Platform digital dimanfaatkan untuk sosialisasi pelestarian batik. Pelestarian perlu diperkuat karena industri batik terdampak pandemi Covid-19.
Oleh
Sekar Gandhawangi
·3 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Purwanto meramaikan ”Berbatik Bersepeda Bergembira” di sekitar Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Sabtu (2/10/2021). Acara yang digagas oleh komunitas Bike to Work dan Komunitas Ontel Batavia ini serentak diadakan di 100 kota di Indonesia menyambut Hari Batik Nasional yang jatuh pada 2 Oktober 2021.
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 berdampak ke upaya pelestarian batik di Indonesia. Kondisi ini jangan melunturkan semangat edukasi dan menyosialisasikan warisan budaya tak benda ini melalui berbagai platform yang tersedia.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid pada Sabtu (2/10/2021) mengatakan, seniman batik berkurang dan kinerja industri batik di masa pandemi menurun. Hal tersebut memengaruhi upaya pelestarian, utamanya regenerasi.
Berdasarkan data Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI), jumlah perajin batik di Indonesia pada 2020 sebanyak 151.565 orang. Angka itu menurun sekitar 75 persen pada 2021.
Memuat batik ke Google sama dengan deklarasi bahwa batik merupakan produk budaya Indonesia.
Jumlah produksi kain batik pun menurun. Produksi batik di Indonesia 1,5 juta potong per bulan sebelum pandemi, lalu turun menjadi 383.098 potong per bulan selama pandemi. Penjualan batik turun dari Rp 3,7 triliun per tahun sebelum pandemi menjadi Rp 915 miliar per tahun saat pandemi.
”Batik telah diakui sebagai warisan budaya yang kontribusinya ke kemanusiaan sangat besar. Batik tidak hanya diakui sebagai produk akhir, tapi juga seluruh ekosistem dan kebudayaan terkait batik,” kata Hilmar. ”Pengakuan ini diperkuat dengan perlindungan di tingkat nasional dan lokal,” tambahnya.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Komunitas Ontel Batavia meramaikan ”Berbatik Bersepeda Bergembira” di sekitar Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Sabtu (2/10/2021). Sejumlah komunitas sepeda serentak mengadakan gowes bersama mengenakan batik di 100 kota di Indonesia untuk menyambut Hari Batik Nasional yang jatuh pada 2 Oktober 2021.
Adapun batik diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 2 Oktober 2009. Hari Batik Nasional kemudian diperingati setiap 2 Oktober.
Upaya melestarikan batik tetap harus berjalan di tengah pandemi. Pelestari batik sekaligus Ketua Galeri Batik Yayasan Batik Indonesia (YBI) periode 2010-2019 Tumbu Ramelan mengatakan, platform digital dapat dimanfaatkan, misalnya untuk memasarkan produk perajin batik.
Platform digital juga dapat dimanfaatkan untuk sosialisasi dan edukasi. Sebanyak 870 koleksi batik YBI dimuat di Google Art and Culture. Platform ini terbuka bagi publik yang mau belajar tentang batik. Tumbu menambahkan, memuat batik ke Google sama dengan deklarasi bahwa batik merupakan produk budaya Indonesia.
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
Dua pekerja dari Batik Sidomukti 0,0 Km Giriloyo mewarnai batik bermotif budaya Papua, di Desa Wukirsari, Imogiri, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (2/10/2019).
Sejumlah upaya lain dilakukan YBI, seperti memberi penghargaan Kriya Pusaka ke individu yang dianggap berjasa dalam pelestarian batik. Sedikitnya ada 12 orang yang menerima anugerah tersebut sejak 1999, antara lain Tien Soeharto dan Mufidah Jusuf Kalla.
”Kami juga pernah mengadakan lomba desain batik. Ada juga pelatihan yang kami adakan, serta mengikutsertakan perajin kami ke pelatihan eksternal. Kami juga mengadakan kunjunga kerja ke daerah-daerah di tahun genap, sementara tahun ganjil untuk pameran batik,” tutur Tumbu.
Menurut Direktur Pelindungan Kebudayaan Kemendikbudristek Irini Dewi Wanti, warisan budaya tak benda rentan hilang terseret perkembangan zaman. Itu sebabnya, upaya pelindungan batik perlu melibatkan semua pihak, baik perajin, pemerintah, akademisi, hingga masyarakat umum.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan ialah menghidupkan ekosistem batik, seperti mengenakan batik di keseharian. Cara lain adalah menjaga ekosistem batik agar berkelanjutan, seperti menggunakan pewarna alami dalam proses produksi, melakukan regenerasi, serta menjamin kesejahteraan perajin batik.
”Semua tentang batik yang telah ditetapkan UNESCO perlu dipahami (publik) dan disosialisasikan, antara lain ke sekolah, kantor, dan melalui museum,” ucap Irini.
Kompas/Hendra A Setyawan
Murid-murid tuna rungu SLB Mekar Sari 1 Cibinong, Kabupaten Bogor, belajar membatik di sekolah, Rabu (18/9/2019). Kegiatan ekstrakurikuler itu dilaksanakan rutin tiap minggu sekali untuk memberikan keterampilan membatik kepada para siswa. Mereka dibimbing para pembatik dari Komuitas Batik Cibuluh.
Sementara itu, Ketua Yayasan Tjanting Batik Nusantara Sandra Hutabarat mengatakan, generasi muda perlu diajak melestarikan batik. Minat anak muda terhadap wastra yang tampak di media sosial menjadi sinyal positif untuk pelestarian.