Setiap orang akan menjadi tua, jika dianugerahi umur panjang. Karena itu, sebelum memasuki usia lanjut perlu ada persiapan untuk menghadapi kemunduran fisik ataupun kehidupan sosial. Pendamping lansia harus disiapkan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·5 menit baca
Kompas
Basuni (71) menggarap sawahnya yang ditanami kacang tanah di Sukamulya, Bogor, Jawa Barat, Minggu (29/11/2020). Basuni tetap produktif di usia senjanya dengan menggarap sawah.
”Kaum lansia acap harus hidup melawan stigma yang telanjur menguasai cara pandang masyarakat umum. Melawan dan mengeliminasi sebuah stigma, bukanlah hal mudah dan sederhana. Stigma telah menghujam dalam, bahkan penetrasinya hingga ke alam bawah sadar banyak orang.
Kaum lansia lemah fisik, lemah berpikir, terkena amnesia, perlu selalu dibantu dan didampingi. Tiba-tiba merasa tidak fit, emosinya labil. Berkata dan berpikir tidak runtut, sering insomnia dan sebagainya, dan sebagainya.
Dalam kenyataan empirik masih amat banyak ditemukan para lansia yang masih sangat aktif fisik dan pemikiran masih sehat dan segar. Kaum lansia bukanlah manusia sia-sia yang kini hidupnya redup dan hanya bisa meratap.”
Demikian petikan syair berjudul ”Hidup Lansia Sukacita dan Berkarya” yang ditulis Weinata Sairin (73), Teolog dan Aktivis Dialog Kerukunan, yang ditayangkan di Kompasiana.com, Selasa (28/9/2021).
Melalui syair tersebut, Weinata mengirimkan pesan kepada kaum lanjut usia (lansia) agar tetap memiliki rasa percaya diri di usia senja serta tidak membiarkan diri dibelenggu oleh stigma. Sebaliknya, kaum lansia punya peran signifikan bagi keluarga, agama, masyarakat, bangsa, dan negaranya pada episode tertentu dari sejarah kehidupannya.
Oleh karena itu, bertepatan dengan Hari Lansia Internasional 2021, sebagai warga lansia, Weinata pun menegaskan bahwa kaum lansia harus terus berkarya dalam bentuk apa pun. Kaum lansia dengan iman teguh kini dengan ikhlas, menanti panggilan Tuhan dengan tetap berkarya dan bersukacita.
”Menjalani hari-hari dengan doa, memuji Tuhan, beribadah menurut agama masing-masing, membaca kitab suci, hidup berpengharapan penuh sukacita, dan berserah kepada Tuhan,” ujar Weinata seperti dalam syairnya.
Meski dianggap paling rentan dan tak luput dari perasaan galau ketika berhadapan dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini, Weinata dalam percakapan dengan Kompas, Jumat (1/10/2021) petang, berharap kaum lansia tetap berkarya dan bersukacita.
Penuaan penduduk merupakan suatu proses alamiah. Tidak hanya di Indonesia, isu lansia merupakan isu global. Karena itu, pemerintah dan pemangku kebijakan harus memberikan perhatian khusus kepada warga lansia. Sebab, penduduk lansia di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.
Saat ini diperkirakan jumlah penduduk usia lanjut di Indonesia sekitar 26 juta dan diproyeksikan meningkat menjadi 57,0 juta jiwa (17,9 persen) pada tahun 2045.
Bahkan, dalam lima dekade (1971-2019), jumlah lanjut usia mencapai sekitar 25 juta (9,6 persen) dari jumlah penduduk Indonesia. Saat ini diperkirakan jumlah penduduk usia lanjut sekitar 26 juta dan diproyeksikan meningkat menjadi 57,0 juta jiwa (17,9 persen) pada 2045.
Oleh karena itulah, Tri Budi W Rahardjo, Guru Besar Gerontologi, dan Rektor Universitas Respati Indonesia, mengungkapkan, agar lansia dalam kondisi sehat, aktif, dan produktif, perlu mendapat pendampingan untuk mempertahankan kemampuan fungsional dan status kesehatannya. Selain itu, pencegahan dalam perawatan jangka panjang juga sangat penting.
Di masa pandemi Covid-19, warga lansia, terutama yang mengalami komorbid dan mengalami keterbatasan/disabilitas, membutuhkan perawatan, pendampingan, pelayanan kesehatan, jejaring, serta asuransi kesehatan. Pemahaman pendamping (care giver) lansia pun harus ditingkatkan.
Pendamping dapat berperan agar warga lansia tetap berdaya guna bagi dirinya ataupun orang lain sebagai bentuk aktualisasi diri. ”Bagi warga lansia yang masih mandiri ataupun yang mengalami keterbatasan lansia diberi kesempatan melakukan kegiatan sesuai dengan bidangnya. Misalnya mengajar, sebagai konsultan, berwirausaha, dan lain-lain, yang juga bisa dilakukan secara daring,” ujar Tri Budi.
KOMPAS/IRMA TAMBUNAN
Petugas membantu warga lansia menuruni jembatan untuk menuju tempat vaksinasi Covid-19 di Manis Mato, Kecamatan Taman Rajo, Kabupaten Muaro Jambi, Jambi, Rabu (18/8/2021).
Dukungan keluarga dan lingkungan
Mewujudkan warga lansia yang bersukacita dan berkarya tentu saja tidak mudah. Dibutuhkan dukungan yang kuat dari keluarga, bahkan lingkungan tempat tinggal dari warga lansia. Cara pandang yang melihat lansia sebagai beban harus diubah, dengan memberikan kesempatan bagi para warga lansia untuk tetap berkarya di masa tuanya.
”Menjadi tua adalah sebuah keniscayaan bagi seseorang yang dianugerahi umur panjang, tapi di sisi lain ditandai juga dengan kemunduran fisik ataupun kehidupan sosial sehingga memerlukan penyesuaian diri terhadap situasi dan kondisi yang dialami,” ujar Eva Sabdono, Direktur Yayasan Emong Lansia sekaligus anggota Koalisi Untuk Masyarakat Peduli Usia Lanjut (KuMPUL) pada Konferensi Nasional Mengenai Perlindungan Lansia yang digelar Asosiasi LBH APIK Indonesia Bersama KuMPUL pada 22-24 September 2021.
Meski Indonesia lebih dari 20 tahun lalu telah memiliki Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia yang menjamin hak-hak warga lansia, dalam pemenuhan hak-hak tersebut belum menyentuh beberapa hak mendasar.
Misalnya, perlindungan dari kekerasan, jaminan hari tua, perlindungan saat bencana/keadaan darurat, serta kemudahan akses pelayanan publik yang bermartabat. Hal itu terjadi karena selama ini kebijakan masih lebih berdasarkan pendekatan layanan, bukan berdasarkan pendekatan hak atau kebutuhan warga lansia.
Hingga kini eksklusi terhadap warga lansia masih terjadi di berbagai sektor. Selain karena koordinasi yang kurang baik antara kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan lainnya, juga data terpilah lanjut usia kurang akurat dan komprehensif serta relasi sosial yang timpang di masyarakat, seperti ketelantaran dan kekerasan terhadap warga lanjut usia.
”Lemahnya data terpilah mengakibatkan realita situasi warga lansia kurang dapat dilihat secara komprehensif sehingga belum menjadi prioritas dalam rencana pembangunan nasional,” papar Eva.
Padahal, sudah ada United Nation Principles for Older Persons dan Madrid International Plan of Action on Ageing (MIPAA) yang dapat dipakai sebagai rujukan dalam formulasi UU Kesejahteraan Lansia, formulasi kebijakan, strategi, ataupun program dengan melibatkan partisipasi berbagai kalangan.
”Agar warga lansia dapat hidup mandiri, sejahtera, dan bermartabat di tahun tahun mendatang, diperlukan pemahaman realita penuaan penduduk dengan segala dampak dan permasalahannya, khususnya oleh generasi muda dan semua pemangku kepentingan,” ujar Eva.
Adhi Santika yang juga anggota dari KuMPUL mengungkapkan, sesuai dengan tema Hari Lanjut Usia Internasional 2021, ”Literacy Digital for All Ages”, diperlukan upaya nyata dari pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk menyediakan informasi guna pemenuhan hak atas kebutuhan dasar lansia melalui sistem daring.
Semua pasti menua jika diberi umur panjang. Oleh karena itu, mewujudkan warga lansia yang mandiri, sehat, dan bahagia kiranya menjadi perhatian semua pihak.