Sekolah Penerbangan di Batam Mengurung dan Merantai Siswa
Sebanyak 10 siswa mengalami penganiayaan di Sekolah Penerbangan (SPN) Dirgantara Kota Batam, Kepulauan Riau. Sejumlah bukti menunjukkan para siswa dipukul, ditendang, bahkan dirantai dan dikurung hingga berbulan-bulan.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
BATAM, KOMPAS — Komisi Perlindungan Anak Indonesia menemukan bukti kekerasan terhadap siswa di Sekolah Penerbangan atau SPN Dirgantara Kota Batam, Kepulauan Riau. Sejumlah siswa mengaku ditampar dan ditendang, bahkan dikurung dalam sel hingga berbulan-bulan.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Batam, Abdillah, Kamis (18/11/2021), mengatakan, kasus itu terungkap setelah 10 orangtua siswa melapor ke KPAD pada 25 Oktober lalu. Para orangtua juga melaporkan seorang siswa rahangnya sampai bergeser karena dipukul oleh pembina di SPN Dirgantara Batam.
Laporan itu lalu diteruskan Abdillah kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Kemudian, KPAI dan Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, Teknologi (Kemendikbudristek) melakukan investigasi di sekolah tersebut pada Rabu (17/11/2021).
”Aduan itu ternyata memang sangat sesuai dengan kondisi di lapangan. Contohnya, adanya sel di sekolah tersebut,” kata Abdillah.
Sebenarnya, pihak sekolah sudah berupaya menyembunyikan bukti dengan mengubah sel menjadi tempat jemuran saat KPAI dan Itjen Kemendikbudristek melakukan investigasi di lapangan. Namun, menurut Abdillah, tim masih melihat bekas-bekas teralis besi di ruangan tersebut.
Ruangan yang dipakai untuk mengurung siswa itu terdapat di lantai 4 gedung SPN Dirgantara Batam. Ruangan itu luasnya sekitar 3 x 2 meter persegi. Kondisi ruangan gelap dan pengap. Hanya ada sebuah ventilasi yang diteralis besi. Ruangan itu biasanya digunakan untuk mengurung 10 anak sekaligus.
Dalam ruangan yang serupa sel tahanan itu terdapat satu kamar mandi tanpa pintu. Menurut salah satu orangtua, pernah ada dua siswa yang diborgol dan dikurung di sana harus buang air secara bersamaan.
Melalui pernyataan tertulis, Komisioner KPAI Retno Lityarti, menambahkan, yang lebih mengenaskan, ada satu anak lain yang lehernya dirantai saat dikurung di ruangan tersebut. Selain itu, para orangtua yang melapor ke KPAD Batam juga menunjukkan foto-foto siswa yang dipaksa memakai baju oranye seperti tahanan saat dikurung oleh pembina.
Saat melakukan investigasi, Retno juga menemukan sejumlah kejanggalan lain di SPN Dirgantara Batam. Di sekolah itu, seorang guru dengan latar belakang pendidikan sarjana agama Islam mengajar materi human error dalam penerbangan pesawat.
Tim KPAI dan Itjen Kemendikbudristek juga melihat ada dua ruang kelas di SPN Dirgantara Batam yang tidak dilengkapi meja dan kursi. Selain itu, tim menemukan, asrama yang dihuni 40 siswa sangat buruk sanitasinya. Sebagian besar tempat tidur tidak dilengkapi sprei. Bau tidak sedap juga tercium di mana-mana.
Asrama yang dihuni 40 siswa sangat buruk sanitasinya.
Berulang
Penelusuran lebih lanjut oleh KPAI menemukan fakta tindak kekerasan di sekolah itu telah terjadi sejak 2017 hingga 2021 secara kontinu. Pada 2018, KPAI dan KPAD Provinsi Kepri pernah menindaklanjuti laporan siswa dengan inisial RS yang mengaku dipenjara di SPN Dirgantara Batam.
”RS yang hendak naik pesawat dari Batam ke Surabaya ditangkap pembina SPN Dirgantara Batam. Tangan RS diborgol lalu dimasukkan sel tahanan di sekolah. Ia mengalami kekerasan fisik karena disuruh berjalan jongkok di aspal panas hingga lututnya melepuh,” kata Retno.
Menurut dia, pelaku kekerasan ED, kemudian ditangkap polisi dan diproses secara hukum. Pengadilan Negeri Batam menjatuhkan hukuman pidana 1 tahun penjara kepada ED.
Terkait sejumlah laporan kekerasan di SPN Dirgantara Batam itu, Retno mengatakan, pemerintah harus memberikan sanksi tegas pada sekolah tersebut. SPN Dirgantara Batam seharusnya dilarang menerima peserta didik baru pada tahun ajaran 2022/2023. Dana bantuan operasional sekolah serta izin operasional sekolah juga harus segera dicabut.
Dikonfirmasi mengenai hal tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kepri Muhammad Dali mengatakan, hasil investigasi KPAI dan Itjen Kemendikbudristek akan dirapatkan bersama Gubernur Kepri Ansar Ahmad pada siang ini. Rapat itu juga untuk mengambil langkah tegas terkait temuan kasus di SPN Dirgantara Batam.
Kepala SPN Dirgantara Batam Ajun Komisiaris Besar (Purn) Dunya Harun mengatakan, tuduhan mengenai kekerasan terhadap siswa itu tidak benar. Ia mengklaim, semua tindakan fisik yang disebut KPAI sebagai kekerasan itu dilakukan pembina dalam rangka menertibkan perilaku siswa.
”Kami tidak pernah melanggar aturan yang ada di sekolah ini. Apalagi melakukan kekerasan atau hal yang melecehkan anak didik kami,” kata Dunya.