Tulang Bawang Barat Pacu Pembangunan Daerah Berlandaskan Kebudayaan
Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang Barat meletakkan dasar pembangunan daerah dengan menonjolkan kekuatan budaya. Dengan cara itu, pembangunan daerah diharapkan sejalan dengan peningkatan kualitas manusia.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Tulang Bawang Barat kembali menggelar Tubaba Art Festival, 12-14 November 2021. Selain sarana untuk menampilkan kreativitas anak muda, kegiatan itu juga menjadi cermin bagi pembangunan Tubaba yang bertumpu pada kebudayaan.
Di tengah situasi pandemi Covid-19, festival bertajuk ”Rhizome” itu berlangsung secara hybrid di Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), sekitar 120 kilometer utara Kota Bandar Lampung. Festival juga diikuti oleh para peserta dari sejumlah daerah di Indonesia dan luar negeri.
Pembukaan festival dimulai dengan pertunjukan tari dan musik. Acara juga dimeriahkan dengan pameran seni rupa, teater, dan webinar mengenai pembangunan kota dan kebudayaan.
”Kami fokus memperbaiki kualitas ruang yang ada di Tubaba. Kami sadar, kabupaten ini tidak memiliki kekayaan alam yang melimpah sehingga kreativitas manusia yang akan didorong ke depan,” kata Bupati Tulang Bawang Barat Umar Ahmad di sela-sela pembukaan festival, Jumat (12/11/2021).
Menurut Umar, pemkab meletakkan dasar pembangunan daerah menonjolkan kekuatan budaya. Pembangunan Gedung Sesat Agung yang atapnya menyerupai gabungan sejumlah rumah, misalnya, melambangkan keterbukaan masyarakat Lampung menerima transmigran dan hidup harmonis. Ornamen atap gedung memakai aksara Lampung.
Selain memperbaiki kualitas ruang, pemkab juga meningkatkan kualitas masyarakat melalui jalur pendidikan formal dan informal. Selama lima tahun terakhir, pemkab melatih anak-anak muda untuk belajar berkesenian di Sekolah Seni Tubaba.
Pemkab juga menggagas program Tubaba Cerdas untuk membangun pendidikan yang kolaboratif dengan mengajak pendidik dari sejumlah daerah untuk mengabdi sebagai guru di Tubaba selama satu tahun.
Selain itu, ada juga program Tubaba Camp untuk anak jenjang SD dan SMP yang ingin belajar tentang kebudayaan. Program lainnya adalah pesantrian Tubaba, yakni program belajar bagi warga Tubaba yang ada di luar daerah tentang budaya, seniman, birokrasi, serta keilmuan lain yang bermanfaat bagi pembangunan manusia dan daerah.
Filosofi Nenemo
Umar menegaskan, pemerintah daerah ingin membangun masyarakat Tubaba yang memegang filosofi Nenemo, akronim kata bahasa Jawa nemen, nedes, nrimo. Nenemo menggambarkan karakter pekerja keras, tahan banting, dan tawakal masyarakat Tulang Bawang Barat. Filosofi ini diharapkan terus tumbuh di tengah masyarakat.
Kami fokus memperbaiki kualitas ruang yang ada di Tubaba. Kami sadar, kabupaten ini tidak memiliki kekayaan alam yang melimpah sehingga kreativitas manusia yang akan didorong ke depan. (Umar Ahmad)
Saat ini, pemkab sedang membangun kawasan Uluan Nughik yang menjadi tonggak awal pembangunan kota berbudaya di Tubaba. Di kawasan itu, pemerintah menempatkan rumah Baduy sebagai bangunan pertama yang ada di sana.
Rumah Baduy yang dibangun langsung oleh masyarakat Baduy Luar pada 2018 itu diharapkan mengadopsi kearifan lokal adat Baduy. Nilai-nilai kesederhaan, kesetaraan, dan kelestarian diharapkan diadopsi oleh masyarakat Tubaba.
Umar menambahkan, gagasan pembanguna daerah dengan nilai-nilai budaya di Tubaba membuat berbagai pihak tertarik untuk ikut berkolaborasi. Saat ini, sejumlah akademisi dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia juga berkontribusi memberikan ide dalam pembangunan Tubaba.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid mengapresiasi upaya Pemkab Tubaba yang membangun daerah dengan berlandaskan nilai-nilai budaya. Menurut dia, Tubaba menjadi pelopor bagi pembangunan kota sebagai pusat kebudayaan.
Dia menambahkan, Tubaba mampu menjadikan keragaman sebagai kekuatan dalam pembangunan daerah. Dengan begitu, pembangunan daerah dapat sejalan dengan peningkatan kualitas manusia.
Direktur Tubaba Art Festival Semi Ikra Anggara menuturkan, festival tahunan itu menjadi ajang bagi warga Tubaba yang belajar kesenian sepanjang tahun untuk menampilkan kreativitasnya.
Lewat festival itu, warga ingin membangun ruang publik baru yang bertujuan membangun manusia untuk hidup lebih baik. Manusia yang berbudaya juga akan berdampak pada perbaikan kualitas sebuah kota.