Pengembangan batik masa depan memerlukan pelibatan banyak pihak, termasuk lembaga pendidikan dan tempat kerja. Pemahaman masyarakat akan batik juga perlu ditingkatkan.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
Kompas/Hendra A Setyawan
Siswa kelas VI SD Al Lauzah, Tangerang Selatan, Banten, belajar membatik di sekolahnya, Senin (7/10/2019). Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan proses membatik yang menjadi warisan budaya asli Indonesia kepada anak-anak. Selain itu, diharapkan tumbuh jiwa kewirausahaan pada siswa melalui kegiatan membatik. Sebanyak 143 siswa dibimbing oleh para pembatik dari Sanggar Batik Kembang Mayang.
JAKARTA, KOMPAS — Pemahaman publik terhadap batik dinilai perlu diperkuat, antara lain melalui pendidikan di sekolah. Pemahaman yang solid menjadi modal dasar pengembangan batik di masa depan.
Menurut pakar pendidikan Arief Rachman, Senin (4/10/2021), pendidikan berperan penting dalam pelestarian batik. Batik dapat diperkenalkan kepada generasi muda melalui kegiatan ekstrakurikuler hingga mata pelajaran wajib. Batik sebagai pelajaran wajib bisa diterapkan di sentra batik, seperti Pekalongan, Yogyakarta, dan Solo. Seragam sekolah juga dapat menjadi sarana mengenalkan batik kepada siswa.
”Kita perlu mendorong partisipasi aktif siswa agar mengenal batik melalui pameran atau kunjungan ke lokasi peraijn batik bersama sekolah,” kata Arief pada diskusi daring berjudul ”Batik Menguatkan Profil Pelajar Pancasila dan Budaya Kerja”.
Pemahaman soal batik menjadi penting. Selain karena telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) sejak 2009, batik juga disebut Arief dapat mendongkrak jati diri bangsa, antara lain sebagai media diplomasi budaya.
Kita perlu mendorong partisipasi aktif siswa agar mengenal batik melalui pameran atau kunjungan ke lokasi peraijn batik bersama sekolah.
Kompas/Hendra A Setyawan
Siswa kelas VI SD Al Lauzah, Tangerang Selatan, Banten, belajar membatik di sekolahnya, Senin (7/10/2019). Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan proses membatik yang menjadi warisan budaya asli Indonesia kepada anak-anak. Selain itu, diharapkan tumbuh jiwa kewirausahaan pada siswa melalui kegiatan membatik. Sebanyak 143 siswa dibimbing oleh para pembatik dari Sanggar Batik Kembang Mayang.
Pemahaman juga penting agar batik tidak dipandang sebagai komoditas saja. Batik memiliki filosofi dan merupakan kerajinan tangan tradisional yang diwariskan sejak beberapa abad lalu.
Batik juga menjadi simbol keberagaman di Indonesia. Variasi corak hingga warna pada batik merupakan hasil interaksi budaya dengan daerah lain dan bangsa asing. Hal ini tampak dari motif karangan bunga Eropa, burung phoenix dari China, bunga sakura dari Jepang, hingga merak dari India dan Persia pada batik.
”Batik terjalin dari identitas budaya masyarakat Indonesia. Simbol, warna, dan desain adalah sarana mengekspresikan kreativitas dan spiritualitas mereka (perajin),” ucap Arief yang pernah menjabat sebagai anggota Dewan Eksekutif UNESCO pada 2004-2007.
Kompas/Hendra A Setyawan
Murid-murid tunarungu SLB Mekar Sari 1 Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, belajar membatik di sekolah, Rabu (18/9/2019). Kegiatan ekstrakurikuler itu dilaksanakan rutin tiap minggu sekali untuk memberikan keterampilan membatik kepada para siswa. Mereka dibimbing para pembatik dari Komunitas Batik Cibuluh.
Adapun kreasi motif batik dipengaruhi ajaran agama. Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia Komarudin Kudiya mengatakan, ada hadis agama Islam yang melarang melukis makhluk hidup. Ada penafsiran bahwa makhluk hidup, utamanya hewan, dapat dilukis jika tidak digambar secara utuh seperti gambar ciptaan Allah.
Sementara itu, Ketua III Paguyuban Pecinta Batik Indonesia Sekar Jagad Afif Syakur mengatakan, batik perlu dikembangkan agar berkelanjutan. Namun, masyarakat wajib dipersiapkan agar bisa berpartisipasi dalam pengembangan batik.
Pemahaman itu, antara lain, mencakup kemampuan mengenai arti batik serta membedakan batik tulis, cap, hingga tekstil bermotif batik. Pemahaman tentang filosofi hingga motif batik yang tidak dapat digunakan sembarangan juga diperlukan.
Sarjilah, Kepala Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi (BBPPMPV) Seni dan Budaya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, mengatakan, guru dan siswa dilibatkan dalam pelestarian batik. Pihaknya mengadakan pameran batik hasil karya siswa SD hingga SMA dan SMK serta guru binaan BBPPMPV.
”Kami juga bekerja sama dengan dunia usaha dan dunia kerja agar batik menjadi membumi,” ucapnya.
Pelaksana Tugas Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri Kemendikbudristek Saryadi mengatakan, kementeriannya memberi perhatian khusus pada pengembangan kebudayaan, termasuk wastra. Pemerintah menyusun gerakan nasional untuk promosi produk buatan Indonesia, termasuk batik.
KOMPAS/KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Suasana pemecahan rekor Muri untuk pembatik pelajar terbanyak di toko BT Batik Trusmi, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Selasa (1/10/2019). Sebanyak 2.832 pelajar dari belasan sekolah di Cirebon dan sekitarnya turut serta dalam kegiatan itu.
Ia mengatakan, Ditjen Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek tengah melakukan kurasi terhadap ratusan produk karya satuan pendidikan vokasi. Produk terpilih akan dipromosikan melalui platform e-dagang. Dari ratusan produk yang dikurasi, sebagian merupakan batik.
”Batik kreasi satuan pendidikan vokasi diharapkan berkembang dan menguatkan (ekosistem) batik di Indonesia. Saya harap ini juga menginspirasi para pemangku kebijakan untuk mengembangkan pendidikan vokasi, terutama yang terkait perkembangan batik. Kami terbuka untuk bermitra dengan semua pihak,” kata Saryadi.