Prinsip kehati-hatian perlu kembali menjadi landasan Pemerintah Kota Surabaya yang akan menjadi percontohan pembelajaran tatap muka secara penuh demi menekan risiko situasi pandemi Covid-19 memburuk.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·5 menit baca
KOMPAS/AGNES SWETTA PANDIA
Siswa-siswi SMP Negeri 62 Surabaya, Jawa Timur, antre untuk tes swab antigen seusai pembelajaran tatap muka terbatas, Senin (27/9/2021). Tes antigen untuk mendeteksi kemungkinan penularan Covid-19 dari kegiatan persekolahan.
SURABAYA, KOMPAS — Pemerintah Kota Surabaya mempersiapkan diri untuk menjadi percontohan pembelajaran tatap muka secara penuh atau 100 persen. Namun, penerapannya tidak boleh melanggar regulasi pengendalian pandemi Covid-19.
Demikian diungkapkan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Kamis (17/11/2021). Surabaya dinilai cepat dan baik dalam penanganan dan pengendalian pandemi. Kasus Covid-19 memang masih ditemukan tetapi tidak signifikan atau tidak masuk dalam kategori membahayakan.
Surabaya juga masih berada di level 1 pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Dengan level 1, aktivitas sosial, termasuk di dunia pendidikan, bisa diadakan dengan lebih longgar. Aktivitas belajar mengajar di sekolah tetapi secara terbatas atau dengan kehadiran tidak seluruh pelajar dan sivitas. Persekolahan juga dilaksanakan secara dalam jaringan (online).
Sampai kini, pemerintah hanya membolehkan pembelajaran di sekolah yang lolos asesmen atau penilaian terpadu Satuan Tugas Penanganan Covid-19. Sekolah yang gagal asesmen dilarang mengadakan aktivitas belajar mengajar luar jaringan (offline). Yang lolos asesmen, kehadiran pelajar maksimal 25 persen dari kapasitas.
Pelajar dan sivitas yang boleh hadir harus sudah divaksin, dan diizinkan serta diantar dijemput keluarga. Persekolahan berlangsung maksimal 4 jam mata pelajaran atau 2-3 jam tanpa istirahat. Selepas kegiatan terbatas itu, seluruh pelajar harus pulang sehingga kompleks sekolah dapat dibersihkan dan disemprot untuk penyeterilan.
”Di sekolah-sekolah yang mengadakan pembelajaran tatap muka, kami menempuh surveilans atau pengetesan terhadap siswa-siswi dan tenaga pendidikan,” kata Eri.
Tes usap PCR untuk mengonfirmasi temuan kasus positif. Meski jika ditemukan ada kasus, bukan berarti sekolah menjadi kluster atau tempat penularan. Penularan Covid-19 bisa terjadi di mana saja. Surveilans untuk mengetahui seberapa banyak sivitas yang terpapar sehingga menjadi dasar untuk keberlanjutan atau penundaan persekolahan.
Perwakilan siswa dan siswi yang ditetapkan sebagai Satuan Tugas Sekolah Tangguh di Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Jumat (3/9/2021). Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Surabaya menunjuk 475 gugus atau 5.425 siswa siswi SD-SMP untuk menjadi satuan tugas guna mendukung pembelajaran tatap muka dalam masa pandemi Covid-19.
Dalam PPKM ada tiga tingkatan penerapan kebijakan. Itu diatur dalam regulasi terkini, yakni Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 60 Tahun 2021 tentang PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 Covid-19 di Wilayah Jawa dan Bali. Di Jatim, yang masuk level 1 adalah Surabaya, Lamongan, Jombang, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Kediri, Kota Blitar, dan Kota Pasuruan. Sebanyak 13 kabupaten/kota di level 2, sedangkan 17 daerah lainnya di level 3.
Dalam regulasi yang berlaku sejak Senin (15/11/2021) sampai setidaknya dua pekan itu disebutkan daerah level 1 bisa mengadakan persekolahan dan atau online yang mengikuti ketentuan bersama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi; Menteri Agama; Menteri Kesehatan; dan Menteri Dalam Negeri. Sekolah penyelenggara tatap muka boleh menghadirkan maksimal 50 persen dari keseluruhan pelajar.
Namun, untuk sekolah luar biasa bisa dihadiri 62-100 persen dengan syarat 5 peserta didik per kelas. Untuk pendidikan anak usia dini, boleh dihadiri maksimal 33 persen dengan syarat 5 murid per kelas.
Menunggu pembaruan
Kepala Dinas Pendidikan Surabaya Supomo mengatakan, bagaimana penerapan PTM 100 persen masih menunggu pembaruan ketentuan bersama empat menteri. Namun, di Surabaya, persekolahan 100 persen dapat diterapkan tanpa melanggar Inmendagri itu dalam koridor kehadiran maksimal 50 persen pelajar di sekolah. Pemerintah Kota Surabaya hanya berwenang mengatur pendidikan tingkat usia dini, dasar, dan menengah pertama.
Perluasan pembelajaran tatap muka bisa diadakan dengan kian meluasnya cakupan vaksinasi. Untuk itu, vaksinasi bagi anak-anak penting untuk segera diwujudkan (Windhu Purnomo)
Menurut mantan Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya ini, konsepsi 100 persen tidak boleh diartikan semua sivitas bisa masuk ke sekolah. Dalam konteks pengendalian, Surabaya membolehkan persekolahan hanya bagi lembaga yang lolos asesmen.
Pelajar yang boleh masuk harus sudah vaksin dan mendapat izin keluarga. Juga masih banyak keluarga yang belum mengizinkan putra putri mereka yang sudah vaksin untuk bersekolah guna menekan risiko penularan. Pola ini memastikan anak-anak usia di bawah 12 tahun yang belum vaksin masih harus mengikuti pembelajaran secara online.
Persekolahan penuh untuk SD bisa diterapkan karena murid yang sudah vaksin, berusia 12 tahun, berada di kelas 6. Tanpa kehadiran murid kelas 1-5, keberadaan murid kelas VI di sekolah tentu tidak akan melampaui kehadiran maksimal 50 persen. Untuk SMP, menurut Supomo, bisa diatur masuk bergiliran bagi kelas 7, kelas 8, dan kelas 9.
Pelajar SMP di Surabaya mulai Jumat (16/7/2021) menerima vaksin di sekolah masing-masing.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan, sistem yang telah dijalankan Surabaya dalam konteks aktivitas pendidikan sudah tepat. Sekolah yang lolos asesmen yang boleh mengadakan kegiatan belajar mengajar dan hanya yang sudah vaksin bisa hadir di sekolah merupakan bentuk kehati-hatian aparatur dalam pengendalian Covid-19.
”Perluasan pembelajaran tatap muka bisa diadakan dengan kian meluasnya cakupan vaksinasi. Untuk itu, vaksinasi bagi anak-anak penting untuk segera diwujudkan,” ujar Windhu.
Menurut laman resmi https://covid19.go.id/, vaksinasi dosis 1 dan dosis 2 atau komplet sudah diberikan kepada 2,111 juta jiwa warga atau cakupan 95,2 persen dari sasaran. Masih menurut situs ini, populasi di Surabaya hampir 2,919 juta jiwa. Vaksinasi memang belum mencakup seluruh populasi karena ada sebagian warga yang tidak masuk kategori sasaran, terutama anak-anak di bawah 12 tahun.
Vaksinasi
Windhu mengatakan, PTM penuh di Surabaya bisa menjangkau peserta didik di PAUD dan SD apabila vaksinasi sudah menyasar kalangan anak-anak itu. Langkah Surabaya yang tak gegabah membuka seluruh aktivitas persekolahan harus dipertahankan. Jalankan vaksinasi terlebih dahulu untuk anak-anak sebelum membolehkan persekolahan di jenjang PAUD dan SD.
”PTM penuh bukan melulu persoalan anak-anak, melainkan risiko penyebaran Covid-19 karena mobilitas anak-anak tinggi, sedangkan orangtua dan lanjut usia masuk kelompok rentan. Untuk itu, sudah tepat jika siapa pun yang datang ke sekolah harus sudah divaksin,” kata Windhu.
Guru kelas VI saat kegiatan pengumuman kelulusan secara daring di SD Negeri 1 Kaliasin, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (15/6/2021).
Secara terpisah, Wakil Gubernur Jatim selaku Ketua Dewan Kehormatan Palang Merah Indonesia Jatim Emil Elestianto Dardak mendorong lembaga ini untuk meningkatkan kesiapan menghadapi potensi perburukan pandemi Covid-19.
”Terutama menyiapkan fasilitasi pendonoran plasma konvalesen dan donor darah,” kata Emil. Dalam pengalaman, terapi plasma konvalesen kepada penderita Covid-19 rata-rata berjalan baik atau meningkatkan keselamatan dari ancaman kematian. Jika situasi memburuk kembali, PMI Jatim diharapkan sudah siap bersama aparatur terpadu dan masyarakat.
Emil mengingatkan pernah terjadi sejumlah kendala yang menghambat penyediaan plasma konvalesen ketika kasus Covid-19 melonjak. Misalnya, ketersediaan kantong plasma konvalesen untuk jenis-jenis mesin dengan merek tertentu dan skema penetapan penggantian biaya. Diharapkan potensi kendala itu bisa diantisipasi agar tidak berulang.