Dorong Kompetensi Lulusan PT, Peserta Merdeka Belajar Ditingkatkan Tiga Kali Lipat
Peserta Merdeka Belajar Kampus Merdeka akan ditingkatkan tiga kali lipat menjadi 150.000 mahasiswa. Selain itu, perguruan tinggi juga didorong menyelenggarakan merdeka belajar secara mandiri.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Peserta Merdeka Belajar Kampus Merdeka atau MBKM akan ditingkatkan tiga kali lipat menjadi 150.000 mahasiswa. Selain itu, perguruan tinggi juga didorong menyelenggarakan merdeka belajar secara mandiri. Hal itu diyakini bakal meningkatkan kompetensi lulusan perguruan tinggi serta mempertajam relevansi program studi terhadap dunia kerja dan dunia usaha.
Di sisi lain, pemerintah daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota, didorong berkolaborasi dengan perguruan tinggi (PT) dalam upaya menyediakan ekosistem belajar. Banyak manfaat yang akan dipetik oleh pemda, salah satunya pengembangan potensi ekonomi lokal dan penambahan nilai tambah produk unggulan di setiap daerah.
Hal itu mengemuka dalam Dialog Kampus Merdeka di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Jawa Timur, Kamis (21/10/2021). Dialog ini dihadiri Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak dan diikuti puluhan perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) di Jatim.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim mengatakan, merdeka belajar merupakan transformasi pendidikan agar PT tidak hanya fokus pada kelulusan mahasiswa. PT harus lebih fokus pada kualitas mahasiswa dengan menyiapkan lulusan yang berkompetensi tinggi agar lebih mudah diserap oleh dunia kerja atau menjadi wirausaha.
”Untuk memasuki dunia kerja, tidak cukup dengan satu program studi. Butuh dua bahkan tiga program studi untuk menguatkan kompetensi. Merdeka belajar membuka peluang mahasiswa menambah prodinya di luar kampus,” ujar Nadiem.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menyederhanakan indikator kinerja utama sebagai landasan transformasi pendidikan tinggi, antara lain lulusan mendapat pekerjaan layak (gaji di atas upah minimum regional, menjadi wirausaha, atau melanjutkan studi), mahasiswa dapat pengalaman di luar kampus melalui berbagai program, dosen berkegiatan di luar kampus (industri atau kampus lain), dan praktisi mengajar di dalam kampus.
Selain itu, dosen juga bisa bekerja menciptakan teknologi terapan dengan melibatkan mahasiswa. Hasil kerjanya digunakan oleh masyarakat atau mendapat rekognisi internasional. Program studi bekerja sama dengan mitra kelas dunia, kelas yang kolaboratif dan partisipatif, serta prodi berstandar internasional.
Nadiem menambahkan, pihaknya memberikan dukungan dana untuk menguatkan PT mempersiapkan lulusan yang berkualitas. Bahkan, PT yang mendapatkan dukungan dana dari pihak luar, baik industri maupun pemda dalam program merdeka belajar, akan dilipatgandakan. PT tersebut akan menerima hibah dari Kemendikbudristek senilai dana yang diterima dari pihak luar.
ITS menjadi salah satu contoh PT yang menerima hibah besar dari program Kedaireka. Nilainya mencapai Rp 20 miliar atau sekitar 10 persen dari total anggaran yang disiapkan. Kemendikbudristek berjanji menyiapkan dukungan anggaran yang lebih besar tahun depan agar lebih banyak jumlah mahasiswa yang berpartisipasi dalam program merdeka belajar.
Menurut Nadiem, animo mahasiswa menjadi peserta merdeka belajar ini sangat tinggi, yakni 700.000 orang tahun ini. Namun, jumlah peserta dibatasi hanya 50.000 orang karena anggaran. Menurut rencana, jumlah peserta akan ditingkatkan tiga kali lipat atau menjadi 150.000 mahasiswa tahun depan.
Selain itu, setiap PT didorong mengadakan program merdeka belajar sendiri dengan mencari terobosan sumber pendanaan melalui kolaborasi dengan industri atau pemda. Hal itu untuk memperbesar kesempatan bagi mahasiswa untuk menambah program studi dengan belajar di luar kampus.
Tantangan
Nadiem mengakui, dalam perjalanannya, kebijakan MBKM menjumpai beragam tantangan. Salah satunya, masih banyak kepala prodi dan dekan tidak memberikan rekognisi 20 SKS atau setara dengan kuliah satu semester kepada mahasiswa yang mengikuti program merdeka belajar sesuai ketentuan. Alasannya, prodi merdeka belajar yang diikuti mahasiswa tidak sesuai atau linier dengan prodi yang ditempuh di PT.
Selain itu, masih banyak PT yang tidak mau beradaptasi dengan perubahan sistem pendidikan, padahal dunia kerja dan dunia wirausaha saat ini mengalami perubahan yang luar biasa. Dia mengapresiasi PT di Jatim yang dinilai lebih inovatif dan mau beradaptasi dengan perubahan dalam upaya mendorong mahasiswa serta dosennya meningkatkan kompetensi.
”Rektor-rektor di Jatim ini luar biasa semangatnya. Di Jatim ada 20.000 peserta merdeka belajar dari 50.000 peserta di Indonesia. Menurut saya, hal itu luar biasa dan ke depan akan diperbesar (kuota) program MBKM ini,” ucap Nadiem.
Sementara itu, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak mengatakan, Pemprov Jatim mendukung transformasi pendidikan melalui program merdeka belajar. Pihaknya akan memadupadankan beberapa program pemerintah agar bisa dijadikan sebagai ekosistem pembelajaran untuk memperkuat kompetensi mahasiswa.
Pihaknya juga akan mendorong pemda kabupaten dan kota berkolaborasi dengan PT di daerahnya untuk mendukung program merdeka kampus. Dia meyakini banyak program kerja pemda yang bisa dikonversikan dalam program ini. Sebagai imbal baliknya, pemda mendapat dukungan ilmu, pengetahuan, dan teknologi terapan dari PT yang bisa dimanfaatkan untuk pembangunan ekonomi.
”Pemprov Jatim telah mengembangkan kerja sama dengan sejumlah PT, misalnya dengan Universitas Trunojoyo terkait pengembangan garam di Madura agar kualitas layak industri. Kemudian, kerja sama di sektor pengembangan pertanian dengan Universitas Brawijaya Malang,” kata Emil.
Rektor ITS Mochammad Ashari mengatakan, terdapat 8.500 mahasiswanya yang mengikuti program merdeka belajar dari total 20.000 mahasiswa. Jumlah peserta ini terus meningkat setiap tahun karena pihaknya terus mengembangkan inovasi dan berkolaborasi dengan lebih banyak pihak, seperti dunia industri dalam pengembangan teknologi terapan.