Diduga Melecehkan Mahasiswi, Dekan FISIP UNRI Jadi Tersangka
Polda Riau menetapkan Syafri Harto, Dekan FISIP, Universitas Riau, sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswi bimbingannya.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS — Kepolisian Daerah Riau menetapkan Syafri Harto, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Riau, sebagai tersangka kasus dugaan pelecehan seksual terhadap mahasiswa bimbingannya, L. Adapun kuasa hukum korban L dari Lembaga Bantuan Hukum Pekanbaru meminta UNRI segera menonaktifkan Syafri dari kampus.
Kepala Bidang Humas Polda Riau Komisaris Besar Sunarto, Kamis (18/11/2021), mengatakan, penetapan Syafri sebagai tersangka sudah melalui proses penyelidikan. Penyelidik sudah mengumpulkan keterangan saksi-saksi dan barang bukti.
”Penyidik meningkatkan statusnya ke penyidikan, selanjutnya dilakukan proses penyidikan. Melalui proses gelar perkara, telah ditetapkan status tersangka terhadap saudara SH dalam kasus tindak pidana dugaan perbuatan cabul,” kata Sunarto ketika dihubungi dari Padang, Kamis.
Menurut Sunarto, penyidik telah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada jaksa penuntut umum. Penyidik juga segera melakukan pemanggilan terhadap Syafri untuk diperiksa sebagai tersangka.
Sunarto melanjutkan, tersangka bakal dikenakan Pasal 289 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau Pasal 294 KUHP ayat (2) e. ”Ancaman hukumannya sembilan tahun penjara,” ujar Sunarto.
Pasal 289 KUHP berisi, ”Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang melakukan atau membiarkan dilakukan pada dirinya perbuatan cabul, dihukum karena merusak kesopanan dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun”.
Sementara itu, Pasal 294 KUHP ayat 2 e. berisi, ”Pengurus, tabib, guru, pegawai, mandor atau bujang dalam penjara, rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negeri, rumah pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit ingatan atau balai derma, yang melakukan pencabulan dengan orang yang ditempatkan di situ”.
Kuasa hukum L dari LBH Pekanbaru, Noval Setiawan mengatakan, pihaknya merespons baik penetapan tersangka Syafri dan berharap Polda segera menahan tersangka. LBH juga mendesak kampus UNRI segera melaksanakan Peraturan Mendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
”Dan juga langsung saja menonaktifkan dosen ini (Syafri) dari segala aktivitasnya di kampus karena sudah ada penetapan tersangka dari kepolisian,” kata Noval, yang juga pengacara publik LBH Pekanbaru ini.
Noval menjelaskan, kasus pelecehan seksual ini terjadi pada 27 Oktober 2021. Waktu itu korban mengikuti bimbingan skripsi dengan tersangka. Dalam bimbingan, tersangka mulai bertanya soal privasi korban, lalu mengarah ke hal lain, dan terjadilah perbuatan pelecehan seksual.
Korban mengadukan perbuatan tersangka kepada beberapa dosen tetapi tidak ada tindak lanjut.
Korban mengadukan perbuatan tersangka kepada beberapa dosen tetapi tidak ada tindak lanjut. Korban bertemu dengan teman-teman Korps Mahasiswa Hubungan Internasional (Komahi) UNRI, lalu mereka berbicara di Instagram dan viral.
Sehari setelah viral, Jumat (5/11/2021), LBH Pekanbaru mendampingi L untuk melapor ke Polresta Pekanbaru. Di tengah jalan, kasus diambil alih oleh Polda Riau.
Ditambahkan Noval, sehari setelah korban melapor, tersangka juga melaporkan balik akun Instagram Komahi UNRI dan korban ke polisi dalam sangkaan UU ITE, pasal pencemaran nama baik. ”Kami mendesak juga Polda untuk tidak melanjutkan kasus itu,” ujarnya.
Kompas berupaya mengonfirmasi penetapan tersangka Syafri ke Rektor UNRI Aras Mulyadi, baik melalui telepon ataupun pesan tertulis. Walakin, sampai berita ini diterbitkan, upaya konfirmasi belum direspons.
Secara terpisah, Kuasa Hukum Syafri Harto, Dody Fernando, mengatakan, pihaknya menghormati proses penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polda Riau. ”Terkait penetapan tersangka, itu akan kami diskusikan dengan Pak Syafri Harto dan keluarganya. Apakah akan dilakukan upaya hukum atas penetapan tersangka itu atau ikuti proses sidang di pokok perkara,” kata Dody.
Dody melanjutkan, secara pribadi, ia berharap dalam bulan ini berkas penyidikan sudah P21 dan sudah disidangkan di pengadilan. Tujuannya, jika sidang di pokok perkara, bisa dilihat fakta sesungguhnya seperti apa. Sekarang, tim kuasa hukum tidak tahu apa yang diterangkan pelapor dan saksi-saksi.
”Karena data yang saya kumpulkan dari beberapa orang saksi yang memang ada pada hari kejadian dan ada saksi-saksi pembanding lainnya, menurut saya, tidak ada sesuatu pada hari dan jam kejadian itu,” ujarnya.
Ditambahkan Dody, tim kuasa hukum pada prinsipnya tetap berkeyakinan Syafri tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan pelapor. Tim siap menghadapi proses hukum yang akan dihadapi ke depannya.