Kemendikbudristek Yakin PTM Terbatas Tetap Bisa Dijalankan
Sejumlah siswa sekolah dan guru terinfeksi Covid-19 di saat pemerintah mulai mendorong pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. Meski begitu, pemerintah yakin sekolah siap menjalankan PTM terbatas.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penularan Covid-19 di sekolah selama berlangsung pembelajaran tatap muka terbatas memang terjadi dan dapat dikendalikan dengan penelurusan dan tes kepada warga sekolah serta penutupan sekolah sesuai dengan ketentuan. Secara umum, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yakin kesiapan sekolah menjalankan protokol kesehatan sudah baik sehingga pembelajaran tatap muka terbatas yang mengutamakan kesehatan dan keselamatan warga sekolah tetap bisa berjalan.
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemdikbudristek Jumeri di Jakarta, Jumat (24/9/2021), mengatakan, masih ada siswa dan guru terpapar Covid-19 karena situasi pandemi belum selesai. Saat ini, kasus aktif yang dilaporkan terjadi di satuan pendidikan adalah sebanyak 222 pendidik dan tenaga kependidikan serta 156 siswa.
Namun, belum tentu semua kasus terjadi di sekolah karena ada juga yang terjadi ketika siswa menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ) dari rumah. Pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah bersifat terbatas, maksimal separuh kapasitas kelas dan sekolah. Pelaksanaan PTM terbatas pun tidak bisa murni tetap harus dipadukan dengan PJJ. Orangtua yang memilih anaknya untuk tidak mengikuti PTM terbatas tetap mengikuti pembelajaran dari rumah.
”Saya baru dari Padang Panjang, ada sekolah yang terjadi penularan Covid-19, kini tinggal 28 siswa yang positif dan diisolasi. Ada pula di Purbalingga di dua sekolah, setelah dites ada 28 orang yang positif di sana,” kata Jumeri.
Jumeri mengingatkan, risiko penularan Covid-19 masih ada, baik saat di sekolah maupun di luar sekolah. Akan tetapi, PTM terbatas harus terus didorong secara bertahap dan masyarakat perlu terus diyakinkan untuk mengizinkan anak-anak ke sekolah. ”Kalau terus mempertahankan PJJ, terjadi kesenjangan capaian belajar antara anak dari keluarga mampu dan tidak mampu ataupun daerah terpencil dan perkotaan. Kesenjangan mutu capaian pembelajaran akan semakin lebar,” ujar Jumeri.
Saya baru dari Padang Panjang, ada sekolah yang terjadi penularan Covid-19, kini tinggal 28 siswa yang positif dan diisolasi. Ada pula di Purbalingga di dua sekolah, setelah dites ada 28 orang yang positif di sana.
Pembukaan sekolah, ujar Jumeri, menjadi kewenangan pemerintah daerah. Meskipun Kemdikbudristek terus mendorong sekolah di daerah dengan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 1-3 untuk mulai menggelar PTM terbatas, pemerintah daerah tetap memiliki berbagai pertimbangan. Ada daerah aglomerasi (yang bergandengan dangan daerah lain yang masih PPKM level 4), ada daerah yang memandang perlu memeriksa sekolah dan memastikan pemenuhan protokol kesehatannya, dan ada daerah yang melakukan pembukaan bertahap.
”Kami setuju dengan kehati-hatian daerah karena kesehatan warga sekolah nomor satu. Kami yakin dengan pemda sudah satu frekuensi,” kata Jumeri.
Secara terpisah, Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Sonny Harry B Darmadi mengatakan, prinsip kebijakan pendidikan pada masa pandemi adalah kesehatan dan keselamatan warga sekolah/kampus. ”Bagi sekolah di daerah dengan PPKM level 4 jelas tidak diperbolehkan PTM. Tapi, yang di level 1-3 diperbolehkan. Di level 3, tentu risiko penularan masih cukup tinggi sehingga harus hati-hati,” kata Sonny.
Sonny mengingatkan, setiap institusi pendidikan yang membuka PTM terbatas diminta memiliki Satgas Penanganan Covid-19, selain membuat prosedur standar operasi (SOP) protokol kesehatan, mengawasi, dan menangani jika ada kasus.
Luruskan miskonsepsi
Terkait dengan informasi yang beredar tentang munculnya kluster sekolah pasca-PTM, Jumeri mengatakan, ada sejumlah hal yang perlu diluruskan. Pertama, mengenai terjadi kluster penularan akibat PTM terbatas. Angka 2,8 persen satuan pendidikan seperti banyak beredar bukanlah data kluster Covid-19, melainkan data satuan pendidikan yang melaporkan adanya warga sekolah yang pernah tertular Covid-19. ”Sehingga lebih dari 97 persen satuan pendidikan tidak memiliki warga sekolah yang pernah tertular Covid-19,” kata Jumeri.
”Jadi, belum tentu kluster,” ujar Jumeri.
Kedua, Jumeri menjelaskan bahwa belum tentu penularan Covid-19 terjadi di satuan pendidikan. Data tersebut didapatkan dari laporan 46.500 satuan pendidikan yang mengisi survei dari Kemendikbudristek. ”Satuan pendidikan tersebut ada yang sudah melaksanakan PTM terbatas dan ada juga yang belum,” kata Jumeri.
Selanjutnya, Jumeri menjelaskan bahwa angka 2,8 persen satuan pendidikan yang diberitakan itu bukanlah laporan akumulasi dari kurun waktu satu bulan terakhir. ”Itu bukan berdasarkan laporan satu bulan terakhir, melainkan 14 bulan terakhir sejak tahun lalu, yaitu bulan Juli 2020,” kata Jumeri.
Kekeliruan terakhir ialah isu yang beredar mengenai sekitar 15.000 siswa dan 7.000 guru positif Covid-19 berasal dari laporan yang disampaikan oleh 46.500 satuan pendidikan yang belum diverifikasi sehingga masih ditemukan kesalahan. Misalnya, ditemukan kesalahan input data yang dilakukan satuan pendidikan, seperti laporan jumlah guru dan siswa positif Covid-19 lebih besar daripada jumlah total guru dan siswa pada satuan pendidikan tersebut.
Sistem pelaporan
Sebagai solusi ke depan, Kemendikbudristek sedang mengembangkan sistem pelaporan yang memudahkan verifikasi data. ”Akibat keterbatasan akurasi data laporan dari satuan pendidikan, saat ini Kemendikbudristek dan Kementerian Kesehatan sedang menguji coba sistem pendataan baru dengan aplikasi PeduliLindungi,” kata Jumeri.
Aplikasi PeduliLindungi sedang diuji coba apakah bisa digunakan satu sekolah untuk mewakili semua siswa. Jika bisa dilakukan, pelaporan status suatu sekolah bisa lebih baik karena sekolah dengan kasus Covid-19 bisa terdeketsi oleh aplikasi ini.
”Saya belum bisa menjelaskan apakah visible untuk satu sekolah mewakili semua anak karena selama ini, kan, sifatnya indivual. Ini sedang proses pengkajian,” ujar Jumeri.
Kemendikbudristek juga selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan dan pemantauan dinamika sekolah yang melaksanakan PTM terbatas. Anak-anak juga bisa tetap belajar dari rumah jika orangtua belum yakin dan belum memberikan izin untuk mengikuti PTM terbatas, serta tidak ada proses menghukum dan diskriminasi bagi anak-anak yang belajar dari rumah.
”Kolaborasi yang efektif antara guru, kepala sekolah, komite sekolah, dan pengawas sekolah serta orangtua sangat diharapkan untuk menyukseskan penerapan PTM terbatas,” ucap Jumeri.