Sekolah Swasta Terancam Kekurangan Guru
Sekolah swasta terancam kekurangan guru apabila banyak guru swasta pindah ke sekolah negeri setelah menjadi aparatur sipil negara.
JAKARTA, KOMPAS — Peluang pengangkatan guru honorer di sekolah negeri dan swasta menjadi aparatur sipil negara berstatus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK di satu sisi akan meningkatkan kesejahteraan dan keprofesionalan guru.
Namun, sejumlah masalah terkait penataan guru masih luput diatur pemerintah. Muncul kekhawatiran dari penyelenggara sekolah swasta akan terjadi eksodus guru swasta yang lolos seleksi PPPK ke sekolah negeri.
Padahal, sekolah swasta juga mengalami masalah yang sama terkait kesejahteraan guru. Adanya kebijakan sertifikasi guru membuat banyak sekolah swasta mengangkat guru honorer menjadi guru tetap yayasan agar guru mendapat sertifikasi dan inpassing.
Namun, kesejahteraan dan status sebagai guru PPPK memberikan peluang yang lebih baik bagi guru di sekolah swasta yang hanya mengandalkan kesejahteraan dari tunjangan sertifikasi guru yang setara satu bulan gaji guru aparatur sipil negara (ASN).
Adanya sertifikat pendidik ini membuat guru tetap yayasan bersertifikat mendapat tambahan skor yang cukup besar untuk seleksi PPPK tahap kedua dan ketiga. Peluang guru swasta bisa lolos di seleksi PPPK tahun ini pun cukup besar. Jika banyak guru swasta bersertifikat yang diterima menjadi guru PPPK, mereka akan berpindah untuk mengajar di sekolah negeri dan meninggalkan sekolah swasta tempat mereka mengajar.
Ketua Forum Kepala Sekolah SMP DKI Jakarta Maringan Tampubolon, Jumat (15/10/2021), mengatakan, pengangkatan guru ASN berstatus PPPK tentunya baik untuk menjamin masa depan guru. Namun, kebijakan ini bisa berdampak tidak baik untuk sekolah swsta.
”Peluang jadi guru PPPK juga banyak diikuti guru swasta yang sudah mendapat sertifikat pendidik. Artinya, peluang guru swasta yang bersertifikat pendidik cukup besar untuk diterima. Ketika guru swasta diterima sebagai PPPK, mereka harus berpindah ke sekolah negeri. Ada eksodus besar-besaran di sekolah swsata yang akan mengganggu proses belajar-mengajar di sekolah swasta,” kata Maringan.
Menurut Maringan, secara umum sekolah swasta yang kemampuan finansialnya terbatas memberikan status guru tetap yayasan untuk guru honorer agar bisa ikut sertifikasi.
Namun, ada perjanjian bahwa status guru tetap yayasan hanya untuk syarat mengikuti sertifikasi tanpa konsekuensi yayasan dan sekolah melaksanakan kewajiban penuh dalam hal kesejahteraan guru. Para guru tetap yayasan ini pun bisa lolos sertifikasi guru sehingga memiliki sertifikat pendidik dan mendapat tunjangan profesi guru yang nilainya lebih besar dari guru honorer.
Maringan mengatakan, sekolah swasta dengan kemampuan ekonomi yang rendah atau sedang mampu menyediakan pendidikan dengan bayaran yang terjangkau atau murah karena memberikan gaji guru yang tidak tinggi. Peluang kesejahteraan guru sekolah swasta bisa didapat dengan menyertakan mereka dalam program sertifikasi guru.
Dengan dibukanya peluang guru bersertifikat pendidik bagi guru tetap yayasan, sekolah swasta akan kehilangan guru dan terancam akreditasinya. Sebab, untuk bisa mendapatkan akreditasi baik, salah satunya ditentukan oleh jumlah guru yang bersertifikat pendidik.
Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbudristek, harus memperhitungkan dampak dari eksodus guru sekolah swasta bersertifikat jika lolos PPPK ke sekolah negeri.
”Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbudristek, harus memperhitungkan dampak dari eksodus guru sekolah swasta bersertifikat jika lolos PPPK ke sekolah negeri. Kalau memang pemerintah bertujuan menyejahterakan guru, seharusnya untuk guru swasta yang menjadi PPPK, ya, tetap dikembalikan saja untuk mengajar di sekolah swasta,” kata Maringan.
Pemerhati pendidikan yang juga mantan Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Pendidikan Andreas Tambah mengatakan, sekolah swasta akan kebingungan karena ditinggalkan guru yang sudah bersertifikat pendidik. Padahal, selama ini sekolah swasta juga punya peran untuk membina para guru tersebut agar menjadi guru yang layak. Namun, kebijakan perekrutan ASN PPPK mengharuskan guru yang direkrut untuk mengisi kebutuhan sekolah negeri.
Bagi guru yang diangkat menjadi PPPK, ini tentu anugerah. Namun, bagi sekolah swasta, mereka akan kekurangan guru. Sementara tidak mudah untuk merekrut guru dari lulusan sarjana pendidikan karena terbentur soal tawaran gaji yang minim, sekadar sesuai upah minimum regional (UMR), atau justru di bawah UMR.
”Pemerintah diharapkan bisa juga memahami kesulitan yang dialami sekolah swasta dan peserta didik. Pemerintah juga harus membantu mencarikan solusi kekurangan guru swasta,” kata Andreas.
Perlu aturan khusus
Koordinator Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, pemerintah dalam hal ini Kemenpan RB, Kemendikbudristek, Kementerian Agama, dan Badan Kepegawaian Negara masih harus membuat regulasi khusus terkait PPPK, salah satunya dengan mengatur apakah guru swasta yang lolos PPPK mengajar di sekolah swasta atau negeri.
Jika guru sekolah swasta yang lolos PPPK tetap mengajar di sekolah swasta, bisa saja mereka akan mendapatkan penghasilan ganda dari negara sebagai ASN dan dari yayasan swasta.
”Apakah tidak akan terjadi kecemburuan, atau ketidakadilan baru, bagi guru swasta non-PPPK ataupun guru PPPK sekolah negeri?” kata Satriwan.
Baca juga: Status PPPK Bentuk Penghargaan Pemerintah bagi Guru Honorer
Lalu, jika guru PPPK dari sekolah swasta mengajar di sekolah negeri, jangan sampai mereka menggeser keberadaan guru honorer lain yang tidak lulus PPPK yang sudah eksis mengajar. Hal ini akan menimbulkan ketidakadilan baru bagi guru honorer yang sudah ada di sekolah negeri.
Satriwan menambahkan, aturan khusus juga krusial untuk menuntaskan keberadaan sisa guru honorer K-2. Guru kategori ini bisa semakin tersingkir karena kalah bersaing dengan guru sekolah swasta dan sarjana pendidikan baru yang sudah bersertifikat pendidikan. Padahal, guru honorer K-2 sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun.
Regulasi khusus ini juga dapat mengatur afirmasi berdasarkan lama mengabdi sebagaimana yang terus disuarakan P2G selama ini, termasuk pemetaan guru honorer di Indonesia. Kemudian, formasi guru PPPK juga terbatas karena sekarang pemerintah daerah hanya mengajukan 506.252 formasi. Ini juga akan menjadi persoalan baru.
Koordinasi Kemendikbudristek, Kemenag, Kemenpan RB, BKN, Kemendagri dengan pemda masih lemah. Padahal, janji Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim membuka sebanyak 1.002.616 formasi.
P2G meminta agar pemda dan pemerintah pusat memaksimalkan jumlah formasi sesuai kebutuhan. Laporan dari jaringan P2G Kabupaten Garut, misalnya, menunjukkan kebutuhan formasi sebanyak 8.801 orang, tetapi formasi yang disetujui hanya 196 formasi.
Baca juga: Seleksi PPPK Karut-marut, Guru Honorer Tuntut Keadilan
Guru-guru honorer yang lulus tes PPPK tahap 1 kemarin di Garut cukup besar, lebih dari 1.000 orang. Mestinya mereka tidak perlu ikut tes seleksi PPPK tahap 2-3 dan mereka langsung ditempatkan atau diberikan surat keputusan. Tentu ini butuh pengaturan secara khusus lebih lanjut. Di sinilah letak mendesaknya regulasi khusus/revisi aturan tadi.