Mahasiswa Kampus Merdeka di Taman Nasional Manusela Sempat Kebingungan Soal Pembiayaan
Mahasiswa peserta program studi independen di Taman Nasional Manusela, Maluku Tengah, mengeluhkan masalah tentang akomodasi dan biaya transportasi serta pengeluaran terkait dengan proyek yang harus mereka talangi.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program Kampus Merdeka yang memberikan kesempatan bagi puluhan ribu mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi untuk mengikuti berbagai program di luar kampus yang didukung Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, disambut antusias oleh mahasiswa. Namun, antusiasme mahasiswa menjalani berbagai program tersebut masih mengalami sejumlah kendala teknis yang perlu dievalusi secara serius oleh Kemendikbudristek.
Mahasiswa Universitas Bung Karno Jakarta, Hendri F Sibarani, yang dihubungi dari Maluku Tengah, Selasa (23/11/2021), mengatakan, para mahasiswa yang terpilih di program studi independen, yang merupakan salah satu program unggulan Kampus Merdeka Kemendikbudristek, sempat merasakan ketidaknyamanan dalam menjalani program ini. Setidaknya ada sekitar 100 mahasiswa yang menjalani proyek studi independen di sekitar Taman Nasional Manusela, Maluku Tengah.
”Pemberangkatan kami pun terlambat. Seleksi sudah tuntas Agustus, tapi pertengahan Oktober baru bisa diberangkatkan. Kami jadi bertanya-tanya, program Kampus Merdeka ini pendanaannya bagaimana? Padahal, ini slaah satu program yang diunggulkan Menteri Nadiem Anwar Makarim,” ujar Hendri.
Dalam menjalankan proyek studi independen, mahasiswa disebar dengan jumlah setiap tim sekitar lima orang untuk satu desa. Para mahasiswa menjalankan proyek studi independen ini dengan mitra Kemendikbudristek yang berpengalaman dalam ecotourism.
Di sekitar Taman Nasional Manusela, mahasiswa disebar di Desa Piliana, Kecamatan Tehoru. Ada juga di Manusela Selatan di Desa Yaputih, serta Manusela Utara di Desa Saleman, Kecamatan Seram Utara Barat, dan Desa Sawai Kecamatan Seram Utara. Mereka melakukan kajian untuk bisa ikut memecahkan masalah dari berbagai aspek pengembangan ecotourism secara kolaboratif dengan tim mahasiswa lintas program studi dan perguruan tinggi serta masyarakat dan pejabat setempat.
Menurut Hendri, mahasiswa didampingi mentor daring dan mentor lapangan dari mitra Kemendikbudristek. Namun, dalam perjalanan waktu hampir dua bulan, ada sejumlah ketidakjelasan yang muncul. Ada masalah tentang akomodasi dan biaya transportasi serta pengeluaran terkait dengan proyek yang kemudian harus ditalangi mahasiswa. Padahal, kondisi keuangan mahasiswa tidak seragam.
Kami resah dengan masalah ketidakjelasan soal pembiayaan dari kegiatan di lapangan. Ditambah lagi isu simpang siur tentang mitra yang ditunjuk. Setelah diadvokasi, akhirnya dana yang mahasiswa keluarkan bisa diganti. Tapi, ada juga yang belum beres.
”Kami resah dengan masalah ketidakjelasan soal pembiayaan dari kegiatan di lapangan. Ditambah lagi isu simpang siur tentang mitra yang ditunjuk. Setelah diadvokasi, akhirnya dana yang mahasiswa keluarkan bisa diganti. Tapi, ada juga yang belum beres,” kata Hendri.
Ada juga masalah tentang pencairan uang saku yang tidak lancar. Kondisi teknis yang tidak jelas ini tentunya membuat mahasiwa terganggu fokusnya karena di antara mereka yang tersebar di sejumlah desa ini harus intensif berkomunikasi dan saling mengecek masalah yang mereka alami.
Bahkan, tersebar kabar ada mahasiswa yang kesulitan makan dan tempat tinggal. ”Saat ini sudah teratasi, prioritas kami diperhatikan baik oleh mitra dan Kemendikbudristek,” kata Hendri yang jadi juru bicara mahasiswa program studi independen di Taman Nasional Manusela.
Hendri menyayangkan, seharusnya masalah-masalah teknis terkait dengan mitra Kemendikbudristek ini bisa diantisipasi. Mitra yang terlibat seharusnya bisa memiliki dana talangan untuk program ini sehingga saat di lapangan tidak membuat mahasiswa kebingungan merogoh dana pribadi.
”Kami pun berharap Kemendikbudristek bisa terus mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan di lapangan yang dilakukan oleh mitra. Kami yakin program ini baik, tapi ada kendala teknis yang sebenarnya bukan urusan kami, jadi mengganggu karena harus aktif mengadvokasi. Persoalan internal di mitra jadi berdampak ke kami. Kemendikbudristek tidak memantau apa yang terjadi di lapangan dengan programnya,” kata mahasiswa semester tujuh Fakultas Hukum tersebut.
Sebelumnya, mahasiswa peserta Magang Studi Independen Bersertifikat (MSIB) juga pernah mengeluarkan petisi terkait dengan pencairan uang saku yang terlambat. Padahal, mahasiswa berada di luar daerah dan tidak semua mampu untuk membiayai akomodasi dan keperluan hidup akibat uang saku yang dijanjikan tidak cair tepat waktu.
Saat keterlambatan uang saku program Kampus Merdeka mencuat, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemdikbudristek Nizam mengatakan, program Merdeka Belajar Kampus Merdeka merupakan program baru sebagai upaya kementerian untuk memastikan kompetensi mahasiswa sejalan dengan kebutuhan dunia kerja dan meningkatkan secara signifikan kesiapan meahasiswa untuk memasuki dunia profesi.
”Untuk mengakselerasi peningkatan kompetensi tersebut, selain mendorong industri untuk menerima mahasiswa magang dengan bimbingan intensif, kementerian berusaha memberikan bantuan uang saku melalui kerja sama LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan),” kata Nizam.
Namun, lanjut Nizam, sebagai program baru, administrasi program tersebut cukup rumit. Itu karena programnya dari Kememdikbudristek, sedangkan anggarannya dari LPDP. Sementara itu, jumlah pesertanya banyak sekitar 50.000 mahasiswa dari program pertukaran mahasiswa ke luar negeri, Kampus Mengajar, MSIB, dan microcredentials. Proses administrasi tersebut terus dikejar oleh tim administrasi bersama perguruan tinggi dn LPDP.
”Tentu tidak ada keinginan sedikit pun dari kementerian ataupun LPDP untuk menunda pembayaran. Tim administrasi berkerja siang malam untuk menyelesaikan proses administrasi ini. Data yang belum lengkap, surat izin perguruan tinggi yang belum keluar, dan mahasiswa salah menuliskan nomor akun bank masih banyak terjadi,” ujar Nizam.