Kiprah Gubernur Ali Sadikin Ditampilkan di Museum Sejarah Jakarta
Kebijakan yang dihasilkan gubernur ketujuh DKI Jakarta, Ali Sadikin, dinilai menjadi landasan pengembangan dan penyelesaian masalah kota hingga sekarang. Kiprahnya pun dipamerkan di Museum Sejarah Jakarta.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sosok gubernur ketujuh DKI Jakarta, Ali Sadikin, dinilai berperan besar dalam meletakkan dasar-dasar penyelesaian masalah perkotaan di Jakarta. Kiprah kepemimpinannya dipamerkan di Museum Sejarah Jakarta untuk edukasi sejarah masyarakat.
Kepala Unit Pengelola Museum Kesejarahan Jakarta Esti Utami mengatakan, pameran virtual berjudul ”Jejak Memori Ali Sadikin Memimpin Jakarta” berlangsung pada 18-30 Oktober 2021. Pameran ini, antara lain, menampilkan sejarah hidup Ali dan sejumlah kebijakan yang dihasilkan selama masa jabatannya, yakni pada 28 April 1966 hingga Juli 1977.
”Selama menjabat, Ali Sadikin berhasil mengembangkan Jakarta menjadi kota yang lebih modern sebagai ibu kota Indonesia,” kata Esti pada pembukaan pameran di Jakarta, Senin (18/10/2021). Pameran ini untuk menyegarkan dan merefleksikan kembali ingatan kita atas jasa-jasa yang pernah Ali Sadikin lakukan untuk pembangunan Jakarta.
Ali Sadikin ditunjuk oleh Presiden Soekarno untuk memimpin DKI Jakarta. Ali yang memiliki latar belakang militer punya kepribadian tegas dan disiplin. Soekarno menilai sosok Ali tepat untuk mengelola Jakarta yang kala itu menghadapi sejumlah masalah.
Selama menjabat, Ali Sadikin berhasil mengembangkan Jakarta menjadi kota yang lebih modern sebagai ibu kota Indonesia.
Salah satu persoalan tersebut adalah adanya gejolak politik terkait Gerakan 30 September 1965. Hal ini berdampak ke kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Jakarta. Selain itu, inflasi tinggi di masa tersebut memengaruhi kehidupan masyarakat.
Jakarta juga menghadapi gelombang urbanisasi yang berdampak pada pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat pesat. Padahal, ketersediaan fasilitas dan sarana kota tidak sebanding dengan jumlah penduduk. Akibatnya, gelandangan hingga gubuk-gubuk liar sering dijumpai di pinggir jalan Jakarta pada masa itu.
Salah satu kebijakan Ali dalam merespons persoalan tersebut adalah program redistribusi penduduk. Kebijakan ini berupa transmigrasi penduduk Jakarta ke luar Jawa sejalan dengan program pemerintah pusat. Program ini berlangsung pada tahun 1971-1977.
Pada periode awal, Pemprov DKI Jakarta hanya bisa mengirim 54 keluarga untuk bertransmigrasi. Namun, pada tahun 1974-1975, ada 951 keluarga yang berhasil diredistribusi. Selama program berjalan enam tahun, ada 2.677 keluarga atau setara 7.706 orang keluar dari Jakarta. Namun, angka ini dinilai tidak signifikan dibandingkan laju pertumbuhan penduduk.
Di sisi lain, kebijakan Ali membuat Jakarta menjadi lebih tertata. Ia mengembangkan jaringan transportasi umum dengan mengadakan bus kota, angkutan umum, dan halte di berbagai sudut kota. Ali juga mengembangkan jaringan jalan raya.
Ia juga menggagas sejumlah proyek pembangunan, seperti Taman Ismail Marzuki, Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ria Monas, Taman Margasatwa Ragunan, kawasan Condet untuk pelestarian budaya Betawi, serta sejumlah sarana olahraga. Ia juga menginisiasi Jakarta Fair.
”Ali Sadikin berperan luar biasa. Ada banyak hal yang bisa dipelajari dari kiprah beliau agar kita paham hasil tindakannya dan (dampaknya pada) keberadaan kota di masa sekarang,” kata Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana.
Terkemuka
Menurut ahli sejarah dari Universitas Indonesia, Bondan Kanumoyoso, Ali merupakan salah satu tokoh paling terkemuka yang pernah menjabat gubernur DKI Jakarta. Sejumlah kebijakannya berdampak besar buat pembentukan kota Jakarta saat ini. Di bawah kepemimpinannya, Jakarta berubah dari kota metropolitan pada tahun 1960-an menjadi kota megapolitan pada tahun 1970-an.
Ia menambahkan, Ali telah meletakkan landasan-landasan penyelesaian masalah kota secara komprehensif. Landasan itu penting bagi gubernur-gubernur selanjutnya yang memimpin DKI Jakarta.
”Sebenarnya Gubernur Ali mempunyai program komprehensif yang mencakup berbagai aspek kehidupan, tidak hanya aspek yang terkait langsung dengan kehidupan masyarakat, tetapi juga yang berdampak secara tidak langsung,” ucapnya.