Penari tarian modern akan diuji kompetensi agar mendapat sertifikasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Di sisi lain, hal ini dinilai tak tepat karena seni sulit dibakukan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Sertifikasi Kompetensi Tari Modern Indonesia akan menguji kompetensi para pelaku tari modern di Indonesia. Penari yang lulus uji kompetensi bakal menerima sertifikasi dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk berkarier di dalam dan luar negeri.
Hal itu mengemuka pada sosialisasi Lembaga Sertifikasi Kompetensi (LSK) Tari Modern Indonesia secara daring, Rabu (24/11/2021) malam. LSK Tari Modern Indonesia dikukuhkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada 30 Juni 2021.
Lembaga ini dibentuk oleh dua asosiasi profesi, yaitu Asosiasi Senam Kebugaran Indonesia (ASKI) serta Asosiasi Pendidik dan Praktisi Seni Pertunjukan Indonesia (Prasasti). Selain LSK Tari Modern Indonesia, Kemendikbudristek juga membawahi setidaknya 42 LSK di berbagai bidang, antara lain otomotif dan tata rias pengantin.
Menurut Ketua LSK Tari Modern Indonesia Sussi Anddri, uji kompetensi ini untuk para penari modern di Indonesia, baik instruktur maupun peserta didik yang berasal dari lembaga kursus, pelatihan, ataupun instansi tertentu. Uji kompetensi juga berlaku bagi individu yang belajar secara mandiri hingga komunitas yang sudah bisa menari.
”Lembaga ini diharapkan membuka jalan bagi para penari dan instruktur tari untuk mendapat pengakuan serta sertifikasi nasional. Kami harap mereka bisa bekerja dan siap bersaing di dalam dan luar negeri,” ucapnya.
Menurut Sussi, sertifikasi dapat membuat para penari lebih percaya diri. Sertifikasi juga menjadi dokumen penjaminan mutu dari negara sehingga penari dapat masuk ke dunia kerja. Sertifikasi juga menjadi sarana untuk menyiapkan penari bersaing di kancah nasional dan global.
Sertifikasi penari modern berhubungan pula dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Penari lulus uji kompetensi jika mencapai sejumlah parameter, seperti sikap dan tata nilai, kemampuan kerja, serta pengetahuan.
Beberapa hal yang akan diuji ke penari modern Indonesia antara lain kemampuan dasar menari modern, penguasaan musikalitas dan penampilan tari, pengetahuan dasar tentang tari modern, pemahaman tentang cara bersikap di lingkungan sekitar, serta kemampuan mempersiapkan diri secara mandiri dalam hal kostum, riasan wajah, hingga tarian.
Perwakilan Kemendikbudristek Enah Suminah mengutarakan, penari modern merupakan aset bangsa. Sertifikasi akan menjadi legitimasi dan memperkuat posisi penari. Mereka diharapkan mampu masuk dunia kerja dengan ini.
Di sisi lain, Guru Besar Institut Kesenian Jakarta Sardono W Kusumo menilai sertifikasi untuk penari modern tidak tepat karena seni sulit diukur dalam standar yang baku. Seni bersifat dinamis dan terus berubah mengikuti perkembangan zaman, terlebih seni kontemporer termasuk tari modern.
”Seni itu basisnya kebebasan berekspresi. Kebebasan itu adalah inti utama untuk menilai seni. Nah, yang menilai seni itu sebenarnya masyarakat, bukan negara,” kata Sardono, saat dihubungi terpisah, Kamis (25/11/2021).
Seni itu basisnya kebebasan berekspresi. Kebebasan itu adalah inti utama untuk menilai seni. Nah, yang menilai seni itu sebenarnya masyarakat, bukan negara.
Perkembangan teknologi, kemudahan transportasi, serta keterbukaan informasi juga berpengaruh pada perkembangan seni modern. Para seniman, khususnya generasi muda, dinilai mampu menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam seni. Ini membuat seni makin cair sehingga tidak mungkin dibakukan.
Penerapan sertifikasi dinilai sama dengan menyamakan selera dan standar seni. Akibatnya, inovasi bisa mati, karya seni menjadi seragam, serta seni kehilangan esensinya. Dalam konteks sertifikasi, penari dinilai disiapkan menjadi pekerja, bukan seniman.
Sardono menambahkan, bahwa yang paling dibutuhkan seniman adalah ruang berekspresi sehingga ekosistem seni dapat berkembang. Tumbuhnya ekosistem seni akan berdampak pada munculnya lapangan pekerjaan baru.
”Sertifikasi dapat menjadi paradoks karena (seni) dinilai orang lain dengan standar orang lain pula. Belum tentu orang itu memahami visi yang disampaikan seniman. Sebab, seni itu ekspresi yang amat individual dan demokratis. Menilai seniman itu rumit,” tutur Sardono yang juga penari.