Wayang bukan hanya warisan budaya tak benda yang diakui UNESCO. Wayang juga mengandung filosofi hidup yang dinilai relevan dengan kehidupan masa kini.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bentara Budaya Jakarta menggelar pameran bertajuk Wayang Rupa Kita mulai 19 November hingga 4 Desember 2021. Kisah wayang dinilai mengandung filosofi kehidupan yang relevan di segala zaman. Generasi muda pun didorong untuk mengenal wayang melalui pameran ini.
Kurator wayang Nanang Hape mengatakan, wayang sejak dulu merefleksikan kehidupan dan karakter manusia. Karakter kerap digambarkan melalui bentuk, raut muka, warna, hingga corak pada wayang. Sementara itu, persoalan kehidupan manusia tergambar melalui kisah-kisah wayang.
”Sejak dulu, pemicu persoalan (manusia) berulang saja, hanya beda setting ruang dan waktu. Jika kisah wayang ditelaah lebih dalam, di sana ada pilihan solusi ala wayang yang tidak jauh dengan apa yang kita perlukan hari ini,” ucap Nanang pada pembukaan pameran Wayang Rupa Kita di Jakarta, Kamis (18/11/2021).
Menurut dia, menengok sejarah juga dapat menjadi modal merancang masa depan. Ini karena wayang dinilai sebagai sumber memori kolektif masyarakat Indonesia yang mengandung nilai dan filosofi hidup. Itu sebabnya substansi wayang dinilai akan selalu relevan di segala zaman.
Salah satu kisah wayang yang mengandung filosofi kerukunan dan ketamakan tampak di kisah Cupu Manik. Kisah ini tentang tiga kakak-beradik yang berebut Cupu Manik, mangkuk kahyangan yang berisi gambaran surga. Cupu Manik kemudian terpecah menjadi telaga setelah dilempar sang ayah yang murka melihat perebutan itu.
Dua dari tiga bersaudara itu berubah menjadi kera setelah menyelami telaga, sementara satu saudara lainnya menjadi setengah kera setelah membasuh diri di telaga. Perebutan mereka dinilai sebagai perilaku menyerupai binatang. Itu sebabnya mereka harus menjalani sisa hidup dengan bertapa seperti binatang.
Kisah-kisah lain pun menggambarkan berbagai persoalan manusia, seperti soal kekuasaan, cinta, hingga pertarungan batin. Nilai-nilai itu muncul, antara lain, di kisah Karna dan Arjuna, Sengkuni dan Duryudana, serta Banowati.
Sesungguhnya ada rekaman-rekaman peradaban yang bisa dipelajari melalui wayang. Tentu yang ditawarkan bukan solusi langsung, melainkan mesti diolah dulu.
”Sesungguhnya ada rekaman-rekaman peradaban yang bisa dipelajari melalui wayang. Tentu yang ditawarkan bukan solusi langsung, melainkan mesti diolah dulu. Namun, wayang memberi sesuatu yang bisa menjadi bahan menentukan sikap untuk menyikapi masa kini,” ucap Nanang.
Kendati kaya akan filosofi, tidak semua orang di zaman sekarang yang memahami wayang, termasuk generasi muda. Nanang mengatakan, generasi muda sulit memahami wayang karena terkendala bahasa. Selain itu, durasi pertunjukan wayang yang kerap dilakukan semalam suntuk pun sudah tidak sesuai dengan ritme kehidupan masa kini.
Manajer Bentara Budaya Paulina Dinartisti mengatakan, seni tradisi termasuk wayang kerap dianggap tua oleh generasi muda. Mempresentasikan wayang dalam bentuk digital pun diupayakan untuk mengikis jarak generasi tersebut.
Pameran Wayang Rupa Kita dapat diakses publik secara daring maupun luring. Publik dapat berkunjung langsung ke Bentara Budaya Jakarta secara terbatas pada pukul 10.00-16.00 setiap hari, kecuali Minggu. Publik harus mendaftarkan diri di laman Bentara Budaya Jakarta sebelum berkunjung.
”Kami berharap seni tradisi dapat terus melembaga dan direspons masyarakat luas, khususnya generasi muda. Sebab, siapa lagi yang akan meneruskan tampuk seni tradisi jika bukan generasi muda?” ucap Paulina.
Menurut Kepala Bidang Event Production Bentara Budaya Ika W Burhan, pameran ini menampilkan koleksi wayang golek, kulit, dan rumput. Ada lebih dari 120 buah wayang yang ditampilkan. Wayang-wayang itu dibagi dalam 17 adegan wayang.
Kurator Bentara Budaya Hermanu menambahkan, wayang sudah ada sejak zaman Majapahit. Wayang dari sejumlah daerah punya ciri khas masing-masing.