Diayun Riam Sungai dan Jalan Kaki 9 Jam demi Asesmen Nasional
Siswa dan guru SMP di daerah perbatasan Kaltara-Malaysia berjalan hingga 9 jam dan melewati ganasnya riam untuk bisa mengikuti asesmen nasional. Itu harus dilakukan karena daerah mereka tidak terjangkau internet.
Oleh
SUCIPTO
·5 menit baca
RUDDY UNTUK KOMPAS
Siswa dan guru SMPN 2 Lumbis Ogong menumpang perahu kayu dari Kecamatan Lumbis Hulu ke Kecamatan Lumbis, Nunukan, Kalimantan Utara, demi mengikuti asesmen nasional berbasis komputer (ANBK), Kamis (30/9/2021).
Siswa dan guru SMP di daerah perbatasan Kalimantan Utara-Malaysia harus berjalan hingga sembilan jam dan melewati ganasnya riam sungai demi mengikuti asesmen nasional. Itu tak terhindarkan karena daerah mereka tidak terjangkau akses internet.
Kamis (30/9/2021) pukul 8.00 pagi, 20 siswa dan 10 guru SMPN 2 Lumbis Ogong berjajar di tepi Sungai Sedalir. Beberapa dari mereka bertopi, sebagian lain mengenakan hoodie untuk menutup kepala. Dengan membawa perbekalan makanan dan pakaian, mereka siap menumpang long boat atau perahu kayu bermesin ke kecamatan terdekat yang terjangkau jaringan internet.
Dari kampung mereka di Kecamatan Lumbis Hulu, mereka harus menempuh perjalanan 8 jam ke Kecamatan Lumbis, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Kepala Sekolah SMPN 2 Lumbis Ogong Ruddy mengatakan, dalam perjalanan normal, biasanya waktu tempuh sekitar empat jam saja.
”Kemarin perahu harus berhenti beberapa kali untuk membeli bahan bakar dan istirahat di desa yang kami lewati,” kata Ruddy saat dihubungi dari Balikpapan, Senin (4/10/2021).
Mereka harus melewati riam atau jeram yang ganas di tengah perjalanan. Saat mereka berangkat, arus air cukup deras.
Perjalanan itu mereka tempuh untuk mengikuti asesmen nasional berbasis komputer (ANBK). Sebab, Kecamatan Lumbis Hulu merupakan daerah di perbatasan Kaltara-Malaysia yang tak terjangkau internet sama sekali. Untuk itu, para siswa dan guru harus menumpang di SMPN 1 Lumbis di Kecamatan Lumbis yang memiliki komputer dan bisa mengakses internet.
ANBK tingkat SMP berlangsung 4-7 Oktober 2021. Ruddy menjelaskan, mereka memilih berangkat ke Kecamatan Lumbis pada 30 September agar siswa cukup persiapan di sekolah yang akan mereka tumpangi. Selain itu, untuk mengantisipasi cuaca buruk karena kondisi sungai akan semakin berbahaya dilewati saat hujan.
Perjalanan para siswa dan guru ini untuk mengikuti ANBK sangat sulit. Mereka harus melewati riam atau jeram yang ganas di tengah perjalanan. Saat mereka berangkat, arus air cukup deras.
Asesmen nasional merupakan program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang mensyaratkan akses komputer dengan jaringan internet. Tujuannya bukan menilai individu siswa, tetapi mengukur mutu sekolah melalui survei kepada siswa, pengajar, dan menilai mutu sekolah secara keseluruhan. Hasil ASBN ini akan dianalisis untuk membuat kebijakan pembelajaran di tahun selanjutnya.
Ini merupakan kali pertama ANBK mereka ikuti. Untuk menyewa perahu, SMPN 2 Lumbis Ogong dibantu dana dari desa-desa di Kecamatan Lumbis Hulu. Di Kecamatan Lumbis, mereka menyewa sebuah rumah untuk mereka tempati.
”Perjalanan menggunakan perahu Rp 8 juta untuk pulang dan pergi. Untuk biaya penginapan dan makan anak-anak sekitar 1 minggu, kami menyiasatinya dengan menggunakan dana BOS (bantuan operasional sekolah),” ujar Ruddy.
Siswa SMPN 2 Lumbis Ogong berfoto bersama di Kecamatan Lumbis Hulu, Nunukan, Kalimantan Utara. Mereka harus melalui jalur sungai 8 jam untuk bisa mengikuti asesmen nasional karena daerah mereka tidak terjangkau akses internet.
Perjuangan yang tak mudah untuk mengikuti ANBK juga harus dilalui para guru dan siswa SMP di Kecamatan Krayan, Nunukan, yang juga daerah perbatasan. Di sana, internet hanya bisa diakses di pusat Kecamatan Krayan.
Kepala Unit Pelaksanaan Teknis Pengelola Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Nunukan Oktavianus Ramli menjelaskan, sekitar 70 siswa SMP di Kecamatan Krayan mengikuti ANBK. Puluhan siswa dan guru harus melalui jalur darat yang jauh untuk bisa mengikuti penilaian mutu sekolah ini.
”Ada siswa yang diantar orangtua dengan sepeda motor. Ada yang harus berjalan kaki berangkat pagi pukul 09.00 dan baru sampai sekitar pukul 18.00,” kata Oktavianus yang bertugas di Kecamatan Krayan.
Para siswa dan guru dari empat SMP di Krayan itu harus menginap di pusat kecamatan pada 4-7 Oktober. Oktavianus bercerita, beberapa orangtua ada yang ikut menginap mendampingi anak-anaknya.
Para siswa dan guru itu mengikuti ANBK dengan menumpang di SMAN 1 Krayan dan SMKN 1 Krayan. Sebab, hanya di sekolah itu yang tersedia komputer dan terkoneksi dengan jaringan internet. Wilayah Krayan lain masih belum terjangkau akses internet. Orang di wilayah Krayan lain hanya bisa menelepon dan SMS. Jaringan telepon juga tergantung kondisi cuaca.
”Beberapa tempat jaringannya sangat sulit apalagi kalau cuaca tidak bagus. Kami koordinasi sulit setengah mati,” kata Oktavianus.
Pada ANBK kali ini juga ada beberapa kendala. Ada satu lokasi ANBK di Krayan Selatan tanpa jaringan listrik meskipun sudah bisa mengakses internet. Hal ini membuat jaringan internet tersendat-sendat. ”Jadi, ANBK di Krayan Selatan itu pakai genset. Internet kadang tidak stabil. Untuk genset itu, sekolah menyiasati solarnya dibeli dari dana BOS,” katanya.
Siswa dan guru SMP di Kecamatan Krayan, Nunukan, Kalimantan Utara mengikuti asesmen nasional dengan menumpang di ruang komputer salah satu SMA, Senin (4/10/2021). Itu harus dilakukan karena daerah mereka tidak terjangkau akses internet.
Mereka berharap kondisi di perbatasan yang serba terbatas ini segera berubah. Camat Lumbis Hulu Justinus mengatakan, keterbatasan listrik, jalur darat, dan jaringan internet membuat upaya membangun sumber daya manusia di wilayahnya memiliki tantangan yang berat.
”Keterbatasan itulah yang membuat kami tidak mampu bersaing. Kami berharap pemerintah memberi perhatian di daerah 3T (terluar, tertinggal, dan terdepan),” ujar Justinus.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nunukan Junaidi berharap kondisi sekolah di wilayah-wilayah itu bisa diselesaikan melalui program pemerintah pusat dan daerah. Ia juga tengah berupaya berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menyelesaikan permasalahan ini.
”Inilah kendala kami di wilayah 3T. Untuk sementara, yang bisa kami lakukan, kami berkoordinasi dengan sekolah SMA dan SMK terdekat yang memiliki komputer dan memiliki akses internet untuk membantu,” ujar Junaidi.
ANBK ini juga akan diikuti oleh guru dan siswa SD kelas 5 pada minggu kedua dan ketiga Oktober. Di wilayah perbatasan di Nunukan seperti Kecamatan Krayan dan Lumbis Hulu, siswa SD yang berusia awal belasan tahun itu juga akan melakukan hal yang sama, seperti kakak-kakaknya di bangku SMP.