Pandemi Covid-19 membuat para seniman tidak bisa manggung seperti kondisi normal. Dieng Culture Festival 2021 jadi oase di tengah pandemi Covid-19.
Oleh
Wilibrordus Megandika Wicaksono
·5 menit baca
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Para penari memeriahkan pembukaan Dieng Culture Festival 2021 yang digelar secara virtual dan hibrida di Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (1/11/2021).
Dalam deraan pandemi, pergelaran Dieng Culture Festival yang biasa menghadirkan ribuan orang dari penjuru Nusantara dan mancanegara terpaksa digelar secara hibrida untuk kedua kali. Meski sederhana, ajang budaya ini menjadi oase bagi para seniman tradisi di sekitar dataran tinggi Dieng, Jawa Tengah.
Kabut tipis tampak turun menyelimuti barisan kebun kentang di lereng-lereng bukit, Senin (1/1/2021) siang. Gerimis membasahi dedaunan. Jalanan sempit di Dieng tampak lancar meski beberapa kendaraan roda empat terparkir di tepi jalan. Janur kuning melengkung di gerbang depan Rumah Budaya Dieng. Aneka tetabuhan musik tradisional lembut menggema menandai dimulainya hajatan tahunan Dieng Culture Festival.
Di dalam pendopo, sebuah panggung berukuran sekitar 8 x 5 meter berhiaskan lampu sorot warna-warni menjadi tempat para seniman beraksi. Menari dan lenggak-lenggok di depan tamu undangan yang jumlahnya dibatasi hanya 50 orang serta di depan kamera yang menyiarkan langsung penampilan lewat Youtube Dieng Pandawa tidak mengurangi semangat para seniman.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Para penari memeriahkan pembukaan Dieng Culture Festival 2021 yang digelar secara hibrida di Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (1/11/2021).
Tim kesenian tari Angguk dari Desa Dieng Wetan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, misalnya, tampil optimal dengan busana warna-warni dan diramaikan dengan aksesori, mulai dari jarik, selendang, kaca mata hitam, hingga mahkota yang berkilau-kilauan. Delapan penari yang terdiri dari para bapak dan ibu ini tampil energik mengangguk-angguk sambil melangkah ritmis sesuai tabuhan rebana atau genjring dari tim musik.
”Ini tari untuk hiburan. Sudah ada sejak sebelum kedatangan Belanda. Kalau dinikmati dan dihayati itu memang membuat kepala mengangguk-angguk,” kata ketua kesenian tari Angguk, Muhsinin.
Menurut Muhsinin, sebelum pandemi, kelompok ini biasa ditanggap untuk memeriahkan acara hajatan seperti pernikahan dan acara-acara seremonial di tingkat kabupaten. Bahkan, tim ini juga pernah tampil di Semarang. Namun, karena Covid-19, kesempatan manggung pun sirna. ”Selama Covid-19, baru tampil sekali ini. Mudah-mudahan Covid-19 cepat selesai dan para seniman bisa bangkit lagi,” tuturnya.
Tampilan tidak kalah energik disajikan oleh delapan pemuda dari Pawuhan, Karangtengah, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara. Aneka kuda-kuda, tinju, dan tendangan melesat membelah udara. Berkostum serba hitam dengan sabuk kuning sebagai pengikat di pinggangnya, mereka menampilkan atraksi bela diri bernama Jepin Modo Rukun.
”Ini artinya setiap organisasi atau hidup budaya atau yang lainnya itu harus pada rukun, pada tenteram, pada damai, tidak ada kericuhan, ataupun keributan apapun,” papar Ahmad Mahfudin (22), Ketua Kelompok Jepin Modo Rukun.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Para penari memeriahkan pembukaan Dieng Culture Festival 2021 yang digelar secara virtual dan hibrida di Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (1/11/2021).
Atraksi ini, lanjut Ahmad, biasanya dipakai untuk hiburan dalam hajatan dan dimeriahkan oleh 40 anggota kelompok. Namun, karena pembatasan demi mencegah penularan Covid-19, hanya delapan orang yang bisa tampil dalam kesempatan DCF 2021 ini. ”Gara-gara pandemi, tanggapan jadi sepi. Dulu sebulan bisa tampil 3-4 kali. Selama pandemi ini, tampilnya paling banyak sebulan sekali,” tuturnya.
Sajian penuh gelora juga ditampilkan oleh kelompok tari dari Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Banjarnegara. Sebanyak sembilan orang berkostum semarak warna-warni membawakan tarian berjudul Rampak Priyakso Pringgondani. Dari sembilan penari pria itu, delapan orang berdandan buto atau raksasa lengkap dengan topeng raksasa bertaring tajam, juga rambut gondrong nan gimbal. Satu orang lainnya berkostum Gatotkaca. ”Tarian ini mengisahkan lahirnya Gatotkaca. Semula, Gatotkaca itu, kan, buto,” kata Wahidun (45).
Wahidun mengaku senang bisa tampil lagi setelah lama vakum akibat Covid-19. ”Dulu biasanya tampil di Jakarta, Banjarnegara, Semarang, juga di acara pengantenan, tetapi sekarang karena pandemi jadi sepi,” paparnya.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Para penari memeriahkan pembukaan Dieng Culture Festival 2021 yang digelar secara virtual dan hibrida di Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (1/11/2021).
Kendati di lokasi penonton terbatas, performa para seniman tersebut dalam sepekan terakhir telah ditonton lebih dari 3.000 kali di akun Youtube Dieng Pandawa. Aneka harapan dan doa tersurat dalam kolom komentar pergelaran virtual ini. ”Bandung hadir, semoga tahun depan bisa offline,” tulis akun Rakhmat Iskandar.
Doa dan pujian juga tampak dalam kolom komentar. ”Bagus banget. Saya sangat suka dengan acara seperti ini. Meskipun virtual dan gak, tapi kalau menjaga adat itu adalah sebuah keharusan. Kita juga tau adat-adat sekitar dataran tinggi Dieng karena semakin lama adat-adat dahulu tertimbun dengan kebiasaan baru,” tulis akun shizu Prasetya.
Prasetya juga memberi masukan terkait kualitas streaming dan asap-asap di sekitar panggung yang semula hendak dipakai untuk menambah efek dramatis, tetapi justru terlalu pekat di sekitar panggung, apalagi tampilan berada di dalam ruangan sehingga mengganggu secara visual.
Acara yang didukung Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto ini berjalan lancar dengan menerapkan protokol kesehatan. Wartawan dari Cilacap, Banyumas, Purbalingga, dan Banjarnegara difasilitasi Bank Indonesia untuk meliput acara ini termasuk juga tes usap antigen sebelum berangkat ke Dieng. Di sekitar tempat pergelaran, kursi-kursi tamu ditata berjarak dan fasilitas cuci tangan tampak tersebar di sejumlah sudut.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Para penari memeriahkan pembukaan Dieng Culture Festival 2021 yang digelar secara virtual dan hibrida di Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (1/11/2021). Tampak para penari putri mengenakan masker mika transparan untuk mencegah penularan Covid-19.
Para penari, terutama saat Sendratari Rambut Gimbal, yang sebagian besar penarinya adalah remaja dan anak-anak, juga tampak memaki masker mika transparan. Pesona kecantikan dan ketampanan mereka tetap terpancar di balik masker mika itu.
Ketua Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandawa Alif Fauzi menyampaikan, pergelaran DCF secara virtual hibrida ini adalah yang kedua kalinya akibat Covid-19. Meski demikian, dengan tema ”The Dream Beauty of Culture” ini diharapkan bisa membangkitkan semangat para seniman juga pelaku wisata sekitar Dieng.
Setidaknya ada 17 kelompok kesenian yang tampil dan 5 anak yang menjalani ritual cukur rambut gimbal. ”Walaupun pandemi, kita harus tetap berjalan karena ini bagian dari pelestarian budaya,” katanya.
Alif, yang juga Ketua Panitia DCF 2021, mengatakan, DCF juga menjadi tempat untuk memanjatkan doa kepada Yang Kuasa supaya pandemi segera teratasi. Tandanya sebanyak 19 tumpeng dari 190 pemilik homestay dibuat sebagai simbol mohon keselamatan. ”Jujur kegiatan ini bukan berorientasi profit, tetapi lebih kepada orientasi manfaat atau kemanfaatannya yang memang diharapkan DCF ini menunjukkan bahwa pelestarian budaya tetap terlaksana,” ujarnya.
Dieng Culture Festival yang telah terlaksana untuk 12 kalinya ini menjadi spirit sekaligus oase di tengah gurun pandemi Covid-19. Setiap atraksi dan dinamika pergelaran telah tersimpan abadi dalam dunia virtual juga benak para seniman.
Harapan dan doa demi dunia yang lebih baik, terutama selamat dari pandemi, terlantun di Dieng, tempat bertakhtanya para dewa-dewi. Kiranya Yang Kuasa memberkahi ikhtiar dari umat manusia di seluruh jagat semesta ini.
KOMPAS/WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
Para penari memeriahkan pembukaan Dieng Culture Festival 2021 yang digelar secara virtual dan hibrida di Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (1/11/2021). Tampak para penari putri mengenakan masker mika transparan untuk mencegah penularan Covid-19.