Terjemahan ”Lansia Menghadapi Pandemi Covid-19” ke dalam bahasa Dayak, Kalimantan Tengah.
Oleh
Ninuk M Pambudy
·4 menit baca
Warga lansia jumlahnya bertambah dan mengalami persoalan tersembunyi. Sistem yang mendukung akan meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas penduduk di usia senja.
Prof Emil Salim pada usianya yang 91 tahun dengan runtut dan suara keras menyampaikan pikiran berjudul ”Pembangunan: Mencerdaskan Bangsa” dalam Widjojo Nitisastro Lecture keempat. Sebagai anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), dia menjelaskan capaian dan tantangan pembangunan Indonesia di tengah perubahan besar global.
Emil Salim menekankan, Indonesia hanya akan menjadi bangsa besar apabila membangun manusia melalui pendidikan dan meninggalkan ketergantungan pada eksploitasi sumber daya alam tanpa nilai tambah.
Ketajaman analisis Prof Emil Salim mengundang kekaguman. Hal itu dinyatakan Wakil Ketua AIPI Sofian Effendi saat menutup kuliah daring pada Rabu (13/10/2021).
Jumlah warga lanjut usia atau lansia Indonesia terus bertambah seiring naiknya umur harapan hidup. Namun, perhatian pemerintah terhadap lansia masih kurang, seperti dinyatakan guru besar psikologi Universitas Indonesia, Saparinah Sadli (94), secara terpisah.
Dari segi kependudukan, ketika bonus demografi mendekati puncak dan kemudian menurun, proporsi penduduk berusia produktif ikut menurun, sedangkan jumlah penduduk usia lanjut bertambah. Apabila penduduk usia lanjut tidak mendapat perhatian, warga usia muda akan menanggung beban berat menyokong penduduk lansia.
Secara psikososial, orang lansia terbagi menjadi usia tua muda (young old atau yold berusia 65-74 tahun), kelompok usia tua tua (old old atau old, usia 75-84 tahun), dan usia tua lanjut (oldest old, berusia di atas 85 tahun).
Analisis Prof Emeritus Moertiningsih Adioetomo (78) dan Elda Luciana Pardede dari Lembaga Demografi Universitas Indonesia atas hasil laporan yang belum diterbitkan, ”Knowledge Hub UNFPA (The United Nations Population Fund)”, data survei Maret 2020 Badan Pusat Statistik, Susenas 2015-2019, dan Statistik Penduduk Lansia 2020 memperlihatkan menurunnya daya dukung pada warga lansia. Jika pada tahun 2020 ada 10 orang usia produktif menyokong 1 warga lansia, pada 2045 rasionya menjadi 5 banding 1.
Pada tahun 2020, sebagian besar warga lansia berusia tua muda (yold, 64,3 persen), lebih banyak tinggal di perkotaan (53 persen), mayoritas berpendidikan SD (78,2 persen), dan lebih banyak perempuan (52,3 persen).
Isu jender
Perempuan lansia berusia lebih panjang dari laki-laki lansia. Namun, apabila faktor kesehatan dipertimbangkan, umur harapan hidup perempuan yold lebih rendah.
Laki-laki lansia cenderung menikah, sementara perempuan lansia tetap sendiri ketika pasangan meninggal. Lebih banyak perempuan lansia tinggal bersama anak dan cucu. Sementara 25,5 persen laki-laki lansia tinggal bersama pasangan dan 32,9 persen tinggal bersama keluarga inti. Sebanyaj 14,1 persen perempuan lansia tinggal sendiri.
Perempuan lansia miskin berjumlah lebih besar. Salah satu penyebabnya adalah laki-laki lebih banyak melakukan kerja bernilai ekonomi pada usia produktif, sementara perempuan banyak melakukan kerja reproduktif tidak berbayar. Selain itu, lebih banyak perempuan lansia mengalami disabilitas.
Secara umum, warga lansia lebih miskin daripada bukan lansia dan populasi umum. Sumber utama pemenuhan kebutuhan dasar beragam: pada laki-laki kelompok usia di atas 70 tahun dan sebagian besar perempuan usia di atas 60 tahun, berasal dari bansos atau transfer tunai dari anggota keluarga.
Mengurangi makan
Pandemi Covid-19 memperburuk keadaan sosial-ekonomi warga lansia. Para warga lansia dan anak-anak mereka kehilangan pekerjaan atau berkurang jam kerjanya sehingga menurun pula kemampuan menyokong orangtua lansia. Turunnya pendapatan dialami terutama mereka yang bekerja di sektor jasa dan layanan sosial serta berpendapatan kurang dari Rp 3 juta per bulan.
Perempuan lansia miskin berjumlah lebih besar. Salah satu penyebabnya, laki-laki lebih banyak melakukan kerja bernilai ekonomi pada usia produktif, sementara perempuan banyak melakukan kerja reproduktif tidak berbayar.
Sementara itu, pengeluaran untuk makanan, kesehatan, dan biaya internet naik, tetapi biaya listrik, bahan bakar, dan transportasi berkurang.
Situasi yang perlu diperhatikan untuk mengatasi turunnya pendapatan mereka mengurangi kualitas, kuantitas, dan frekuensi makan. Hal ini dikemukakan, antara lain, hasil survei SMERU 2021. Para warga lansia sangat mengandalkan bantuan pangan program perlindungan sosial pemerintah
Akibat pandemi, warga lansia juga tidak dapat kontrol rutin kesehatan sehingga terjadi peningkatan risiko kejadian penyakit tidak menular, seperti darah tinggi, stroke, hingga kebutaan. Situasi ini terutama dialami perempuan lansia, lansia usia tua lanjut, tinggal di perdesaan, dan kelompok 40 persen berpendapatan terendah.
Pada sisi lain, hampir tiga perempat warga lansia memiliki Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Hanya 23,2 persen dapat membayar iuran, sementara 44,59 persen warga lansia dibayari pemerintah.
Produktif
Dampak tidak terlihat pandemi adalah tekanan kejiwaan, seperti ketakutan yang tidak dinyatakan. Pada sejumlah kasus, warga lansia mengalami kekerasan psikologis dan fisik dari anggota keluarga akibat tekanan ekonomi dan sosial pandemi.
Masalah kejiwaan dialami setiap lapisan ekonomi tampak pada tulisan beberapa orang lansia dalam buku Stay Home Lansia di Masa Covid dan Stay Home Lansia & Stay Connected, 1 Tahun Pandemi Covid-19.
Walakin Prof Saparinah, penggagas terbitnya buku tersebut, bersama Ninuk Widyantoro, Agustine Dwiputri, dan Yoga Irawan, mengatakan, apabila dalam ilmu kependudukan warga lansia adalah angka, pandemi Covid-19 mengangkat mereka sebagai sesama manusia.
Ungkapan pengalaman para lansia di dalam dua buku itu menunjukkan, mereka tetap bersikap positif dan produktif secara sosial dan ekonomi. Agar lansia tidak menjadi beban, dukungan sistem membantu warga lansia tetap sehat, produktif, dan memiliki jaminan hari tua harus dibangun selain bantuan dalam keadaan darurat.