Pusat Data Naskah Kuno Asia Tenggara Dibuka untuk Publik
Publik dapat mengakses pusat data berisi ribuan manuskrip kuno Indonesia dan Asia Tenggara. Hal ini merupakan salah satu cara preservasi manuskrip.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ribuan manuskrip kuno Nusantara dan Asia Tenggara telah didigitalisasi ke pusat data Digital Repository of Endangered and Affected Manuscript in Southeast Asia atau Dreamsea dan bisa diakses publik. Ini merupakan upaya preservasi manuskrip yang rentan rusak bahkan punah.
Saat ini, manuskrip-manuskrip kuno disimpan dan dirawat di sejumlah lembaga, antara lain museum, perpustakaan, serta tempat keagamaan seperti masjid dan biara. Para peneliti memperkirakan ada banyak manuskrip yang tersebar di masyarakat. Ada yang dirawat, ada pula yang tidak.
Penasihat akademik Dreamsea Dick van der Meij mengatakan, salah satu ancaman manuskrip kuno adalah penelantaran. Ada manuskrip yang disimpan sembarangan oleh pemiliknya, misalnya di tempat yang lembab atau yang rentan dimakan serangga sehingga manuskrip terancam rusak bahkan hilang. Manuskrip milik warga itu umumnya hasil warisan.
”Ancaman lain manuskrip adalah bencana alam dan konflik sosial,” kata Meij pada peluncuran pusat data Dreamsea secara daring, Jumat (2/10/2021) malam. Publik dapat mengakses pusat data itu di laman dreamsea.co.
Konflik horizontal masyarakat juga menyumbang kerentanan manuskrip, antara lain perang, konflik antarsuku, agama, dan etnis. Penyelidik Utama Dreamsea, Oman Faturahman, mengatakan, sebagian manuskrip dimiliki minoritas di kelompok masyarakat tertentu. Manuskrip tersebut kadang dianggap membahayakan oleh kelompok mayoritas sehingga rentan diburu dan dimusnahkan.
Manuskrip yang hilang sama dengan hilangnya identitas masyarakat setempat. Hal ini perlu diantisipasi. Pelestarian manuskrip kuno pun dilakukan, antara lain dengan digitasi.
”Dreamsea lahir untuk preservasi atau memelihara artefak kebudayaan yang terancam punah, kemudian melindunginya, serta mempromosikan keterbukaan akses (untuk publik),” kata Oman yang juga Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Upaya ini melibatkan banyak pemangku kepentingan, antara lain asosiasi naskah kuno, pemerintah, perpustakaan nasional, masyarakat pemilik naskah, akademisi, hingga tokoh masyarakat. Rasa kepemilikan bersama diharapkan tumbuh dengan ini.
Salah satu ancaman manuskrip kuno adalah penelantaran. Ada manuskrip yang disimpan sembarangan oleh pemiliknya, misalnya di tempat yang lembab atau yang rentan dimakan serangga sehingga manuskrip terancam rusak bahkan hilang.
Dreamsea merupakan program hasil kerja sama Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bersama Pusat Studi Manuskrip Budaya (CSMC) Universitas Hamburg, Jerman. Penyimpanan naskah digital bekerja sama dengan Museum Hill dan Perpustakaan Manuskrip (HMML) di Minnesota, Amerika Serikat.
Ada ribuan manuskrip dengan sedikitnya 250.000 gambar atau halaman dari Indonesia dan Asia Tenggara yang telah didigitasi. Jumlahnya akan terus bertambah karena program digitasi masih berjalan.
Sejak diluncurkan pada 2018, Dreamsea telah membantu mendampingi 102 masyarakat pemilik manuskrip di 29 lokasi di Asia Tenggara. Dari pendampingan itu, Dreamsea berhasil melakukan digitasi terhadap 4.274 manuskrip atau setara 248.291 gambar/halaman. Gambar beresolusi tinggi itu dapat diakses publik di laman Dreamsea.
Sumber belajar
Menurut anggota Dewan Penasihat Dreamsea Jamhari Makruf, Asia Tenggara merupakan laboratorium hidup untuk studi keberagaman agama dan kebudayaan di dunia. Naskah kuno menjadi salah satu sumber mempelajari keberagaman. Adapun agama-agama besar umumnya hidup dan berkembang di Asia Tenggara
Naskah juga jadi bukti keberagaman tradisi tulis masa lalu. Naskah kuno umumnya ditulis dengan bahasa dan aksara yang berbeda. Media tulisnya berbeda pula, seperti daun lontar, kulit kayu, bambu, hingga kertas.
”Manuskrip merupakan lambang peradaban masyarakat di suatu masa. Kemajuan peradaban dan kebudayaan masyarakat bisa dilihat dari manuskrip yang ditulis waktu itu,” kata Jamhari.
Ketua Umum Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) Munawar Holil mengatakan, pelestarian manuskrip memperhatikan dua hal, yakni penyelamatan fisik dan isinya. Pelestarian itu perlu melibatkan masyarakat.