Getih sareng Karingat kanggo Indonésia
Terjemahan ”Darah dan Keringat untuk Indonesia” ke dalam bahasa Sunda halus, Jawa Barat.
Banyak cara dilakukan anak muda untuk mengabdi kepada bangsa. Ada yang menjadi penderma darah, dokter di daerah pedalaman, pejuang di arena olahraga, pelestari aksara, petani pemberdaya, hingga pengurus jenazah korban Covid-19. Sepak terjang mereka penting sebagai perekat ikatan kebangsaan.
Tusukan jarum yang berulang-ulang membentuk jejak keloid di tangan kanan Nurirwansyah Putra (29). Keloid itu menjadi saksi seringnya laki-laki itu mendermakan darah. Nur, begitu ia disapa, mengakui sebenarnya ia takut pada jarum. ”Kalau disuntik, saya tidak pernah melihat jarumnya,” kata pemuda asal Palembang itu.
Ia melawan rasa takut dan nyeri demi menyelamatkan jiwa pasien rumah sakit. Nyeri yang ia rasakan, menurut dia, tidak sebanding dengan penderitaan mereka yang sedang sakit parah. ”Tidak ada yang lebih sakit dibandingkan saat saya melihat mereka yang terkapar membutuhkan darah, tetapi saya tidak bisa berbuat apa-apa,” ujar Nur.
Nur menjadi donor darah sejak 2012. Ia mengaku, lengannya sudah lebih dari 100 kali ditusuk jarum demi mengalirkan darah merah dan komponen darah lainnya seperti trombosit. Sebagian besar penerima darahnya tidak ia kenal.
Kami tidak tahu bagaimana cara masuk surga, tetapi dengan berbagi darah setidaknya kami punya cara untuk menyalurkan kebaikan.
Seiring kian tingginya kebutuhan darah, ia membentuk komunitas penderma darah bernama Relawan Sumsel dan Himpunan Darah Apheresis pada 2012. Sejauh ini, lebih dari 1.000 sukarelawan komunitas ini yang telah mendermakan darah merah mereka dan 153 sukarelawan mendermakan trombosit. Selama pandemi Covid-19, Nur mendorong anggota komunitas yang pernah terinfeksi Covid-19 untuk mendonorkan plasma darahnya.
Nur mengatakan, apa yang ia dan komunitasnya lakukan semata-mata demi membantu sesama. ”Kami tidak tahu bagaimana cara masuk surga, tetapi dengan berbagi darah setidaknya kami punya cara untuk menyalurkan kebaikan,” ucap Nur yang mesti berhadapan dengan para calo darah di Palembang.
Untuk melawan calo darah, Nur rajin nongkrong di PMI. Ketika melihat ada orang yang kebingungan mencari stok darah, Nur segera mendekat dan mengatakan, ”Kami ada donor dan ini gratis.”
Pengabdian kepada sesama anak bangsa juga dilakukan Yandry Pamangin (32). Dokter muda yang besar di Serui itu memberikan layanan kesehatan di Distrik Elelim, Kabupaten Yalimo, daerah di pegunungan Papua yang kondisi geografisnya sulit dan kerap dibekap konflik. Setiap hari, ia mengendarai sepeda motor trail berpuluh-puluh kilometer demi mengunjungi pasiennya di rumah masing-masing, termasuk penderita HIV/AIDS.
Setelah itu, ia kembali ke puskesmas untuk melayani warga dari 10 kampung di Distrik Elelim yang perlu pengobatan. Dalam sehari, ia bisa melayani 100 pasien. Ia sering kali menolong pasien dalam keadaan darurat, seperti ibu melahirkan dan korban kecelakaan.
Yandry menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih pada 2007. Selama kuliah, ia sering mendengar kisah sedih tentang minimnya pelayanan kesehatan di daerah pegunungan Papua. ”Saya pun berjanji akan menjadi tenaga kesehatan di daerah pegunungan untuk membantu masyarakat setempat,” ucapnya, Juni lalu.
Setelah lulus, dia menempati janjinya dengan memulai karier sebagai dokter umum di daerah pegunungan Papua pada pertengahan 2017. Awalnya, Yandry bertugas di Rumah Sakit Umum Daerah Tiom, Kabupaten Lanny Jaya. Alih-alih mengejar karier di kota besar, ia justru melamar sebagai dokter pegawai tidak tetap di Kabupaten Yalimo sejak 2018.
Saya sudah tiga kali kecelakaan karena kondisi jalan yang berbatu saat mengunjungi rumah warga.
Selama tiga tahun di Yalimo, ia menghadapi berbagai tantangan. Pertama, kondisi geografis yang sulit dan banyak jalan terjal. Terdapat sejumlah ruas jalan dengan elevasi atau kemiringan jalan 30-40 derajat. ”Saya sudah tiga kali kecelakaan karena kondisi jalan yang berbatu saat mengunjungi rumah warga,” ujarnya.
Tantangan kedua ialah masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Tantangan terberat yang dihadapi adalah gangguan keamanan. Akhir Juni lalu, terjadi pembakaran 34 bangunan kantor pemerintah serta 126 unit rumah dan kios warga di Distrik Elelim, ibu kota Yalimo. Sebanyak 1.025 warga telah mengungsi dari Yalimo ke Wamena. Yandry dan lima tenaga kesehatan lainnya memilih bertahan agar tetap bisa memberikan layanan kesehatan bagi siapa saja yang membutukan.
Di arena olahraga, Leani Ratri Oktila (30) menggunakan raketnya untuk mengharumkan nama Indonesia di ajang Paralimpiade Tokyo. Tampil di tiga nomor bulu tangkis sekaligus, ia harus bertanding 12 kali dalam lima hari melawan atlet terbaik seisi dunia. Sabtu (4/9/2021), ia merebut emas di nomor ganda putri kelas SL3-SU5 bersama pasangannya, Khalimatus Sadiyah (21), setelah mengalahkan juara dunia asal China, Cheng He Fang/Ma Hui Hui, 21-18, 21-12. Pencapaian itu sekaligus menyudahi paceklik medali emas bagi Indonesia selama 42 tahun, sejak Paralimpiade Arnhem, Belanda, 1980.
Minggu (5/9/2021) pagi, Leani kembali tampil di final nomor tunggal putri SL4 melawan rivalnya dari China, Cheng He Fang. Leani yang hanya sempat beristirahat kurang dari 7 jam setelah bertanding empat kali pada hari Sabtu, termasuk final ganda putri, kalah dari Cheng setelah berjuang mati-matian.
Kurang dari 3 jam kemudian, ia bertanding lagi di final ganda campuran SL3-SU5 berpasangan dengan Hary Susanto. Dengan sisa tenaga dan tekad bulat, mereka berhasil merebut medali emas kedua setelah mengalahkan wakil Perancis, Lucas Mazur/Faustine Noel.
Letih, capek, jenuh, terbayarkan dengan hasil yang saya raih. Perjalanannya memang sangat panjang, tetapi puji Tuhan saya bisa melewati semua prosesnya.
Emas itu menutup dengan manis perjalanan Leani di Paralimpiade Tokyo. Dia total menyumbang 2 emas dan 1 perak. Lewat prestasi itu, kontingen Indonesia bisa mencatatkan prestasi terbaiknya dalam keikutsertaan Paralimpiade.
”Letih, capek, jenuh, terbayarkan dengan hasil yang saya raih. Perjalanannya memang sangat panjang, tetapi puji Tuhan saya bisa melewati semua prosesnya. Semua itu tidak sia-sia karena saya bisa meraih apa yang menjadi impian saya,” ucap atlet asal Pekanbaru itu.
Tidak hanya meraih mimpi sendiri, sang ”ratu” bulu tangkis Paralimpiade ini juga mengangkat harkat atlet disabilitas Indonesia. ”Kami membuktikan disabilitas juga mampu berprestasi, mengharumkan nama bangsa dan negara melalui olahraga,” pungkasnya.
Masih banyak anak bangsa lainnya, sebagian berusia di bawah 30 tahun, yang melakukan hal penting. Dari Pagar Alam, Sumatera Selatan, ada nama Adhitya Herwin Dwiputra (27) yang seolah tak penah lelah mengajak anak-anak untuk terjun ke sawah dan kebun sejak 2016. Ia tegaskan bahwa masa depan pangan Indonesia ada di tangan generasi muda. Lewat gerakan Aku Petani, ia telah mengetuk hati sekitar 25.000 anak muda di sejumlah daerah di Indonesia agar mau bertani.
Di Banyuwangi, Jawa Timur, Ayung Notonegoro (31) bertahun-tahun menekuni aksara pegon untuk menguak kisah masa lalu yang berguna bagi identitas generasi sekarang dan masa depan. Sementara di Indramayu, Jawa Barat, ada Ratna Dewi yang menjadi sukarelawan untuk mengurus jenazah korban keganasan Covid-19, mulai memandikan, mengafankan, sampai menggotong jenazah korban Covid-19 hingga masuk ke liang lahat. Ia terdorong menjadi sukarelawan setelah melihat pengelola RSUD Indramayu benar-benar kewalahan mengurus jenazah pasien Covid-19.
”Juni-Juli, pemakaman bisa 10 kali dalam sehari. Saya sampai pulang setengah dua pagi. Sepanjang Juli-Agustus, diperkirakan ada 400 orang dimakamkan dengan protokol Covid-19,” ujar Ratna yang menerima insentif Rp 250.000 per bulan atau sama dengan gajinya ketika ia bekerja sebagai asisten rumah tangga di Bekasi. Itu pun tidak selalu cair tiap bulan.
Nama-nama di atas hanya sebagian kecil anak bangsa yang gerakannya berhasil dicatat Kompas selama dalam satu tahun terakhir ini. Di luar mereka, masih banyak warga yang berjuang tanpa pamrih dengan caranya masing-masing untuk sesama manusia dan kebanggaan bangsa. Apa yang mereka lakukan dan perjuangkan penting untuk memperkuat ikatan kebangsaan. (ELN/IKI/GER/BSW)