Arsip Kartini dan Kongres Perempuan I Berpotensi Diajukan sebagai Ingatan Kolektif Dunia
Pemerintah berencana mengajukan tiga warisan dokumenter sebagai Ingatan Kolektif Dunia yang diakui UNESCO. Arsip Kartini dan Kongres Perempuan Indonesia pertama dinilai berpotensi diajukan di masa depan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Kru Bengkel Arsip memindai naskah pada buku kuno dalam proses digitalisasi di Museum Radya Pustaka, Solo, Jawa Tengah, Selasa (3/12/2019). Digitalisasi dilakukan untuk menyelamatkan isi dari berbagai buku koleksi museum tersebut yang mulai rusak termakan usia. Sebanyak 20 buku ditargetkan selesai disimpan dalam format digital pada kegiatan yang berlangsung selama lima hari itu. Buku tertua yang didigitalisasi adalah buatan tahun 1713.
JAKARTA, KOMPAS — Arsip negara tentang Raden Ajeng Kartini dan Kongres Perempuan I berpotensi diajukan sebagai Ingatan Kolektif Dunia ke Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO. Upaya melengkapi arsip-arsip tersebut masih dilakukan.
”Menurut kajian tim ANRI (Arsip Nasional RI) dan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), ada khazanah arsip yang berpotensi diajukan sebagai Memory of the World, yaitu arsip Kartini dan Kongres Perempuan Indonesia pertama yang berlangsung pada tahun 1928,” kata Pelaksana Tugas Deputi Konservasi Arsip Nasional RI (ANRI) Multi Siswati pada diskusi daring, Jumat (15/10/2021).
Ingatan Kolektif Dunia (Memory of the World/MoW) adalah dokumentasi warisan bersejarah dunia yang berperan penting bagi kehidupan umat manusia. Penetapan MoW dilakukan oleh UNESCO.
HTTPS://INDONESIA.GO.ID
Foto Kartini
Kiprah Kartini di masa lalu dinilai sebagai salah satu tonggak mendorong kesetaraan jender di Indonesia. Kartini, antara lain, memperjuangkan hak pendidikan bagi perempuan, mendirikan Sekolah Kartini pada 1902, serta menentang poligami dan pernikahan anak usia dini.
Kartini memperjuangkan hak pendidikan bagi perempuan, mendirikan Sekolah Kartini pada 1902, serta menentang poligami dan pernikahan anak usia dini.
Nilai-nilai serupa juga disuarakan saat Kongres Perempuan Indonesia pertama di Yogyakarta, 22 Desember 1918. Kongres yang diinisiasi tujuh organisasi perempuan ini, antara lain, membahas tentang perkawinan anak, hak perempuan dalam pernikahan, poligami, hingga posisi perempuan sebagai bagian dari bangsa.
Peran perempuan bagi perjalanan negara tidak terbatas pada Kartini dan Kongres Perempuan Indonesia. Sebelum era Kartini, ada pejuang kemerdekaan dari Maluku, Martha Christina Tiyahahu, serta pahlawan nasional dari Aceh, Tjoet Njak Dhien.
Ada pula sederet nama lain, seperti anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUKPKI) Maria Ulfah dan Siti Sukaptinah Sunaryo. Upaya membangun bangsa juga dilakukan pejuang emansipasi perempuan Maria Walanda Maramis, pendidik Raden Dewi Sartika, dan lainnya.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Siluet para penari dari Yayasan Belantara Budaya Nusantara ketika membawakan Tari Legong Mesatya dari Bali saat acara Pageralaran Tari Nusantara di Loka Hejo , Grand Smesco Hills, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (11/4/2021).
Kendati ada banyak tokoh perempuan, tidak semuanya dapat diajukan sebagai MoW. Arsiparis Utama ANRI M Taufik mengatakan, kendalanya adalah kelengkapan arsip. Arsip Kartini adalah salah satu dari sekian tokoh perempuan yang arsipnya terlengkap. Menurut dia, sejumlah arsip sejarah masih tersebar di luar sana.
Sejumlah arsip Kartini dan Kongres Perempuan Indonesia pertama kini disimpan di sejumlah lembaga, seperti ANRI dan Perpustakaan Nasional. ANRI mencatat ada 17 arsip, 308 nomor arsip, foto, film, kertas, dan rekaman suara soal kesetaraan jender. Beberapa di antaranya arsip Kartini dan Kongres Perempuan Indonesia.
Sementara itu, Perpustakaan Nasional mencatat sedikitnya ada 35 judul buku baru, 8 judul buku langka, dan 23 foto mengenai Kartini. Koleksi arsip Kongres Perempuan Indonesia berupa 2 judul buku baru, 2 foto, 6 surat kabar langka, dan 2 judul mikrofilm surat kabar.
Sebelumnya, pemerintah berencana mengajukan tiga warisan dokumenter sebagai MoW. Ketiganya adalah arsip pidato Presiden Soekarno berjudul To Build the World A New, arsip Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non-Blok (KTT GNB) pertama, dan Hikayat Aceh.
Lengkapi arsip
Menurut Taufik, kerja sama antarlembaga, pemerintah, dan masyarakat diperlukan untuk melengkapi dan mengumpulkan arsip-arsip sejarah. Data otentik dibutuhkan untuk mengajukan arsip sebagai MoW.
Menurut Peneliti IndoProgress Institute for Social Research and Education (IISRE) Ruth Indiah Rahayu, ada beberapa arsip yang perlu dicari, seperti surat kematian Kartini dan rekapitulasi arsip Kongres Perempuan Indonesia pertama hingga keempat. Arsip kongres yang dimaksud antara lain notulensi rapat panitia, surat undangan, prasaran peserta, foto, dan tulisan di surat kabar.
Arsip-arsip sejarah itu penting untuk membentuk memori kolektif bangsa. Memori itu jadi salah satu pengetahuan membangun negeri, khususnya bagi generasi penerus. ”Perlu dilakukan survei untuk mengukur derajat pengetahuan mereka akan sejarah,” kata Ruth.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Jurnalis perempuan se-Kota Semarang melakukan aksi menyambut Hari Kartini di Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Jawa Tengah, Selasa (21/4). Untuk terus mewujudkan cita-cita Kartini, mereka menyerukan kepada kaum perempuan untuk terus berkarya, mewarnai hidupnya dengan hal yang berguna.
Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mendukung upaya mendaftarkan arsip-arsip itu sebagai MoW. Hingga kini, UNESCO mencatat 155 warisan dokumenter yang sudah diakui sebagai MoW, tapi yang berlatar kesetaraan jender hanya empat buah.
Ia berharap bahwa pengarsipan Kartini dan Kongres Perempuan Indonesia tidak hanya meningkatkan kesadaran publik akan pentingnya arsip. Pemahaman bahwa perempuan berperan signifikan buat negeri juga diharapkan terbangun.
”Perjalanan kesetaraan jender dengan tantangan-tantangannya merupakan memori kolektif bangsa yang memengaruhi identitas diri,” ucap Lenny.