Pola Pikir Digital Cegah Kekacauan dan Dorong Peradaban Manusia
Menyampaikan pesan kepada orang lain di dunia dewasa ini membutukan pola pikir atau ”mindset” digital demi mengurangi salah paham serta kekacauan. Konsep ini penting demi menekan kekacauan dan memacu peradaban manusia.
Oleh
MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi program studi ilmu komunikasi diharapkan mampu mengadopsi pola pikir berbasis digital dan memahami logika masyarakat informasi. Oleh karena karakteristik ilmu komunikasi adalah dinamika pesan, seluruh lulusannya diharapkan memahami dialektika pesan yang mampu menciptakan kemajuan bagi peradaban manusia.
”Mindset digitalisasi itu artinya kita menyadari bahwa proses bergeraknya kehidupan ini sudah termigrasikan ke digital. Memahami digital sebagai sesuatu yang tidak perlu diproblematisasi, menyadari bahwa digital itu sebagai sebuah keniscayaan, itu harus dipandang secara fair (adil),” kata Ketua Umum Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (Aspikom) Muhamad Sulhan, saat dihubungi Rabu (3/11/2021).
Sulhan mengakui, orang-orang yang berkecimpung di dunia ilmu komunikasi biasanya sangat nostalgik, atau terkesan mengagung-agungkan romantisisme masa lalu dan memandang jelek dunia digital serta efeknya. Pola pikir itu mesti dihapus secara perlahan.
”Karena ini dua sisi mata uang. Harusnya anak-anak komunikasi memang dipersiapkan untuk menyambut masa depan,” ujar Sulhan yang juga menjabat sebagai Direktur Digital Media & Communication Research Center (Decode) Departemen Ilmu Komunikasi FISIPOL Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Menurut Sulhan, pola pikir digitalisasi itu adalah menyadari sepenuhnya proses transformasi secara holistik. Ia mencontohkan, tombol menghidupkan (switch on) di perangkat elektronik itu mesti dipahami terjadi di semua lini. ”Pertanyaan besarnya adalah bagaimana interaksi manusia dengan teknologi. Bagaimana interaksi teknologi dengan teknologi, dan bagaimana interaksi manusia dengan manusia. Tiga matra besar ini akan menjadi ranah komunikasi di masa depan,” paparnya.
Sulhan menyikapi secara kritis kondisi saat ini yang telah terjadi ketidaksinkronan yang besar antara manusia dan manusia. ”Begini logikanya. Ketika komunikasi manusia dengan manusia lain termediasi, mereka merasa teknologi komunikasi yang mengintervensi itu menjadi sesuatu yang sudah sewajarnya ada untuk membantu manusia. Jadi karena tidak menyadari kehadiran digitalisasi itu, posisi mentalnya masih seperti ngomong dengan manusia,” katanya.
Karena kondisi itu, Sulhan melanjutkan, manusia lupa bahwa, misalnya seseorang berkomunikasi lewat Twitter, sifat digitalisasi aplikasi Twitter itu membuat dia mesti merenung sejenak. ”Demikian juga sifat dari Whatsapp, e-mail, telepon. Dia harus merenung sejenak. Harus berpikir dan tidak bisa berkomunikasi selayaknya seperti mengobrol dengan orang di hadapannya secara langsung. Ini masalahnya. Jadi mental bersifat analog seperti itu pelan-pelan harus dikikis,” katanya.
Posisi mental seperti demikian, menurut Sulhan, juga dimanfaatkan orang untuk memantik kemarahan orang lain, atau memantik kebencian orang melalui hoaks, dan sengaja membuat kekisruhan lewat berita palsu. Posisi mental seperti itu dalam logika interaksi manusia dengan manusia bisa dengan cepat diselesaikan karena bisa segera dikonfirmasi dengan cepat.
”Jadi bisa langsung tanya, tadi maksudnya bagaimana. Namun kita tidak saling kenal dan kita hanya saling memuntahkan kebencian lewat retweet satu sama lain, kita tidak selesai,” katanya.
Di Indonesia, kondisi itu diperparah dengan literasi yang kurang, kondisi politik yang tidak pernah stabil, serta struktur keberagaman masyarakat. Menurut istilah Sulhan, bahan bakar kekacauan itu sudah ada di Indonesia. Meski demikian, jika masyarakat memiliki pola pikir digital, mereka akan menyadari data yang terkirim adalah data yang harus terus-menerus dikonfirmasi. Jadi posisi mentalnya berpindah cepat dari analog ke digital.
Oleh karena itu, Sulhan mengatakan, apa pun pekerjaan lulusan ilmu komunikasi, jika sudah memiliki konsep digitalisastersebut, mereka akan mempunyai pegangan etika, profesionalisme, serta menghormati relasi antarmanusia. Entah mengapa teman-teman di lulusan komunikasi lagi terpana dengan disrupsi ekonomi, jadi terpana dengan kecepatan ekonomi kreatif yang membuat sejahtera luar biasa. Jadi semua lulusan-lulusan diarahkan untuk bergerak ke sana. Padahal dimensi-dimensi kebebasan berpendapat, dimensi demokrasi itu membutuhkan sentuhan serius,” katanya.
Sulhan menyampaikan, pemerintah pun kebingungan karena semua orang sedang berpesta pora bergerak ke arah kapitalisasi ekonomi sehingga nilai-nilai etika kehilangan substansi di ranah interaksi.
”Bagaimana kemudian kasus pinjaman daring meneror orang seenaknya tanpa rasa bersalah. Itu kan dimensi kreatif yang dikejar, dimensi mengejar target yang melupakan esensi bahwa orang itu bukan tidak membayar karena tidak punya uang, tetapi karena marah dan sakit sebagai manusia. Subtansi sebagai manusia yang berkomunikasi inilah yang harus dilandasi oleh mindset digitalisasi,” paparnya.
Dari semua itu, lanjut Sulhan, muaranya adalah terciptanya masyarakat yang komunikatif. Masyarakat yang terkomunikatif itu bisa menyampaikan kemarahan tanpa emosi. Sekalipun dalam kondisi marah, dia bisa menyampaikan pesan melalui struktur pesan yang tidak tendensius. ”Di situ poinnya, jadi peradaban yang tertinggi yang dikatakan dengan communicated action itu kan sebenarnya bagaimana berkomunikasi antarsesama tetapi dengan datar, dengan tensi yang komunikatif,” katanya.
Lewat Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pengurus Pusat Aspikom yang digelar 28-30 Oktober 2021 di mana Universitas Jenderal Soedirman menjadi tuan rumah, lanjut Sulhan, Aspikom menyiapkan struktur kurikulum dan menyiapkan interaksi bolak-balik antarprodi agar menciptkan atmosfer prodi yang mengarah kepada communicated action. Aspikom yang terdiri dari sekitar 350 prodi dari seluruh Indonesia ini, juga merancang program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) seperti pertukaran pelajar dan magang.
Koordinator Komunikasi Publik Aspikom Pusat Rahma Santhi Zinaida menambahkan, dalam rakernas itu juga diluncurkan buku direktori program studi anggota Aspikom terkait program MBKM. ”Dengan buku direktori tersebut, diharapkan program studi anggota Aspikom dapat memanfaatkan jejaring untuk menjalin kerja sama dengan program studi lain dalam implementasi MBKM khususnya pertukaran pelajar,” kata Rahma.
Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto S Bekti Istiyanto menyampaikan, Prodi Ilmu Komunikasi FISIP Unsoed sudah dua tahun menjalankan program MBKM dimulai dari perubahan sistem pembelajaran yang digawangi tim TI Unsoed serta membuat Komisi MBKM Prodi Ilmu Komunikasi.
”Prodi Komunikasi FISIP Unsoed juga memenangi Program Hibah PKKM (Program Kompetisi Kampus Merdeka)-MBKM untuk durasi 3 tahun, dan sudah melaksanakan kegiatan MBKM buat mahasiswa baik pertukaran mahasiswa, magang MBKM, Kampus Mengajar yang dihargai setara dengan 20 SKS,” kata Bekti.