan Induk, desa itu hanya bisa dikunjungi melalui jalur darat berupa tanah merah dan sedikit berbatu.
Bulan November, Krayan sedang basah. Hujan kerap datang siang, sore, atau malam hari. Perjalanan yang seharusnya bisa ditempuh hanya dalam 1 jam dari pusat kecamatan, saat hujan perlu waktu tiga jam. Motor harus didorong karena selalu terjebak saat menjumpai tanah lumpur yang dalam.
KOMPAS/SUCIPTO
Kepala Sekolah SDN 014 Krayan Mordani melewati tanah berlumpur untuk menuju sekolah yang ia pimpin di Desa Pa’padi, Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Jumat (26/11/2021). Saat musim hujan, perjalanan yang seharusnya satu jam menjadi tiga jam perjalanan.
Di desa dengan jumlah penduduk sekitar 200 jiwa itu, terdapat satu SD dengan jumlah siswa hanya 14 orang, yakni SDN 14 Krayan. Bukan karena siswanya putus sekolah, tetapi karena anak usia sekolah di sekitar Desa Pa’padi hanya segitu.
Aprem Acob (48), guru kelas III, mengajar dua siswa saja. Salah satu di antaranya tidak lancar membaca dan menulis. Lagi-lagi, dengan sukarela, Aprem meluangkan waktunya untuk mengunjungi rumah siswa untuk mengatasi ketertinggalan. Metode yang Aprem lakukan nyaris sama dengan yang Diana lakukan.
Bedanya, Aprem mengunjungi rumah siswanya. Sebab, rumah warga di Desa Pa’padi berdekatan. Dalam kunjungan itu, Aprem meminta siswanya untuk menulis abjad dan kemudian meminta sang murid membaca. Saat anak asuhnya terbata-bata, Aprem membantu dan memberi penjelasan cara membaca.
”Saya kasih tugas (siswa) menirukan tulisan, kemudian dikumpulkan. Saat tugas dikumpul, saya minta untuk baca. Kalau ada kesulitan, saya ajarkan dan kemudian saya berkunjung ke rumahnya untuk memberi latihan tambahan,” ujar lelaki keturunan Dayak Lundayeh itu.
Para guru dan Kepala SDN 014 Krayan berpose di depan ruang kelas di Desa Pa’padi, Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Jumat (26/11/2021).
Guru honorer di dataran tinggi Krayan juga punya metode mengajar yang unik. Juan Vicki (28), guru SDN 14 Krayan, selalu membawa contoh untuk mengenalkan materi baru kepada siswanya. Sebagai guru ilmu pengetahuan alam, ia terlebih dahulu menganalisis siswanya untuk mengetahui mana siswa yang sudah mahir membaca dan belum.
Misalnya, saat ia mengenalkan jenis-jenis akar kepada siswa kelas III, ia akan membawa contoh tanaman yang mudah didapat di sekitar Desa Pa’padi. Dengan demikian, siswa yang belum mahir menulis dan membaca bisa tahu akar serabut dan akar tunggang dengan melihat langsung contohnya.
”Setelah itu, saya minta murid untuk menuliskannya di buku. Caranya, saya eja pelan-pelan,” kata guru yang digaji Rp 300.000 setiap tiga bulan dengan dana bantuan operasional sekolah itu.
Melihat apa yang para guru kerjakan di Kecamatan Krayan, wilayah yang termasuk tertinggal, terdepan, dan terluar itu, para murid di sana beruntung karena memiliki sosok guru yang betul-betul mengabdi tanpa sorotan kamera dan pertimbangan materi. Mengandalkan pengalaman, ketulusan, dan rasa memiliki, mereka bekerja begitu saja tanpa diminta dan memikirkan imbalan.
”Senang, belajar menulis dan membaca seperti ini,” kata Niki Kristian (9), saat ditanya mengenai pendekatan Diana dalam mengajarinya membaca.
KOMPAS/SUCIPTO
SDN 014 Krayan (bercat kuning, beratap merah) terlihat dari salah satu bukit di Desa Pa’padi, Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, Jumat (26/11/2021).