Perempuan menjadi aktor utama pelestarian tradisi Indonesia. Berbagai upaya dilakukan untuk meneruskan tradisi ke generasi muda.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Perempuan menjadi garda depan untuk menjaga dan melestarikan tradisi Indonesia. Tradisi tersebut diarusutamakan dengan berbagai cara agar bisa diadopsi generasi muda.
“Salah satu komponen bangsa yang paling peduli untuk menjaga kelestarian tradisi adalah perempuan. Perempuan Indonesia menjadi garda depan melestarikan tradisi karena sifat mereka yang pada umumnya peduli, sabar, dan menjadi teladan. Di tangan perempuan, pelestarian tradisi dapat dilakukan, baik melalui gerakan individual maupun kelompok,” kata Sjamsul Hadi, Direktur Pembinaan Kepercayan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada diskusi daring, Selasa (21/9/2021).
Menurutnya, tradisi perlu dijaga mengingat perkembangan zaman. Kemajuan teknologi cepat atau lambat dinilai bakal memengaruhi eksistensi tradisi dan budaya yang ada.
Di sisi lain, melestarikan tradisi dan budaya menjadi kewajiban sesuai UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Sjamsul mengajak semua orang untuk ikut serta menjaga dan melestarikannya.
Pendiri Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia Rahmi Hidayati melestarikan tradisi dengan mengenakan kebaya saban hari. Ia mulai melakukannya sejak 2014, kemudian mendirikan Komunitas Perempuan Berkebaya Indonesia. Komunitasnya mengarusutamakan kebaya dengan membuat gerakan Selasa Berkebaya. Semua orang diajak mengenakan kebaya di hari Selasa.
Rahmi pun mengenakan kebaya pada setiap kesempatan, baik mendaki gunung, mendayung perahu, hingga saat berjalan-jalan di kota. Hal ini menarik perhatian orang sekitar. Ia menggunakan kesempatan itu untuk advokasi tentang kebaya. Ini dilakukan di dalam dan luar negeri.
“Kami berkebaya untuk mengapresiasi budaya Indonesia, menunjukkan jati diri sebagai bangsa Indonesia, dan menjaga warisan leluhur,” kata Rahmi. “Tantangan berkebaya saat ini adalah orang-orang menganggap pakai kebaya itu merepotkan karena harus berkain,“ tambahnya.
Rahmi berkata, pihaknya mengupayakan ada hari berkebaya nasional. Penggunaan kebaya di keseharian perlu diwajarkan mengingat kebaya ditetapkan sebagai busana nasional sejak 1978. Ini juga penting untuk mendorong kebaya diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tenun Ikat Watubo di Kabupaten Sikka, NTT, Rosvita Sensiana, melestarikan tradisi tenun dengan merangkul para perempuan. Menurutnya, tenun jadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan perempuan. Selain dikenakan setiap hari, tenun jadi salah satu sumber pendapatan keluarga.
Kelompoknya mengajarkan dan mempraktikkan cara menenun yang berkelanjutan. Mereka menggunakan pewarna dari alam, seperti kunyit, akar mengkudu, daun mangga, hingga kapur sirih. Mereka juga menanam kembali tumbuhan yang dimanfaatkan untuk memproduksi kain tenun ikat.
“Regenerasi juga dilakukan. Anak muda dikumpulkan, kemudian kami gali bersama tradisi warisan leluhur. Cerita dan filosofi motif-motif tenun juga disampaikan ke orang muda agar tidak hilang,” tutur Rosvita.
Putri Keraton Yogyakarta Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Mangkubumi mengatakan, Keraton masih melestarikan tradisi yang berjalan sejak zaman pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I hingga sekarang. Salah satu di antaranya adalah upacara adat Labuhan. Upacara itu dilakukan dengan beberapa penyesuaian dengan perkembangan zaman.
“Jika dulu ada yang naik kereta atau jalan kaki (ke lokasi upacara), sekarang bisa naik mobil. Ini dilakukan sejak masa Sultan HB IX. Walau demikian, isi (sesaji) tidak bisa diubah. Yang bisa diubah itu jumlah orang (yang mengikuti upacara) dan sekarang bisa naik mobil,” ucap GKR Mangkubumi.
Salah satu perubahan lain di Keraton Yogyakarta adalah memperbolehkan perempuan tampil di muka umum untuk menari. Ketentuan ini berlaku di masa Sutan HB IX.
Di masa Sultan HB X, keluarga keraton juga mendapat kesempatan belajar di luar negeri dengan syarat harus kembali dan mengabdi di keraton. “Ini untuk membuka wawasan, pengalaman, dan kemandirian. Perkembangan (zaman) ke depan akan jauh lebih luas dan berwarna,” ucap GKR Mangkubumi.