Penelitian Terapan Perguruan Tinggi Belum Dilandasi Analisis Pasar
Hasil riset terapan dari kampus vokasi masih banyak yang belum dilandasi analisis pasar sehingga terhambat pengembangannya karena ternyata belum sesuai kebutuhan masyarakat, dunia usaha, dan dunia industri.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Hasil penelitian terapan kampus vokasi masih banyak yang bercampur dengan penelitian dasar atau akademik. Penelitian terapan sejatinya mengarah pada produk. Namun, terkadang purwarupa yang sudah dibuat dari penelitian terapan belum dilandasi analisis pasar atau jauh dari kebutuhan dunia usaha, dunia industri, dan atau masyarakat.
Demikian diutarakan Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Wikan Sakarinto secara virtual dalam diskusi kelompok terpumpun di Surabaya, Jawa Timur, Senin (22/11/2021). Acara hibrida atau dalam jaringan dan luar jaringan itu mengambil tema ”Membangun Ekosistem Riset Terapan Inovatif yang Sinergis dan Aplikatif sebagai Kontribusi Nyata terhadap Kebutuhan Dunia Usaha, Dunia Industri, dan Masyarakat”.
Wikan mengatakan, perguruan tinggi, termasuk vokasi, amat banyak menghasilkan judul-judul penelitian. Namun, sedikit yang bermuara menjadi produk komersial yang sesuai kebutuhan dunia usaha, industri, dan masyarakat (pasar). ”Jutaan judul riset, tetapi segelintir yang bisa jadi produk,” katanya.
Di sisi lain, ada juga yang terburu-buru menindaklanjuti riset terapan dengan membuat purwarupa. Namun, pembuatan prototipe itu tidak dilandasi analisis pasar atau kebutuhan dunia usaha, dunia industri (DUDI), dan masyarakat. Menurut Wikan, sebelum menjangkau pembuatan purwarupa, tim periset perlu menempuh analisis komprehensif tentang ide, desain, dan uji pasar sehingga dapat dipastikan apakah hasil penelitian berpotensi diterima atau sebaliknya.
”Jangan ujug-ujug bikin purwarupa, tetapi setelah itu bingung karena ternyata tidak bisa dikembangkan oleh DUDI karena kemahalan, misalnya, atau belum dibutuhkan masyarakat,” ujar Wikan.
Direktur Akademik Pendidikan Tinggi Vokasi Beny Bandanadjaya menambahkan, riset terapan bertujuan menghasilkan produk nyata sesuai kebutuhan DUDI dan masyarakat serta bermakna atau bermanfaat. Perlu diperkuat hubungan antara kampus vokasi dan DUDI sebagai pengguna hasil penelitian terapan sehingga berlanjut menjadi produk nyata dan diproduksi massal.
”Kami mendorong kebijakan penelitian yang membuat dosen peneliti meningkatkan kerja sama dengan DUDI dan memberikan dana pendampingan (matching fund),” kata Beny.
Kementerian akan memberikan dana bagi penelitian yang menjamin kualitas baik dan berpotensi tinggi bagi pengembangannya sebagai produk nyata dan bermanfaat. Dosen-dosen kampus vokasi harus kembali dengan tugas utama menghasilkan penelitian terapan yang berorientasi luaran produk yang nyata dan bermakna.
Ketua panitia diskusi kelompok terpumpun sekaligus Guru Besar Politeknik Negeri Kupang Adrianus Amheka berpendapat, selama 2 tahun terakhir, terutama dalam masa pandemi Covid-19, banyak hasil riset terapan yang berkontribusi nyata dalam pengendalian dan penanganan masalah di masyarakat dan DUDI. Indikator atau tolok ukur cukup sederhana, yakni hasil riset terapan segera teraplikasi menjadi produk dan dipakai oleh masyarakat dan DUDI.
”Perlu perubahan cara pandang ketika riset terapan bukan sebatas dorongan aspirasi, melainkan permintaan akan suatu produk yang dicari atau dibutuhkan, laik produksi, dan siap dikomersialkan,” kata Adrianus.
Dalam acara yang berlangsung sampai dengan Selasa (23/11), juga dihadirkan lebih dari 20 riset terapan kampus vokasi. Misalnya, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya memamerkan robot penghisap Covid-19 untuk membantu operasi dokter gigi. Robot yang masih perlu pengembangan ini diklaim amat bermanfaat karena mampu menghisap cairan aerosol dari mulut pasien sehingga menekan risiko penularan terhadap dokter gigi. Robot diklaim mampu menyaring dan membunuh virus korona serta dihidupkan, digerakkan, dan dimatikan dengan aplikasi atau dikendalikan secara manual.
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya memamerkan miniatur desain mesin pembuat es balok mandiri untuk nelayan tradisional. Alat ini diklaim beroperasi sederhana, hemat energi, dan mudah perawatannya. Es yang dihasilkan juga bersih dan higienis, berfungsi sekaligus sebagai penyimpanan dan pembeku hasil bahari. Mesin itu bahkan bisa dikembangkan untuk menyuling air laut menjadi air tawar.
Alat itu membuat nelayan tidak perlu membawa es balok dari darat yang kemungkinan sebagian mencair selama melaut. Es balok diproduksi ketika nelayan sudah mendapatkan hasil tangkapan sehingga produk bahari terjamin segar.