Festival Film Sains yang digelar Goethe-Institut menjadi pendekatan kreatif agar siswa menikmati belajar sains.
Oleh
Sekar Gandhawangi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Goethe-Institut menggelar Science Film Festival atau Festival Film Sains bagi siswa sekolah dasar hingga menengah atas. Melalui festival ini, film diharapkan bisa menjadi media belajar sains yang menyenangkan bagi siswa.
Festival film ini berlangsung secara daring mulai dari 12 Oktober hingga 30 November 2021. Festival tersebut menjangkau siswa SD hingga SMA di 52 kabupaten/kota di Indonesia, seperti Aceh, Ambon, Labuan Bajo, Kupang, Toraja, Tarakan, Kendari, Payakumbuh, Pematang Siantar, Surabaya, dan Jakarta.
Ada 17 film dari sejumlah negara yang akan diputar selama festival, yakni dari Afrika Selatan, Belanda, Brazil, Jerman, Portugal, dan Thailand. Film-film tersebut dikurasi dari 122 film yang dibuat oleh 22 negara berbeda. Ada 5 juri dewasa dan cilik yang bertugas mengurasi film.
”Film-film terpilih akan ditayangkan secara bergiliran melalui platform Zoom untuk murid-murid dari 166 sekolah di seluruh Indonesia. Festival ini juga akan diselenggarakan di tiga pusat iptek dan enam komunitas,” kata Direktur Goethe-Institut Wilayah Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru Stefan Dreyer secara daring, Selasa (12/10/2021).
Salah satu film dari Jerman berjudul Knietzsche and Health (2021), misalnya, menjelaskan pentingnya kesehatan. Melalui film itu, penonton diajak memahami kesehatan fisik, mental, dan disabilitas.
Film yang akan diputar, antara lain, bertema keluarga, ilmu pengetahuan alam, teknologi, kesehatan, dan edutainment (pendidikan-hiburan). Pemilihan film disesuaikan dengan tema festival, yakni ”Kesehatan dan Kesejahteraan”.
Dreyer mengatakan, topik ini dipilih karena pemahaman soal kesehatan dan kesejahteraan mental semakin penting. Sejumlah orang mengalami kecemasan akibat pandemi Covid-19. Hal ini juga dialami anak-anak dan orang muda, misalnya karena akses pendidikan menjadi terbatas atau karena kesulitan bersosialisasi dengan teman.
Selain itu, kesehatan dan kesejahteraan patut jadi perhatian karena masuk dalam salah satu Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Menurut Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid, isu kesehatan mental dan fisik perlu mendapat perhatian serius semua orang.
Sains
Adapun pemutaran film akan diikuti dengan eksperimen ilmiah bagi para siswa. Film dan eksperimen tersebut diharapkan membuat siswa belajar sains secara menyenangkan.
”Kami harap (festival) ini menumbuhkan minat anak dan remaja Indonesia untuk lebih berpartisipasi, mengeksplorasi, dan terlibat dalam sains. Sebab, kemajuan dan pembangunan tidak bisa berjalan tanpa sains. Semangat pelajar penting untuk menumbuhkan ide dan inovasi baru,” tutur Dreyer.
Sementara itu, Hilmar berharap festival film ini jadi pendekatan kreatif agar siswa menikmati belajar sains. Lebih jauh, ia berharap sains tidak lagi dilihat sebagai pelajaran sekolah saja, tetapi bermanfaat pula buat kehidupan.
Festival film ini jadi pendekatan kreatif agar siswa menikmati belajar sains.
Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini mengatakan, literasi sains krusial untuk mengatasi bencana. Hal ini berkaca dari pengalaman pandemi Covid-19. Dalam konteks ini, sains penting untuk mencegah lebih banyak korban meninggal akibat Covid-19.
Rektor Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko menambahkan, sekadar mengajarkan sains kepada publik belum cukup. Pengajaran sains perlu disertai dengan upaya membangun kesadaran akan pentingnya sains.
Sementara itu, menurut Kepala Bagian Kebudayaan dan Pers Kedutaan Besar Republik Federal Jerman Matthias Müller, anak-anak merupakan sumber daya penting untuk masyarakat di masa depan. Itu sebabnya, pendidikan kesehatan fisik dan mental penting.
Adapun Festival Film Sains pada 2020 berhasil menggaet lebih dari 14.000 penonton dari 24 kota. Festival ini telah diadakan 12 kali. Festival diadakan secara daring untuk pertama kali sejak 2020 karena pandemi.