Pastikan Referensi Biaya Umrah Tidak Beratkan Jemaah
Pemerintah diharapkan dapat mematangkan segala aspek teknis hingga menetapkan referensi biaya umrah selama pandemi agar tidak memberatkan jemaah.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah masih menanti keputusan resmi dari Kerajaan Arab Saudi terkait kepastian waktu pembukaan kembali ibadah umrah untuk jamaah Indonesia. Pemerintah diharapkan dapat mematangkan segala aspek teknis hingga menetapkan referensi biaya umrah selama pandemi agar tidak memberatkan jemaah.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Firman M Nur, Selasa (19/10/2021), menyampaikan, pihaknya dan Kementerian Agama (Kemenag) sudah beberapa kali membahas tentang persiapan pembukaan kembali ibadah umrah ke Tanah Suci. Namun, pembahasan yang dilakukan belum menjadi keputusan.
Salah satu poin yang dibahas ialah referensi biaya pelaksanaan ibadah umrah. Adanya protokol kesehatan yang diterapkan di Indonesia maupun Arab Saudi akan membuat biaya umrah berubah dibandingkan pelaksanaan sebelum pandemi. Biaya umrah dapat membengkak mengingat jemaah harus menjalani karantina di hotel selama hitungan hari hingga minggu. Hal ini membuat penyelenggara menyesuaikan harga.
Guna menekan harga, kata Firman, Amphuri mengusulkan agar jemaah umrah yang telah pulang ke Indonesia tidak perlu diwajibkan untuk menjalani karantina di hotel. Sebab, selama menjalani umrah sebelum keberangkatan hingga kepulangan, jemaah telah diawasi dan dipantau secara ketat melalui berbagai skema yang ditetapkan pemerintah.
”Jemaah dengan hasil tes PCR (reaksi rantai polimerase) positif saat akan pulang ke Indonesia memang diwajibkan karantina kesehatan. Sementara jemaah dengan hasil PCR negatif bisa melakukan karantina mandiri di rumah masing-masing sehingga manfaat monitoring yang ketat ini bisa dirasakan langsung oleh jemaah, yaitu pengurangan biaya yang tidak diperlukan,” ujarnya.
Sementara Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) Hilman Latief menyatakan, selain teknis perjalanan, referensi biaya pelaksanaan ibadah umrah menjadi salah satu poin yang paling banyak ditanyakan publik ke Kemenag.
Saat ini, Kemenag masih menghitung perubahan biaya perjalanan umrah. Perubahan biaya dihitung berdasarkan perkembangan dan biaya protokol kesehatan di kedua negara. Nantinya perubahan biaya dan semua skema yang ditetapkan akan disampaikan kepada perwakilan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah untuk mendapatkan masukan.
”Di satu sisi, penghitungan referensi biaya diharapkan tidak memberatkan jemaah. Namun, di sisi lain, perubahan biaya memang tidak bisa dihindarkan. Kompromi ini yang sekarang sedang dijalankan,” ujarnya dalam diskusi media di Jakarta, Senin (18/10/2021).
Hilman mengatakan, pemerintah menyiapkan sarana karantina bagi jemaah. Hal ini diperlukan mengingat di Indonesia maupun negara lain belum membebaskan kebijakan karantina. Pemerintah hanya bernegosiasi agar durasi karantina di Arab bisa dipersingkat, tetapi tetap menjamin keamanan jemaah.
Di satu sisi, penghitungan referensi biaya diharapkan tidak memberatkan jemaah. Namun, di sisi lain, perubahan biaya tidak bisa dihindarkan. Kompromi ini yang sekarang sedang dijalankan.
Poin pembahasan lainnya yang menjadi perhatian terkait dengan vaksinasi Covid-19 dosis ketiga atau booster (penguat) bagi jemaah. Menurut Hilman, Kemenag bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terus bernegosiasi secara intensif dengan Arab Saudi agar jemaah Indonesia yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19 buatan Sinovac tidak harus melakukan vaksinasi penguat.
Skema umrah
Melalui koordinasi dengan berbagai pihak, saat ini Kemenag telah merancang skema pemberangkatan dan penyelenggaraan ibadah umrah selama pandemi. Skema ini terus diperbarui dan akan terus menyesuaikan dengan ketentuan maupun persyaratan resmi dari Kerajaan Arab Saudi khususnya untuk jemaah Indonesia.
Skema utama yang ditekankan oleh Pemerintah Indonesia ialah semua jemaah wajib mengikuti protokol kesehatan secara ketat mulai dari sebelum keberangkatan, saat pelaksanaan umrah, hingga kembali ke Tanah Air. Pemberangkatan dan kepulangan jemaah beserta barang bawaannya diharapkan dapat menggunakan penerbangan langsung Indonesia-Arab Saudi.
Pemberangkatan dan kepulangan jemaah akan dilaksanakan secara terpadu melalui satu pintu dari Bandara Soekarno-Hatta untuk memudahkan pengendalian dan pengawasan. Sebelum keberangkatan dan setelah tiba di Tanah Air, semua jemaah wajib melakukan karantina di Asrama Haji termasuk menjalani tes PCR secara terpadu.
Pemerintah juga akan mengintegrasikan aplikasi Peduli Lindungi Kementerian Kesehatan dengan aplikasi Siskopatuh Kementerian Agama dan Tawakalna dari Arab Saudi untuk memudahkan penyelenggaraan umrah. Kode bantang (QR Code) sertifikat vaksin akan dicetak dan dibagikan kepada jemaah umrah untuk memudahkan pemindaian (scan) oleh otoritas Arab Saudi.
”Pemerintah terus melaksanakan sinkronisasi berbagai instrumen digital atau basis data yang kita miliki. Dalam satu minggu terakhir semua data jemaah umrah di Siskopatuh diharapkan sudah terintegrasi dengan aplikasi lainnya,” tuturnya.
Menurut Hilman, hampir setiap hari pemerintah melakukan koordinasi antar-kementerian untuk mematangkan aspek teknis pemberangkatan umrah. Hal ini juga termasuk melakukan diplomasi dengan Arab Saudi bersama Kementerian Luar Negeri dan menyiapkan berbagai protokol ibadah umrah selama pandemi bersama Kemenkes.
”Belum ada kabar terbaru dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi terkait waktu pembukaan umrah untuk jemaah Indonesia. Tetapi, kami melihat sendiri banyak perkembangan terbaru di Arab, misalnya sudah ada pelonggaran kebijakan jaga jarak,” ucapnya.
Hilman mengakui, adanya pelonggaran kebijakan di Arab merupakan indikasi yang baik bagi berlangsungnya ibadah umrah. Akan tetapi, ia juga menegaskan bahwa adanya pelonggaran kebijakan tersebut secara otomatis akan memperketat proses masuknya setiap jemaah ke Tanah Suci.