Mendampingi Guru untuk Terus Belajar dan Berkembang
Guru menghadapi tantangan keberagaman di ruang kelas. Tidak hanya tentang keragaman suku atau agama, tetapi juga kemampuan dan kondisi kekhususan siswa.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Guru profesional dan berkualitas jadi kunci untuk mendorong anak-anak didik mendapatkan pembelajaran yang menyenangkan dan bemakna. Untuk itu, para guru dituntut terus belajar dan mengembangkan diri agar dapat mendampingi siswa dengan potensi masing-masing. Meski demikian, para guru pun butuh teman yang mendampingi untuk menjadi pendidik yang terus-menerus mau belajar demi kepentingan siswa dan peningkatan kualitas pendidikan bangsa.
Di acara Diskusi dan Refleksi Hari Tolerasi dan Hari Ulang Tahun Yayasan Cahaya Guru (YCG) bertajuk Kisah, Ngopi, dan Karya: 15 Tahun Berbagai Cahaya, Sabtu (20/11/2021), guru-guru dari daerah-daerah Indonesia mendapatkan dukungan untuk mengajarkan keberagaman, kemanusiaan, dan kebangsaan di ruang-ruang kelas. Ruang perjumpaan untuk perbedaan/keragaman bagi guru dan siswa dihadirkan supaya segala prasangka karena ketidaktahuan bisa lenyap, berganti dengan rasa saling menghargai dan menghormati.
Ketua YCG Henny Supolo mengatakan, perjalanan 15 tahun YCG menemani para guru untuk menjadi pendidik dengan hati dan cinta yang mau mengajarkan keberagaman, tak pernah sendiri. Ada para guru dan mitra yang juga punya pemikiran dan perjuangan yang sama agar keberagaman, kemanusiaan, dan kebangsaan menjadi bagian yang tidak luput dihadirkan dalam diri guru dan siswa di mana pun.
Sepertinya jalan yang diambil YGC dalam menemani guru ini ’sunyi’. Namun, perjalanan 15 tahun tidaklah demikian. Kami selalu ada yang menemani, yang bersama-sama kami, memiliki hati untuk terus menjadi teman guru.
”Sepertinya jalan yang diambil YGC dalam menemani guru ini ’sunyi’. Namun, perjalanan 15 tahun tidaklah demikian. Kami selalu ada yang menemani, yang bersama-sama kami, memiliki hati untuk terus menjadi teman guru,” kata Henny.
Lewat program YGC, sudah sekitar 18.000 guru menjadi teman belajar. Dengan kearifan lokal yang diakomodasi dan dikembangkan, kebersamaan YGC dengan guru memiliki kesalingan. ”Kalau keragaman, kebangsaan, dan kemanusiaan senantiasa hadir, maka ’kesalingan’ sangat penting. Lalu, kami pun berubah menjadi kita,” kata Henny.
Meskipun Pandemi Covid-19 membawa keterbatasan dalam penyelenggaraan pertemuan dan pelatihan bagi guru, penyesuaian dapat dilakukan dengan mengadaptasi teknologi digital. Selama pandemi, empat pelatihan guru kebinekaan dan 34 seminar/lokakarya yang diikuti sekitar 1.300 guru, tetap bisa dilaksanakan. Ada juga empat buku digital yang bisa dihadirkan.
”Langkah sudah diayunkan bersama-sama, pasti akan tiba untuk kebaikan dan perbaikan sama. Impian saya bila diri kita, rumah kita, sekolah kita, komunitas kita, semua bisa jadi ruang perjumpaan bagi keberagaman, kemanusiaan, dan kebangsaan,” kata Henny.
Guru yang juga fasilitator YCG Komar mengatakan, guru menghadapi tantangan keberagaman di ruang kelas. Tidak hanya tentang keragaman suku atau agama, tetapi juga kemampuan dan kondisi kekhususan siswa. ”Para guru ditugaskan negara untuk mendampingi anak-anak yang beragam. Karena itu, guru butuh peningkatan diri untuk dapat menjalaninya,” kata Komar.
Berbagi praktik baik
Dukungan bagi guru untuk terus belajar menjadi sosok guru merdeka yang mampu mewujudkan merdeka belajar untuk siswa dilakukan Yayasan Guru Belajar (YGB). Lembaga ini merupakan organisasi kemasyarakatan yang bergerak pada bidang pengembangan guru, pemimpin, dan pendampingan sekolah/madrasah yang bertujuan mewujudkan ekosistem pendidikan yang berorientasi pada murid (merdeka belajar). Anggota dan sukarelawan dari sejumlah wilayah di Indonesia.
Salah satu event besar adalah Temu Pendidik Nusantara (TPN) VIII yang digelar mulai Sabtu hingga Minggu ini. Temanya merayakan asesmen, mendesain ekosistem mereka belajar. Ada sekitar 1.000 guru/kepala sekolah/penggerak pendidikan berbagi praktik baik dalam mengembangkan sosok guru berkualitas yang tersebar di kelas kemerdekaan, kompetensi, kolaborasi, dan karir.
Ketua YGB Bukik Setiawan mengatakan, praktik baik yang dilakukan para guru akan semakin bermanfaat dan menginspirasi para guru maupun pemangku kepentingan ekosistem pendidikan lainnya untuk mewujudkan sistem belajar yang merdeka. Ajang TPN menjadi pertemuan teman seperjuangan karena memiliki cita-cita yang sama untuk mendesain ekosistem merdeka belajar. Dengan saling belajar dan berbagi praktik baik, diharapkan perubahan pendidikan semakin berpihak pada anak.
”Merdeka Belajar sebagai cita-cita tidak hanya butuh peran pendidik, tapi juga eksosistem yang merdeka belajar. Momen Asesmen Nasional dipakai untuk mendesain, mengembangkan, mewujudkan ekosistem agar setiap anak mengalami pengalaman merdeka belajar di rumah, kelas, dan komunitasnya. Selain itu, umpan balik pendidikan dengan beragam konteks dapat menjadi budaya yang berkelanjutan dan mendorong perbaikan sistem pendidikan,” kata Bukik.
Inovasi pendidikan
Adapula forum dialog dan wadah untuk bertemu para guru, profesional pendidikan dan asosiasi pengujian pendidikan bahasa Inggris atau The Association for the Teaching of English as a Foreign Language in Indonesia (TEFLIN). Ada simposium yang digelar untuk memfasilitasi berbagai keahlian di bidang setiap peserta dan eksplorasi pemahaman yang lebih baik tentang dampak timbal balik antara pengajaran dan pengujian bahasa Inggris.
Kemampuan untuk menggunakan dan memahami bahasa Inggris telah secara luas diidentifikasi sebagai salah satu keterampilan yang paling penting di abad ke-21. Presiden Joko Widodo telah mengidentifikasi pendidikan sebagai fokus utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sedang dalam pemulihan akibat pandemi.
Penguatan sistem pendidikan bahasa Inggris membutuhkan inovasi di bidang penilaian bahasa (language assessment), serta proses pembelajaran dan pengajaran. Selain itu, bagaimana kerangka penilaian bahasa merupakan referensi penting bagi pembuatan kebijakan untuk sisem pendidikan nasional bahasa Inggris yang lebih maju lagi.
Pertanyaan-pertanyaan ini dibahas secara mendalam pada The 4th National Symposium on Language Assessment yang kembali diselenggarakan oleh Yayasan British Council Indonesia bekerja sama dengan TEFLIN dengan tema: ”Stronger, More Relevant, More Connected: The Future of English Language”. Pada tahun ini, simposium membahas mengenai bagaimana standar dan kerangka bahasa membangun sistem pembelajaran komprehensif yang lebih kuat, membangun rangkaian keterampilan untuk kelayakan kerja di masa depan dan menghubungkan komunitas internasional.
Prof Utami Widiati, Presiden TEFLIN Periode 2021-2024, mengatakan, apresiasi disampaikan kepada British Council Indonesia Foundation, yang secara terus-menerus dan berkelanjutan memberikan dukungan untuk peningkatan kualitas pengajaran bahasa Inggris di Indonesia melalui perancangan berbagai macam program.
”Simposium penilaian bahasa keempat yang digelar pada tahun ini merupakan perwujudan komitmen kerja sama antara TEFLIN dan British Council, yang didukung oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam merealisasikan aspirasi internasionalisasi bangsa ini melalui pembelajaran bahasa Inggris yang berkualitas. Kita harapkan simposium ini dapat menghasilkan sejumlah rekomendasi praktis untuk mengatasi tantangan dan sekaligus menangkap peluang penilaian bahasa dalam konteks pendidikan di Indonesia,” katanya.
Direktur Pendidikan British Council Indonesia, Masyarakat dan Inggris Colm Downes memaparkan, The 4th National Symposium on Language Assessment merupakan forum bagi berbagai pemangku kepentingan pendidikan untuk terhubung dan bertukar pengetahuan untuk membahas peluang dan tantangan di bidang kerangka penilaian bahasa Inggris dan bagaimana kontribusinya terhadap pembuatan kebijakan yang efektif dalam pendidikan bahasa Inggris.
”Saya senang berada di sini hari ini dengan mitra kami dari TEFLIN dan Kemendikbudristek karena kami melanjutkan komitmen kami untuk mendukung upaya penguatan sistem pendidikan nasional yang mendukung bahasa Inggris berkualitas tinggi,” ujar Colm.