Batik dan Wastra pun Kini Singgah di Lemari Anak Muda
Sebagian generasi muda menggali "mode lawas" di abad ke-21. Kain Nusantara yang dulu lekat dengan kesan formal dan tradisional kini lahir kembali menjadi trendi.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
Ada yang bilang bahwa mode berputar seperti roda. Gaya lawas, barang vintage, hingga baju lungsuran keluarga bisa didaur ulang menjadi gaya mutakhir. Batik dan wastra Nusantara lainnya pun kini mendapat tempat di lemari anak-anak muda.
Dulu mungkin tidak banyak orang mengira bawahan kain batik cocok dipadukan dengan sepatu kets, kaos, dan jas. Mungkin tidak banyak juga yang sangka kain batik bisa jadi busana yang nge-rock saat dikenakan bersama jaket kulit, sepatu bot kulit, dan kacamata hitam.
Batik yang semula sarat akan kesan formal kini menabrak batas-batas “adiluhung”. Batik kian merakyat, melebur menjadi mode yang bisa dikenakan siapa saja, kapan saja, dengan gaya apa saja. Yang memakai batik bukan lagi yang hendak kondangan atau yang mau menghadap bos saja. Batik juga bisa bikin seseorang stylish saat mau jalan-jalan ke mal.
Batik yang semula sarat akan kesan formal kini menabrak batas-batas “adiluhung”. Batik kian merakyat, melebur menjadi mode yang bisa dikenakan siapa saja, kapan saja, dengan gaya apa saja.
Karyawan swasta Annisa Muchtar (25) sedang asik mengutak-atik segala kain; perca, batik, dan wastra lain yang bisa ia temukan. Baru-baru ini ia melakukan pemotretan visual (photoshoot) modern dengan sentuhan batik. Ada kain batik yang dibuat melintang di badan seperti sabuk, ada yang dijadikan sarung luaran celana, ada juga kain batik sisa yang ditempel di sweater polos.
Ia juga bereksperimen dengan membuat kain sisa wastra menjadi kerah lepasan (detachable collar). Kerah itu bisa dipadukan dengan beragam busana.
“Kita sebagai generasi muda semestinya bangga dengan kekayaan nasional (wastra),” ucap Annisa, Jumat (1/10/2021). “Aku sedang mengumpulkan kain-kain perca atau kain yang tidak dipakai untuk dimanfaatkan menjadi sesuatu yang bernilai,” tambahnya.
Inisiatif tersebut timbul mengingat banyaknya limbah dari industri mode. Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) menyebut bahwa industri mode merupakan industri paling berpolusi di dunia setelah perminyakan. Emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan mencapai 1,2 miliar ton per tahun.
Melalui akun Instagram-nya, Annisa menyatakan siap menerima sumbangan kain sisa atau kain yang sudah tidak dipakai lagi untuk ia kreasikan. Kain tersebut termasuk batik dan wastra lainnya.
Kreasi anak muda terhadap wastra juga tumbuh di media sosial. Akun Instagram Remaja Nusantara, misalnya, kerap membagikan foto anak-anak muda yang berkain. Masing-masing orang memakai kain dengan gayanya masing-masing, ada yang kesannya kasual, formal, hingga semi-formal. Bisa dibilang kepribadian sang pemakai tampak dari gaya berkain.
Akun Swara Gembira juga rajin mengunggah berbagai konten tentang berkain. Bukan hanya soal gaya, namun juga cara-cara mengenakan wastra, serta cara memadupadankan kain dengan beragam busana. Konten tersebut diunggah antara lain di media sosial dan Youtube.
Dalam salah satu unggahan videonya, anggota Swara Gembira mendorong agar anak muda tidak perlu takut mengenakan wastra. Masalah benar atau salah bukan isu utama. Yang penting, anak muda menemukan dulu kenyamanan saat berkain, percaya diri, dan tumbuh keinginan untuk mengenakan wastra setiap ada kesempatan. Eksplorasi filosofi dan makna dapat dipelajari sembari memupuk kesukaan mengenakan batik maupun wastra lain.
Menurut perupa Edi Bonetski yang kerap mengenakan wastra, dasar mengenakan batik dan wastra adalah memahami bahwa itu merupakan produk budaya, hasil pekerjaan tangan yang dikerjakan dalam waktu tidak singkat. Di dalam wastra tersimpan nilai warisan leluhur, pengabdian batiniah sang perajin, hingga hasil alam.
Dengan pemahaman tersebut, setiap orang dapat mengenakan wastra dengan kesadaran. Ketidakpahaman seseorang akan pakem-pakem wastra setidaknya bisa ditoleransi. Namun, mempelajari lebih lanjut soal filosofi dan pakem wastra pun penting ke depan.
Sebelumnya, Direktur Perlindungan Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudaayaan, Riset, dan Teknologi Irini Dewi Wanti mengatakan, pengetahuan akan wastra, khususnya batik, sangat penting. Pengetahuan jadi modal dasar pelestarian batik. Adapun batik dinyatakan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO pada 2009.
“Batik tidak hanya dipandang sebagai produk, tapi juga hasil kebudayaan yang punya nilai budaya dan penuh makna filosofis, serta erat kaitannya dengan siklus kehidupan manusia,” ujar Irini pada diskusi daring berjudul Ngoppi: Selisik Batik Autentik.
Ia berharap agar semua pihak terlibat dalam pelestarian batik. Ekosistem kebudayaan yang mendukung pelestarian diupayakan terwujud.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Balai Besar Kerajinan dan Batik Heru Kustanto mengatakan, paradigma produksi batik telah bergeser dari terbatas menjadi massal. Penggunaan batik pun kini tidak terbatas untuk busana saja. Hal ini membuat produksi batik meningkat. Batik tiruan pun muncul di pasar. Masyarakat umumnya bingung membedakan batik asli dan tiruan.
Secara singkat, batik tiruan antara lain adalah kain yang diproduksi dengan teknik sablon sehingga mirip batik. Heru mengatakan, pihaknya berinovasi untuk mengidentifikasi keaslian batik dengan aplikasi Batik Analyzer. Aplikasi ini dapat menganalisis keaslian batik melalui foto dengan bantuan kecerdasan buatan (AI).